Read More >>"> Panggil Namaku! (Part 7.) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Panggil Namaku!
MENU
About Us  

#Wira Poin of View#

"Sudah 3 minggu..."ucapku galau. "Sudah 3 minggu berlalu." kegalauanku makin menjadi-jadi memikirkan sesuatu yang tak pasti. "Sudah 3 minggu berlalu. Kira-kira keadaan pasar gimana ya?" tanyaku pada Tia yang tidak tahu apa-apa mengenai masalahku.

Orang-orang di pasar pasti lagi berpesta ria karena sudah lama aku tidak menagih uang iuran pada mereka, terutama Pak Tua bercelemek merah muda itu. Kubayangkan betapa bahagianya mereka semua tanpa adanya kehadiranku dan itu membuatku jadi sakit hati.

Namun tak lama ingatan akan pujian yang mereka lontarkan padaku waktu itu berputar di ingatanku.

"Tidak mungkin kan ya, mereka melakukan hal kejam seperti itu padaku?"

"Aiish!!" kuacak rambut gondrongku saking frustasinya.

Asal kalian tahu, hal-hal yang membuatku frustasi tidak hanya masalah mengenai iuran orang-orang di pasar saja. Aku juga memikirkan kondisi Tia yang kubayangkan dia bisa mati kapan saja, dan juga memikirkan kinerja dan keselamatan kedua anak buahku yang sibuk menyelidiki Pak Nakamura dan tempat pemandian air panas ini. Aku tahu mereka berdua melakukan penyelidikan karena Lisa—yang menjadi partner Pande—selalu melapor perkembangan apa saja yang sudah mereka dapatkan. Informasi terbaru yang kuketahui, dikatakan mereka akhirnya menemukan seseorang yang tepat untuk diajak interogasi. Tapi saat kutanya siapa orangnya, Lisa tidak mau memberitahuku. Malah dia menasehatiku seperti nenek-nenek tua.

"Kau itu masih muda, tidak tahu apa-apa. Diluar sana penuh dengan bahaya. Sebaiknya kau bermain saja dengan boneka Barbie-mu itu."

Memang kurang ajar tuh bocah! Berani-beraninya mengata-ngataiku masih muda. Pasti dia bermaksud menyindirku. Padahal dia sendiri tahu umurku sudah tidak muda lagi. Kedua, tahu darimana dia jika diluar sana penuh dengan bahaya? Mereka sadar gak sih, jika disini aku sembari duduk melamun kayak orang gila memikirkan keselamatan mereka berdua?! Kalau mereka ditangkap dan dijadikan sandera untuk menyerahkan Pak Nakamura hidup-hidup sama anak buah si keparat Maeda Yuuji bagaimana? Ujung-ujungnya aku juga yang kerepotan! Ketiga, aku tidak ingin mengatakan hal ini tapi, hei, bocah sialan! Maksudmu boneka Barbie itu si Tia kan? Kau malah menyuruhku untuk bermain dengan Tia? Aku sih mau-mau saja tapi, kalau ceweknya lagi terkapar kayak gini gak mungkin aku bisa main sama dia kan? Gak mungkin juga aku bisa—eh, maaf-maaf! Aku insaf! Otakku sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Kuharap kalian mengerti akan kondisiku yang galau merana ini dan tidak menyebutku sebagai cowok mesum. Terima kasih.

Selain ketiga masalah yang membuatku frustasi, ada satu masalah lagi yang menimpa hidupku. Bukan-bukan! Bukan masalah gak bisa bayar uang kos. Kalau soal itu mah, saat pulang nanti aku bisa melunasi seluruh uang sewaku. Masalah ini menyangkut masa depanku yang dari awal sudah terlihat suram. Padahal sudah sejak dahulu kala aku merubah masa depanku, namun sialnya masa depanku tidak berubah sampai detik ini. Jika saja barangku yang hilang bisa ditemukan, aku berani bertaruh 35% masa depanku bisa berubah dan aku bisa memiliki keturun—
"K-Kau...? Apa itu kau?"

Tanpa sadar aku mendengar suara Tia yang berusaha memanggilku—yah, tidak dipanggil nama juga sih. Dan itu membuatku sakit hati.

"Tia! Kau sudah sadar? Kau bisa mendengarku kan?" tanyaku panik. Semua masalah yang sedari tadi kupikirkan kuhilangkan sejenak.

"Tentu...akh!"

"Woy-woy, tubuhmu masih lemah. Jangan memaksakan diri untuk bangun! Berbaring sajalah."

Kuhentikan gerakan tubuhnya secara paksa namun pelan ketika dirinya berusaha untuk bangun dari pembaringannya.

"Masalahnya aku lelah jika harus berbaring terus. Aku ingin duduk sebentar saja." pintanya lemah lembut.

Aku baru sadar jika temanku ini sudah lama kerjaannya tiduran diatas kasur, pasti tubuhnya lelah tak karuan. Awalnya aku sempat gundah gulana, tapi pada akhirnya kuijinkan Tia untuk melakukan apa yang dia mau.

"Baiklah, kau boleh duduk. Tapi senderan ya! Katakan padaku jika kau butuh sesuatu atau merasa lelah." kataku memerintah seperti seorang dokter.

Kupikir dia akan menjawab perintahku tapi ini, dia malah tersenyum manis padaku. Entah kenapa, melihat senyum manisnya itu membuatku salah tingkah.

Hampir setengah jam kami habiskan waktu hanya berdua didalam kamarnya. Bukan, woy! Aku gak ada melakukan hal yang tidak-tidak padanya! Jangan salah paham dulu! Selama setengah jam itu kami hanya mengobrol biasa sembari Tia melahap beberapa piring nasi yang sudah kusiapkan sebelumnya. Waktu acara makan-makan itu, aku tidak tahu apakah hal ini wajar atau memang dianya saja yang rakus. Karena Tia sudah makan sebanyak 7 piring nasi dalam satu hari!! Apa? Aku alay? Bagaimana aku tidak alay?! Wanita cantik dan kurus pucat seperti dia makan 7 piring nasi, woy! Kalau begitu, katakan padaku jika itu hal yang wajar mengingat sudah 3 minggu Tia tidak makan dan aku tidak akan bersikap alay lagi. Sepakat? Sepakat! (bayangkan aku dan kau, si pembaca sedang berjabat tangan).

Selain itu aku juga sempat menyuruhnya diperiksa dulu oleh dokter agar mengetahui kondisinya yang sekarang sudah makin membaik atau belum. Tapi Tia menolak dengan keras dan aku tidak memaksa kehendaknya. Karena aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri jika dirinya baik-baik saja dengan memakan 7 piring nasi.

"Terima kasih banyak sudah merawatku selama ini." ucapnya memecah keheningan.

"Ah, tidak perlu berterima kasih segala!" balasku santai. S"udah menjadi tugasku untuk merawat teman-temanku yang sedang sakit."

"Tak kusangka, kau masih memegang janji yang Bli Ngurah buat." kutatap mata sayunya berubah menjadi sendu.

"Apapun yang terjadi, kita harus menyelamatkan dan melindungi teman-teman kita! Baik itu di medan pertempuran maupun didalam kehidupan kita sehari-hari. Janji, ya!"

Karena Tia membicarakan hal itu, ingatanku malah tertuju pada kejadian di masa lalu. Bli Ngurah sudah menganggap kami—anak buahnya—sebagai seorang teman. Tidak ada status antara atasan dan bawahan diantara kami. Bli Ngurah mengajarkan kami banyak hal, termasuk soal pertemanan, saling melindungi, dan membela negara. Semua ucapannya kami ikuti karena dia adalah panutan kami. Tapi aku yang selalu dibilang oleh banyak orang sebagai tangan kanannya, sudah gagal melindungi teman-temanku. Yang tersisa hanyalah Tia seorang. Tidak ingin melanggar janjiku lagi, kubulatkan tekad dalam hati untuk tetap melindungi satu-satunya temanku apapun yang terjadi.

"Hei."

Mungkin karena ekspresiku menunjukkan raut penyesalan dan sakit hati—ini karena dirinya masih bersikukuh tidak memanggil namaku—Tia menyentuh tanganku dan membangunkanku dari dunia masa lalu.

"Huh?"

"Maaf jika perkataanku tadi—"

"Itu masa lalu." potongku cepat. Kurasakan kedua matanya terpaku menatapku. "Tidak perlu menoleh kebelakang. Tatap saja jalan yang ada didepan dan teruslah melangkah." kumengutuk diriku sendiri karena membicarakan sesuatu yang bahkan aku sendiri pun tidak mengerti.

"Lisa dan Pande sekarang ada dimana?"

"Eh?"

Ini baru benar-benar mengganti topik pembicaraan. Aku sampai gelagapan menjawabnya.

"Lisa dan Pande...dia ada di—"

"Apa mereka sedang menyelidiki Tuan Nakamura?" pertanyaannya membuat mataku melotot lebar menatapnya.

"Da-Da-Darimana kau—”

"Lisa yang menceritakannya padaku." jawabnya enteng.

"Lisa?!" beoku kaget. "Bocah sialan itu...!"

"Maaf, aku sempat menguping pembicaraan kalian." pernyataannya ini baru diluar akal sehatku.

"Tapi kau...kau tidak sadarkan diri! Bagaimana bisa kau—"

"Aku hanya mendengarnya samar-samar." Tia mulai menjelaskan semua yang dia ketahui. "Memang aku tidak sadarkan diri tapi, beberapa inderaku sudah mulai aktif sedikit demi sedikit. Terkadang aku bisa mendengar suara dan membuka mataku walau masih merem melek."

Tak lama mata kami berpandangan satu sama lain. Ditatapnya wajahku lekat-lekat seperti mencari sesuatu yang aneh di wajah tampanku ini.

"Aku bahkan tahu jika saat ini kau sedang memikirkan sesuatu."

Eh, buset nih, cewek! Dia ini peramal? Kok tahu aja aku lagi memikirkan sesuatu?

"Apa kau punya masalah?" nada bertanyanya yang lembut seperti menggelitik hatiku. Memaksa mulutku untuk berbicara jujur padanya.

"Tia, itu...”

"Masalah apa? Apakah serius? Setidaknya biarkan aku membantumu."

Sekeras apapun otakku menyuruh bibirku untuk tutup mulut, sekeras itu juga bibir ini memaksa untuk membuang suara.

"Itu, yah, sebenarnya aku memang punya masalah."

Sekarang topiknya berganti membicarakan masalah pribadiku. Kulihat mata Tia menatapku penuh dengan tanda tanya yang bejibun diatas kepalanya.

"Dan kau benar, aku punya masalah serius." jawabku tertunduk lesu. "Bahkan masa depanku dipertaruhkan disini."

"Memangnya masalah serius apa sampai masa depanmu ikut dipertaruhkan?" tanya Tia panjang lebar menunggu jawaban dariku.

"Ituku...hilang." jawabku bagai mayat hidup.

"Itumu hilang...maksudmu..."

Selama beberapa menit lamanya terjadi acara main tebak-tebakan karena tak ada satupun tebakannya yang terjawab dengan benar.

Dimulai dari...

"Alat kelaminmu hilang?"

"Alat kelaminku masih ada, woy!"


“Kalau begitu, keperjakaanmu yang hilang?"

"Aku belum pernah melakukan hubungan intim dengan seorang wanita!!"

"Kalau bukan itu, pacarmu yang hilang?"

"Nembak cewek aja belum!”

"Uangmu yang hilang?"

"Bukan."

"Hm, pekerjaanmu?"

"Aku ini pengangguran."

"Anak buahmu?"

"Aku tak peduli dengan mereka."

"Rumahmu?"

"Aku ngekos."


“Huuuhft! Sebenarnya yang hilang darimu itu ap—"

"Harusnya aku yang frustasi karena semua jawabanmu tidak ada yang benar dan ini membuang-buang waktu saja, kau tahu!!!" teriakku gila sampai urat-urat nadi disekitar leherku terlihat dengan sangat jelas.

"Kalau begitu cepat beritahu aku maksud dari pernyataan Itumu hilang itu apaan?!"

Baru kali ini kudengar suara Tia sedikit meninggi. Mungkin saking kesalnya padaku yang tidak segera memberitahukannya. Agar tidak membuatnya benar-benar kesal padaku, dengan satu tarikan napas kubeberkan semua masalah yang menyangkut masa depanku ini padanya.

"Sebenarnya, ituku yang hilang itu adalah..."

"Adalah?"

"Fotoku saat masih muda."

Hening sejenak.

Kurasakan suasana tegang dan tatapan datar dari Tia menyerangku secara bertubi-tubi.

"Lalu, masalahnya dengan masa depanmu apa?"

"Tentu saja itu masalah bagi masa depanku!"

"Memangnya apa urusannya fotomu saat masih muda dengan masa depanmu?" tanya Tia mulai terlihat sewot.

"Fotoku yang hilang itu bisa kugunakan untuk menggaet para wanita yang ingin kunikahi dan membuktikan padanya kalau dulu aku ini ganteng dan populer dikalangan banyak wanita!!"

"Dirimu yang dulu dengan yang sekarang kan berbe—"

"Karena berbeda itulah tidak ada satupun wanita yang mau mendekatiku karena sekarang wajahku ini jelek dan tidak ganteng sama sekali!!

Terbongkar sudah. Terbongkar sudah!

Rahasia yang selama ini kututup-tutupi dari banyak orang akhirnya terbongkar. Saking malunya pada diriku sendiri dan orang yang ada dihadapanku, kutundukkan kepalaku dalam-dalam. Aku tak ingin Tia melihat wajah terpuruk ala pengangguran dari orang sepertiku.

"Makin hari kita makin berubah. Umur juga makin bertambah tua. Diusiaku yang terbilang kelewatan untuk kawin ini malah tidak mendapatkan satupun seorang wanita yang bisa kuajak kawin denganku. Jangankan itu, yang mau menempel padaku saja gak ada. Bagaimana bisa aku punya keturunan jika aku tidak—"

"Aku mau."

"?!"

"Aku mau menikah denganmu."

Bohong! Dia pasti berbohong, kan?!

"Wanita didunia ini kan tidak hanya mereka saja. Aku juga ada disini." sambungnya pelan. "Tepat didepanmu."

Karena masih tidak percaya, kuberanikan diriku untuk melihatnya, menatapnya menyelidik apakah semua perkataannya hanya kebohongan semata.

Saat kulihat dirinya, kepala Tia tertunduk dalam—mungkin gantian denganku—tangannya terkepal erat diatas kedua pahanya. Sulit bagiku memastikan apakah semua ucapannya benar atau hanya kebohongan semata-mata ingin menghiburku dari keterpurukan.

"Jadi, jika kau membuka sedikit hatimu untukku, aku bisa berusaha untuk—"

"Woy-woy, Tia!" potongku cepat.

Sebenarnya sih, aku sengaja memotong pembicaraannya yang makin hari makin terdengar serius karena aku sudah mulai baper!

Jujur saja, aku tidak masalah jika sekarang aku menikah dengan Tia. Selama kami saling mencintai, punya anak dan hidup bahagia dunia akhirat itu tidak masalah buatku.

Tapi yang menjadi masalahnya sekarang adalah...memangnya dia serius ingin menikah denganku? Memangnya dia jatuh cinta padaku? Atau dia melakukan hal ini karena terpaksa? Bagaimana kalau semua ucapannya hanya kebohongan semata dan tiba-tiba dia bilang, "April Mop!", sambil memasang wajah tanpa dosa?

Eh, tapi...ini kan, bulan November. April Mop sudah lewat. Aaarrghh!! Aku benar-benar gila dibuatnya!!!

"Bagaimana dengan penyelidikan Lisa dan Pande? Apa mereka menemukan sesuatu?"

Ah, ganti topik! Tia sedang mengganti topik. Aku harus mengikuti alur permainannya!

"Yah, mereka sedang berusaha mencari informasi mengenai Pak Nakamura yang—"

"Bukankah Pak Nakamura, Bu Ratih dan Mbak Tia ada menyembunyikan sesuatu dari kita bertiga?"

Hampir saja mulutku yang ember ini membicarakan rahasia yang sangat penting jika saja perkataan Pande tidak melintas dipikiranku. Otomatis modeku seketika berubah dari yang santai-pemalas menjadi serius luar binasa.

"Tia." panggilku tajam.

"I-Iya?"

"Kali ini aku akan serius padamu."

"Ma-Maksudmu?"

"Jawab pertanyaanku sejujur-jujurnya. Jika tidak, aku akan menyumpahimu."

"Tu-Tunggu dulu!" dalam kepanikannya aku tersenyum penuh kemenangan lantaran berhasil menakut-nakutinya. Tia itu orang yang mudah percaya pada hal-hal mistis, apalagi jika menyangkut tentang sumpah serapah. Jadi, kugunakan kelemahannya untuk menggali informasi darinya.

"Kau akan mati jika tidak menjawab pertanyaanku."

"H-Hei! Tunggu dulu! Biarkan aku—"

"Sebenarnya siapa itu Nakamura Sougo?" kulihat keringat mengucur dipelipisnya saking ketakutan mendengar ancamanku.

"Apa hubungannya Nakamura Sougo dengan pemerintah Jepang, terutama dengan anak buah si keparat Maeda Yuuji itu?"

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Werewolf, Human, Vampire
3737      1149     1     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY!(username: msjung0414) 700 tahun lalu, terdapat seorang laki-laki tampan bernama Cho Kyuhyun. Ia awalnya merupakan seorang manusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis vampire cantik bernama Shaneen Lee. Tapi sayangnya mereka tidak bisa bersatu dikarenakan perbedaan klan mereka yang tidak bisa diterima oleh kerajaan vampire. Lalu dikehidupan berikutnya, Kyuhyun berub...
Arion
1012      577     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
A Story
256      205     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Persapa : Antara Cinta dan Janji
7259      1775     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Error of Love
1152      557     2     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.
Black World
1501      699     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Truth Or Dare
8064      1476     3     
Fan Fiction
Semua bermula dari sebuah permainan, jadi tidak ada salahnya jika berakhir seperti permainan. Termasuk sebuah perasaan. Jika sejak awal Yoongi tidak memainkan permainan itu, hingga saat ini sudah pasti ia tidak menyakiti perasaan seorang gadis, terlebih saat gadis itu telah mengetahui kebenarannya. Jika kebanyakan orang yang memainkan permainan ini pasti akan menjalani hubungan yang diawali de...
The Past or The Future
413      330     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Berawal dari Hujan (the story of Arumi)
1029      560     1     
Inspirational
Kisah seorang gadis bernama Arumi Paradista, menurutnya hujan itu musibah bukan anugerah. Why? Karena berawal dari hujan dia kehilangan orang yang dia sayang. Namun siapa sangka, jika berawal dari hujan dia akan menemukan pendamping hidup serta kebahagiaan dalam proses memperbaiki diri. Semua ini adalah skenario Allah yang sudah tertulis. Semua sudah diatur, kita hanya perlu mengikuti alur. ...
SATU FRASA
14007      2811     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...