Read More >>"> Panggil Namaku! (Part 6.) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Panggil Namaku!
MENU
About Us  

Sudah 3 minggu lamanya Tia terbaring di kasur tanpa membuka matanya ditemani oleh Wira yang senantiasa berada disampingnya tanpa kenal lelah. Setelah diperiksa oleh dokter, kondisi Tia dikatakan makin memburuk. Racun yang ada ditubuhnya memang sudah dikeluarkan tapi kemungkinan kecil sisa-sisa racun tersebut masih ada. Ditambah tubuh Tia yang belum bisa menerima pekerjaan berat itulah yang membuatnya ambruk dan tertidur tanpa sadar dari bulan Oktober sampai di awal bulan November.

Nakamura beserta sang istri tidak bisa membawa Tia untuk dirawat di rumah sakit di kota selain karena faktor ekonomi, tempatnya juga sangat jauh dari desa. Butuh waktu sekitar 5 jam untuk tiba disana. Belum lagi mencari transportasi umum dan lain sebagainya. Mereka khawatir faktor-faktor penghambat akan mengganggu perjalanan mereka dan makin membuat nyawa Tia terancam lantaran menunggu terlalu lama.

Disisi lain, tugas Wira dkk sudah selesai dikerjakan dengan baik bahkan mereka mendapat upah yang cukup besar. Tapi entah kenapa mereka bertiga merasa tidak terlalu senang seperti yang dibanggakan mereka tempo hari. Karena pekerjaan sudah beres, bisa saja mereka pamit untuk pulang tapi Wira, Lisa, dan Pande tidak melakukannya. Wira sempat menyarankan kedua anak buahnya untuk segera pulang duluan dengan alasan dirinya masih ada urusan disini, sedangkan alasan yang diberikannya pada pemilik pemandian air panas karena ingin merawat teman lamanya.

Pande dan Lisa juga tidak pulang karena mempunyai alasan tersendiri, dimana Pande—dibantu dengan Lisa—menyelidiki hal-hal yang mencurigakan dari Nakamura secara diam-diam. Kalau Lisa alasannya sama dengan Wira, yakni ingin merawat Tia. Alasan ini pun diterima dengan baik bahkan Nakamura beserta sang istri merasa berhutang nyawa pada mereka. Rasa curiga tidak pernah terlintas dibenak pemilik pemandian air panas ini. Jadilah untuk beberapa waktu lamanya Wira dkk tinggal di Pemandian Air Panas Nippon-Indoneshia.

Setelah acara bersih-bersih yang cukup menguras waktu dan tenaga, akhirnya pemandian air panas itu dibuka kembali. Langsung saja dihari pertama para pengunjung dari berbagai kalangan berbondong-bondong datang ke pemandian air panas ini. Karena sang pemilik sempat kewalahan, Wira dkk memutuskan untuk membantu pemilik pemandian air panas meladeni para pengunjung.

Hari pertama mereka bekerja, kinerja mereka bisa dibilang tidak terlalu buruk. Entah darimana mereka dilatih dan siapa gerangan yang melatihnya, para pengunjung cukup puas dengan pelayanan yang diberikan oleh Wira dkk. Pagi sampai siang mereka bertiga sibuk jadi pelayan di Pemandian Air Panas Nippon-Indoneshia. Sore sampai malam mereka bertiga sibuk dengan aktivitas dan tujuan mereka masing-masing. Salah satu contohnya Pande dan Lisa.

Sudah 3 minggu lamanya kedua anak buah Wira mengelilingi sekaligus menginterogasi penduduk Desa Banjar untuk mendapatkan sedikit informasi. Rupanya menjadi seorang detektif untuk memecahkan satu kasus tidaklah mudah. Di awal Pande sempat menyerah karena tidak menemukan satupun petunjuk yang mengarah kepada Nakamura. Lisa yang menjadi partner-nya berusaha mengembalikan semangat teman culunnya untuk tidak menyerah dan terus melakukan penyelidikan. Usaha Lisa memang tidak sia-sia, Pande tetap melanjutkan penyelidikan sampai akhirnya mereka berdua menyerah lantaran menghadapi seorang nenek-nenek berusia 80 tahun.

"Apa? Gesang? Kalian tidak tahu Gesang itu siapa?" tanya nenek itu dengan suara cemprengnya. "Gesang itu pencipta lagu Bengawan Solo. Kalian itu masih muda tapi gak tahu lagu daerah? Ckckck" sambung nenek itu menggelengkan kepalanya dibarengi decakan lidah yang dibuatnya. "Kalian itu...menyedihkan sekali."

"Woy! Daritadi kami tanya tentang Pak Nakamura! Bukannya si Gesang yang kami tanyain!!" teriak Pande rupanya tingkat kesabarannya sudah habis. "Nenek ini bolot ya? Sebenarnya bolot atau beneran tuli sih?!"

"Apa kau bilang?! Kamu ngatain niyang bolot ya??" balas nenek itu melotot tajam.
“Nas kleng! Giliran dihina aja, baru nih nenek denger!" umpat Pande kasar berbisik pada dirinya sendiri.

“Apa? Nas kleng?! Kamu ngatain niyang nas kleng ya??"

"E-Eh, maaf-maaf! Saya salah ngomong!" balas Pande buru-buru.

Tak lama kemudian Lisa datang entah darimana mendekati Pande dan juga nenek berusia 80 tahun itu.

Sore hari di awal bulan November, usai Pande dan Lisa bekerja, mereka memutuskan untuk pergi keluar mencari informasi terbaru lagi. Dijalan mereka bertemu dengan seorang nenek berusia 80 tahun tengah duduk dihalaman depan rumahnya sembari menikmati secangkir minuman jahe hangat. Ketika mereka mulai bertanya mengenai Nakamura dan pemandian air panasnya, nenek itu malah menjawab yang lain. Padahal volume suara sudah dibesarkan namun nenek itu masih menjawab tidak nyambung dengan pertanyaan yang diberikan oleh Pande dan Lisa. Frustasi menghadapinya, Lisa malah pergi entah kemana meninggalkan Pande sendirian menghadapi nenek-nenek berusia 80 tahun ini. Baru sekitar setengah jam Lisa kembali mendapatkan informasi terbaru.

"Pande, aku punya berita bagus!"

"Berita apa itu?" tanya Pande senang sekaligus penasaran tingkat nasional.

"Ternyata nama nenek ini adalah Niyang Ninuk. Nenek ini sudah berumur 80 tahun, lahir tahun 1885 dan juga nenek ini ternyata bolot." jelas Lisa bahagia. "Dia pasti tahu banyak tentang Jepang dan Om Nakamura jika kita—"

"Hei, bocah! Jangan sembarangan ngatain niyang bolot ya, dasar kurang ajar!" teriakan Niyang Ninuk diiringi suara cemprengnya sukses membuat telinga Lisa tuli selama 5 menit.

"Aduh, bangke nih nenek tua! Telingaku jadi tuli beneran dibikin sama—"

"Siapa yang bangke? Siapa yang nenek tua? Siapa yang membuat telingamu tuli, huh??"

"Ma-Ma-Maafkan kami! Sungguh maafkan ucapan kami tadi yang kurang ajar!" buru-buru Pande meminta maaf sekaligus membungkam mulut partner-nya agar tidak berulah kembali.

"Lisa, aku mohon! Kalau ngomong yang kasar-kasar itu jangan didepannya. Bisa bahaya nyawa kita!"

"Oh iya, aku lupa! Nenek tua bangka ini paling anti dihina. Telinganya jadi tajam kalau mendengar dirinya dihina, apalagi kalau denger ada cowok ganteng."

Pande dan Lisa mulai berbisik satu sama lain.

"Hee? Dapat info darimana?" tanya Pande linglung. "Tapi, tunggu dulu! Dari tadi kamu pergi ninggalin aku cuma buat nyari informasi tentang nenek ini aja? Gak ada cari tentang Pak Nakamura gitu?"

Pertanyaan Pande yang begitu banyak dibalas dengan cengiran lebar dari Lisa. Paham maksud cengiran lebar itu, seketika wajah Pande berubah dari mode culun menjadi mode sadis.

"Lisa! Kau ingin bagian tubuhmu yang mana untuk aku cincang terlebih dahulu?" tanya Pande dengan suara tertahan.

"Hiii!!!" jerit Lisa bergidik ketakutan.

Wajar saja jika sekarang emosi Pande meluap-luap lantaran waktu dan tenaga yang dikurasnya selama setengah jam menjadi sia-sia karena tidak mendapat satupun informasi yang berharga. Belum lagi dirinya tadi ditinggal pergi dan setelah partner-nya kembali, informasi yang didapatkannya tak kunjung berguna juga. Walau ahli dalam bela diri, Lisa tetap tidak bisa bertarung jika lawannya adalah temannya sendiri dengan mode sadis seperti itu. Bisa-bisa tubuhnya dicincang beneran.

"Pa-Pa-Pande! Dengarkan penjelasanku dulu!" jawab Lisa berusaha menenangkan temannya.

"Penjelasan apa lagi yang harus kudengar darimu, huh?" suara Pande ikut berubah mirip suara mumi yang ada di Mesir.

"Nenek tua bang—maksudku, Niyang Ninuk sudah hidup selama 80 tahun. Dia sudah melihat dan menjadi saksi atas pertumpahan darah yang sebelumnya pernah terjadi disini. Jika kita bertanya padanya, pasti kita akan mendapatkan banyak informasi tentang Om Nakamura dan—"

"Bagaimana cara mendapatkan informasinya?" sejenak Lisa berpikir sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Pande.

"Ah, cowok ganteng!" seruan Lisa membuat telinga Niyang Ninuk menajam.

"Hah? Cowok ganteng? Dimana? Dimana?" tanyanya semangat 45 sembari mengedarkan kepalanya ke sekitarnya.

Pande yang melihatnya terpana karena jebakan Lisa ternyata berhasil. Modenya pun ikut berubah dari mode sadis menjadi mode culun.

"Wah, kau hebat!"

"Hehehe!" balas Lisa bangga.

"Jadi, dimana cowok gantengnya?" pertanyaan Niyang Ninuk dibalas Lisa dengan tatapannya yang mengarah ke Pande.

Cukup lama Niyang Ninuk memperhatikan Pande, sedang yang menjadi objek merasa gugup diperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"A-A-Ada apa?" tanya Pande salah tingkah.

"Jelek." pernyataan Niyang Ninuk membangunkan semua orang dari lamunannya masing-masing. "Dia sangat jelek." tambahnya lagi.

"Memangnya aku sejelek apa sih?!" tanya Pande merasa sakit hati.

Ternyata nenek ini juga tahu mana cowok ganteng dan mana cowok jelek." Lisa ikut berkomentar pedas.

"Kenapa kau malah membelanya?!" tanya Pande makin sakit hati.

"Aku maunya cowok ganteng! Kalau tidak, aku tidak mau berurusan lagi dengan penjahat seperti kalian!" ucap Niyang Ninuk acuh tak acuh.

"Sekarang aku yakin tidak hanya telinganya saja tapi matanya juga ikut bermasalah." gumam Lisa menahan emosinya. "Masa preman begini dibilang pen—"

"Besok akan kami bawa cowok gantengnya!" balas Pande segera memotong gumaman Lisa agar lawan bicaranya yang sudah berumur tidak marah-marah lagi.

Mendengar ucapan Pande, mata Niyang Ninuk langsung berbinar tak sabar.

"Benar ya? Janji dibawa besok ya!"

"Kami janji!" jawab Pande menyudahi pembicaraan dan melangkah pergi kembali pulang ke Pemandian Air Panas Nippon-Indoneshia karena hari sudah mulai gelap.

Selama diperjalanan Lisa selalu mengomel membicarakan Niyang Ninuk tanpa henti.

"Dasar nenek tua bangka genit! Ingat-ingat umur napa! Siapa juga cowok ganteng yang mau sama dia?!"

"Tidak ada dan tidak akan pernah ada!" jawab Pande menyahuti omelan Lisa.

"Lalu, bagaimana kau akan membawa cowok ganteng yang sudah kita janjikan itu? Memangnya disini ada? Belum tentu juga orang itu mau."

"Urusan cowok ganteng serahkan saja padaku."

Mungkin telinga Lisa yang masih tuli atau dia yang salah dengar, suara Pande mendadak berubah bagai dewa kematian.

"Uh, Pande?"

"Besok kita pasti mendapatkan informasi penting dari nenek bolot itu." sambungnya tanpa menggubris panggilan Lisa.
                                   **********
Keesokan harinya, pukul 2 siang dihalaman depan rumah Niyang Ninuk.

"Benar sih, kamu bawa cowok gantengnya." kata Niyang Ninuk terdengar rancu. "Tapi..."

"Kami membawanya sesuai janji kan?" balas Pande percaya diri. Niyang Ninuk masih dengan ekspresinya yang sedikit datar, kebingungan, mata sedikit berbinar sambil menatap selembar benda berwarna hitam putih yang ada ditangannya.

"Tapi, ini hanyalah sebuah foto."

"Memang itu hanya sebuah foto. Tapi cowok yang ada di foto itu ganteng kan?" Pande berusaha mempertahankan argumennya.

Jadi, yang dia bawa itu sebuah foto, toh? Aku kira dia akan membawa cowok ganteng beneran!, batin Lisa yang berdiri disamping Pande.

"Cowok gantengku..." panggil Niyang Ninuk mulai terhipnotis akan pria yang ada didalam foto itu.

"Pande, memangnya foto siapa sih yang kau ambil?" tanya Lisa penasaran siapa gerangan didalam foto tersebut. Dengan percaya dirinya Pande menjawab rasa penasaran partner-nya.

"Fotonya Bang Wira waktu masih muda."
“Apa? Bang Wira?!”

"Wira?"

Kedua wanita itu menyebut nama Wira dengan berbagai nada. Ada yang terkejut tidak percaya dan ada juga yang asing ketika mendengar nama Wira.

“Bohong! Kau pasti berbohong!" kata Lisa matanya terbelalak kaget.

"Ya sudah, kalau tidak percaya. Lihat saja sendiri fotonya." jawab Pande santai.

Tak terima dengan respon temannya, Lisa memastikan dengan mata kepalanya sendiri apa benar cowok ganteng didalam foto itu adalah bosnya atau bukan.

Nampak didalam foto tersebut ada seorang cowok remaja tengah berdiri tegap nan gagah dibawah pohon mangga depan rumah orang lain. Selain gaya berdirinya yang tegap, tubuhnya juga tinggi, rambutnya dipotong pendek ala tentara, memakai baju kaos putih lusuh dan celana panjang tentara, dan juga memegang bambu runcing di tangan kirinya dan bendera merah putih di tangan kanannya sambil tersenyum penuh kebanggaan. Senyuman itu mirip sekali dengan senyuman Wira versi sekarang. Tapi wajah gantengnya seakan sirna ditelan umur saat Wira mulai beranjak dewasa. Lisa sampai ikut-ikutan terpana melihat bosnya versi masih muda.

“Sumpah, ganteng banget!" mata Lisa tak henti-hentinya menatap foto yang dipegang Niyang Ninuk.

"Gak apalah kalian gak bawa orangnya. Bawa fotonya saja niyang sudah bahagia." Niyang Ninuk mulai ngelantur tak jelas.

"Darimana kamu bisa dapat fotonya Bang Wira?"

"Aku ambil dari dompetnya."

Mendengar jawaban tak terduga dari temannya, seketika Lisa mengalihkan pandangannya dan menatap Pande penuh sindiran.

"Dasar pencuri!"

"Aku begini karena terpaksa, tahu!"

“Tidak apa kalau kau disebut pencuri." sambung Niyang Ninuk masih dengan dunianya sendiri. "Tidak akan ada yang menyalahkanmu."

"Iya, terkecuali kau." balas Pande datar.

Kalau boleh tahu, cowok ganteng ini siapa ya?" tanya Niyang Ninuk penasaran.

"Namanya Gede Wira Pratama." jawab Lisa yang disambung oleh Pande.

"Niyang mengenalnya?"

"Gede Wira Pratama...anak itu ya?"

Tiba-tiba tatapan Niyang Ninuk berubah sendu. Diusapnya foto Wira versi muda yang ada ditangannya. Melihat ada yang tidak beres, Pande segera mengambil kesempatan.

"Jadi benar niyang mengenalnya?"

"Siapa yang tidak mengenal sosoknya yang gagah, pemberani dan juga bertanggung jawab ini?" ucapan Niyang Ninuk malah membuat mata Pande dan Lisa terbuka lebar mendengarnya.

"Tidak mungkin...!”
"Om perjaka itu orangnya pemalas, suka ngajak ribut, dan juga sombong tingkat dewa! Mana mungkin—"

"Jadi, dia masih hidup ya?" pembicaraan mereka jadi saling balas bertanya satu dengan yang lainnya.

"Apa maksud niyang dia masih hidup?" tanya Pande tak mengerti. Tak lama, dirinya baru mengingat cerita bosnya tempo hari.

"Kalau kuingat-ingat lagi, harusnya aku sudah mati ditusuk oleh si keparat itu. Tapi anehnya, aku malah masih hidup."

"Niyang, jangan bilang..."

"Semua orang bilang, suatu mujizat bagi Gus Wira dan temannya bisa selamat dari perang saat melawan pasukan Jepang yang dipimpin oleh Maeda Yuuji waktu itu." jelas Niyang Ninuk mulai bercerita.

"Maeda Yuuji!" seru Lisa teringat sesuatu. "Tolong ceritakan pada kami mengenai Maeda Yuuji dan hubungannya dengan Bang Wira!" pinta Lisa memohon.

Niyang Ninuk sempat mengalihkan pandangannya dari foto itu ke hadapan kedua tamunya. Ditariknya napasnya dalam-dalam sebelum dirinya mulai bercerita.

"Maeda Yuuji, Komandan Perang Jepang. Dia sangat ditakuti karena pertahanan, kekuatan, dan rencananya selalu berhasil mengalahkan pihak musuh. Dia juga dijuluki sebagai Dewa Perang yang siap meluluhlantahkan musuh-musuhnya. Waktu itu, dia diperintahkan oleh Perdana Menteri Jepang, Matsudaira Ryou untuk mengambil alih kekuasaan Indonesia.
Caranya mengambil alih negara kita tidak dengan perang yang dilakukan secara brutal seperti penjajah-penjajah yang lain. Dia mulai mendekati rakyat Indonesia, mengambil simpati rakyat dan ketika rakyat jatuh ke dalam perangkapnya, barulah Maeda Yuuji menunjukkan wajah sesungguhnya kepada orang yang berani melawannya. Dia juga tidak akan segan-segan menampakkan sifat brutalnya dalam membunuh ataupun menyakiti seseorang.”

"Misalnya?" tanya Pande memotong cerita.

“Penyiksaan. Bisa juga diakhiri dengan kematian." bulu kuduk Pande dan Lisa langsung merinding mendengarnya. "Salah satu korbannya adalah aku."

"Apa?!"

Niyang Ninuk menunjukkan jari tangan kanannya pada khalayak ramai.

"Dia memotong ketiga jariku karena aku tidak becus bekerja. Untung saja aku masih diberi kesempatan untuk tetap hidup.”

"Memangnya niyang disuruh kerja apa?" tanya Pande lagi.

"Mengangkat batu bara seberat 50 kg." lanjutnya terlihat murung. "Waktu itu aku sedang sakit, jadi sebagai ganjarannya aku kehilangan ketiga jari tanganku."

"Ke-Kejamnya!" seru Lisa kaget.

"Benar-benar tidak bisa dimaafkan!" ucap Pande geram menahan amarahnya yang mulai membludak.

"Tapi tak lama, pahlawan kebanggaan kita datang!" seru Niyang Ninuk senang.

"Pahlawan..."

"Kebanggaan?" sambung Lisa dan Pande nampak bingung.

"Iya! Dia adalah Gus Ngurah Rai dan seluruh anak buahnya!"

“Bang Wira! seru kedua anak buah Wira bangga yang dibalas anggukan mantap dari Niyang Ninuk.

“Tanggal 16-17 Agustus tahun 1945 terjadi perang besar, salah satunya di kota. Dimana Maeda Yuuji berperang melawan Gus Ngurah Rai selama dua hari dua malam."

"Selama itu?" tanya Lisa gantian yang heboh.

"I Gusti Ngurah Rai berhasil membunuh Maeda Yuuji dibantu Bang Wira."

"Sepertinya kau tahu banyak ya, anak kacamata. " potong Niyang Ninuk menatap Pande nanar.

"Y-Yah, sebagai generasi muda, kami harus tahu sejarah bangsa sendiri dong! Agar pengorbanan para pahlawan tidak sia-sia dan kami bisa mewujudkan impian mereka yang sempat tertunda." balas Pande kikuk. Niyang Ninuk hanya tersenyum manis mendengar celotehan anak berkacamata didepannya.

"Baguslah Maeda Yuuji sudah mati dibunuh sama Bang Wira dan bosnya dulu. Kalau tidak, bisa-bisa orang itu yang akan mengambil al—"

"Tidak hanya itu saja."

"Eh?"

"Kudengar Maeda Yuuji diberi tugas lain, yakni membunuh seorang mata-mata Jepang yang kabur dari penjara."

"Mata-mata Jepang?" beo Lisa tak paham.

"Ada apa dengan mata-mata Jepang yang kabur itu?" tanya Pande terlihat curiga.

"Kudengar selama kepemimpinan Maeda Yuuji, ada satu mata-mata yang ditugaskan untuk mempelajari lebih dalam tentang negara kita. Termasuk mencari kelemahannya. Namun tak berselang lama, muncul kabar burung jika mata-mata Jepang ini mengkhianati negaranya sendiri dan memutuskan untuk menjadi pemberontak."

"Pemberontak?!" teriak Pande mulai kehilangan kendali. "Mata-mata Jepang itu pasti Pak Nakamura!"

"Pande!"

Lisa sebenarnya ingin membungkam mulut Pande yang kelewat ember itu, tapi langkahnya terlambat hingga membuat penyelidikan yang amat sangat rahasia ini diketahui oleh orang lain.

Niyang Ninuk tanpa sadar menjatuhkan foto yang dipegangnya lantaran terkejut mendengar ucapan Pande barusan. Untung saja dirinya tidak terkena stroke dan serangan jangtung.

"Ma-Maksudmu...Pak Nakamura...Sougo—"

"Aku jadi yakin pasti Pak Nakamura orang yang selalu dikejar-kejar oleh anak buah Maeda Yuuji."

"Tapi, kenapa niyang tidak tahu jika Om Nakamura mata-mata Jepang?" tanya Lisa memulai debat ILC pada temannya.

"Pak Nakamura tidak pernah menunjukkan wajahnya pada orang lain. Jika terpaksa pasti dilakukan dengan cara menyamar." jelas Pande layaknya detektif terkenal Sherlock Holmes.

"Lalu, bagaimana dengan tindakan anak buah Maeda Yuuji yang selalu menghancurkan pemandian air panas milik Om Nakamura? Harusnya itu mengundang kecurigaan dari penduduk Desa Banjar dong!"

"Tidak!" jawab Pande tegas. "Anak buah Maeda Yuuji melakukan penyerangan ke pemandian air panas dengan mengkambinghitamkan kesalahannya pada orang lain."

"Apa?!”

"Atau bisa juga dilakukan seakan-akan itu kesalahan yang dibuat oleh Pak Nakamura ataupun Mbak Tia yang bekerja disana." lanjut Pande lagi dengan serius. "Pak Nakamura berhasil berakting didepan seluruh penduduk Desa Banjar. Menunjukkan senyum sumringahnya, padahal nyawanya sedang terancam."

Mendengar semua penjelasan ala detektif Pande membuat mulut Lisa tertutup rapat. Dirinya tidak tahu harus berkomentar atau berbuat apa. Pande sendiri sudah kehilangan kesabaran usai mencerna fakta yang 95%-nya akurat. Tinggal 5%-nya lagi, mengetahui alasan Nakamura perihal hal ini, baru semua puzzle diotaknya menjadi lengkap dan membentuk gambaran baru.

"Berani-beraninya orang itu menipu kita!" ucap Pande wajahnya sampai memerah saking marahnya pada Nakamura. "Mbok Dek Ari pasti ikut bersekongkol juga!"

"Tidak...! Mbok Dek Ari juga..."

"Tidak akan kubiarkan dia terus mempermainkan kita!"

"Apa yang akan kalian lakukan?"

Baru saja Pande ingin melangkah pergi menuju Pemandian Air Panas Nippon-Indoneshia, dirinya terpaksa berhenti ketika mendengar suara Niyang Ninuk yang mulai berbicara setelah bungkam beberapa waktu lamanya.

"Huh?"

"Aku tanya, apa yang akan kalian lakukan setelah bertemu dengan Pak Nakamura Sougo? Kau akan meminta penjelasannya, menyiksanya lalu membunuhnya, begitu?"

"Apa kalian tidak marah padanya? Orang itu sudah membohongi kalian selama 25 tahun! Tidakkah kalian merasa—"

"Tentu kami sangat marah padanya." potong Niyang Ninuk santai. "Tapi setelah kami marah padanya, apa yang harus kami lakukan?"

Semua ucapan Niyang Ninuk membuat Pande terpukul. Pikiran logisnya sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi karena tujuannya saat ini hanya satu, memberi pelajaran pada Nakamura.

"Marah juga tidak ada gunanya karena kejadiannya sudah berlalu. Toh juga masa lalu tidak akan bisa berubah menjadi yang lebih baik berapa kalipun kita merubahnya. Itulah alasan kami tetap membiarkan kebohongan ini terus berlanjut hingga sekarang.

Maka dari itu, jadikan masa lalu sebagai pelajaran. Masa kini harus dihadapi dengan semangat dan tidak berputus asa. Masa depan barulah kita ubah agar menjadi lebih baik dari yang sebelumnya." digenggamnya tangan Lisa dan Pande erat sekaligus ditatapnya wajah muda mereka dengan penuh harapan.

"Sebagai generasi muda, kalian harus bisa merubah masa depan menjadi yang lebih baik lagi dan jangan mengecewakan kami, para pendahulu yang sudah mengorbankan nyawa untuk kalian, generasi yang akan datang."

"Niyang..."

"Niyang Ninuk, hiks!" mendengar petuah dari Niyang Ninuk membuat mereka terharu dan menjadi sadar akan kesalahan-kesalahan yang sudah mereka buat.

"Walau cara kita berbeda, entah itu dengan mengorbankan nyawa ataupun dengan pemikiran yang kritis dan juga kreatif dalam melawan negara-negara yang menjajah kita, tujuan kita tetap sama."

"Untuk Tanah Air tercinta, Indonesia!" sambung Pande mantap.

Kini emosinya yang sempat membludak sudah kembali tenang. Niyang Ninuk mengangguk mendengar ucapan anak berkacamata itu.

"Makanya, kalian jangan mudah larut dalam emosi. Pikirkan semua masalah dengan tenang, setelah itu baru diselesaikan secara musyawarah bersama. Itu adalah langkah awal para pejuang untuk menjaga dan melindungi tanah airnya agar tidak mudah tumbang oleh—"

"Kalau begitu, ijinkan aku untuk menjelaskan semuanya pada kalian."

Tiba-tiba ada suara lain yang ikut menimpali pembicaraan serius mereka. Ketika Lisa dan Pande berbalik badan, betapa terkejutnya mereka melihat seorang pria tua bermata sipit mengenakan kimono berwarna coklat tengah berdiri dibelakang mereka.

"P-Pak..."

"Nakamura..."

"Sougo..." ucap Pande, Lisa, dan Niyang Ninuk bersambungan.

Nakamura menatap mereka bertiga dengan perasaan campur aduk antara takut dan juga bersalah.

"Aku akan menjelaskan semuanya, termasuk alasanku yang dari seorang mata-mata Jepang bisa berakhir menjadi seorang pemberontak."

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Power Of Bias
1055      605     1     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...
Melawan Tuhan
2434      917     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
My Teaser Devil Prince
5564      1337     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
Finding Home
1945      914     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
Premium
Akai Ito (Complete)
5548      1261     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
Garden
4564      1476     5     
Fantasy
Suatu hari dimanapun kamu berada,selama kita menatap langit yang sama. Bolehkah aku merindukanmu?
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...
Love and your lies
4651      1146     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
Premium
The Secret Of Bond (Complete)
5500      1236     1     
Romance
Hati kami saling terikat satu sama lain meskipun tak pernah saling mengucap cinta Kami juga tak pernah berharap bahwa hubungan ini akan berhasil Kami tak ingin menyakiti siapapun Entah itu keluarga kami ataukah orang-orang lain yang menyayangi kami Bagi kami sudah cukup untuk dapat melihat satu sama lain Sudah cukup untuk bisa saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan Dan sudah cukup pul...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
7103      1817     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...