Zoella baru saja ingn menginjakan kakinya ke dalam rumahnya. Tapi, dengan jelas ia sudah mendengar suara gaduh yang berasal dari ruang keluarganya.
Orang itu pasti berulah lagi.
Dengan ragu, Zoella membuka knop pintu itu. “Assalamualaikum,” salamnya. Zoella langsung disambut dengan pemandangan barang-barang yang sudah tidak tertata rapi di tempatnya. Pantas saja pembantu pada nggak betah. Majikannya aja brutal kayak begini.
Tidak ada jawaban salam. Zoella baru saja ingin melengos pergi ke dalam kamarnya. Ia tidak mau mengurusi dua orang itu. Ia butuh istirahat. Tapi, teriakan dari sang laki-laki membuat dirinya berhenti melangkah dan menoleh.
“Pokokknya saya mau Zoella tinggal sama saya!” teriak sang laki-laki, membuat Zoella ingin menutup telinganya. Tapi, hal itu tidak dilakukan.
“Nggak bisa! Mau kasih makan apa anak itu kalau dikasih tinggal sama kamu? Ngurus diri sendiri aja nggak benar. Apalagi ngurus orang lain!” balas si perempuan yang sudah mengandungnya selama 9 bulan. Mamihnya sendiri.
“Kamu itu jadi istri nggak pernah ada benarnya ya! Omongan mu itu kayak sampah! Gak berguna!” kali ini si laki-laki—papihnya maju mendekat.
“Apa? Mau nampar saya? Ha? Silahkan! Saya nggak takut! Tampar nih tampar!” tantangnya.
Mendengar mamihnya sudah berbicara seperti itu, Zoella langsung buru-buru mendekat untuk memisahkan. Karena ia tahu, tantangan yang dilakukan oleh mamihnya pasti akan papihnya lakukan.
Dan benar saja, papihnya sudah melayangkan tangan kanannya dan—
Plak!
Papihnya berhasil menampar. Namun bukan mamihnya, melainkan Zoella.
Zoella meringis dan mengusap pipi kirinya yang sudah berubah warna. Ia menatap papihnya.
“Zoe, maafin papih Zoe, papih nggak bermaksud begitu. Papih nggak berniat untuk nampar kamu, Sayang,” papihnya berusaha memegang pipi Zoella. Namun, dengan cepat ia tepis.
“Zoella nggak bakal ikut campur kalau kalian cuma adu mulut. Tapi kalau udah adu fisik, Zoe harus ikut campur. Sebenci-bencinya Zoe sama mamih, tapi kalau mamih direndahkan, Zoe nggak terima. Karena mamih itu perempuan! Sama kayak Zoe yang butuh kasih sayang!” Jeritnya. Lalu tanpa pikir panjang Zoella pergi dari hadapan orangtuanya. Bukan ke kamar, melainkan pergi ke luar rumah entah ke mana.
“Bajingan kamu Alex! Kamu udah bikin anak saya merasakan sakit! Pergi dari sini!” teriak mamihnya Zoella. Ia sama sekali tidak mengejar Zoella, karena ia pun sama-sama merasakan capek yang luar biasa.
***
Abay, Galang, Rafa, dan Rayhan masih setia di rumah Bintang. Padahal janjinya mereka akan pulang jam 5 sore. Tapi, lihat saja, sekarang sudah pukul 7, mereka belum pulang-pulang. Bintang yang kesal pun akhirnya angkat bicara.
“Pulang kek lo pada,” celetuknya.
Yang lagi pada sibuk dengan aktivitasnya langsung berhenti dan menatap Bintang.
“Udah jam 7 malam. Lo pada bilang mau balik jam 5. Lelaki kerdus lo semua,”
“Lo ngusir kita Tang?” tanya Rayhan polos.
Bintang langsung menatap Rayhan tajam. “Lo pikir lah, udang,”
Rayhan memasang tampang kecewa. Bintang itu memang kayaknya wajib dimusnahkan deh. Sedangkan yang lain hanya terkekeh.
“Cemen banget Tang kalau kita pulang jam segini, anak bujang mah baliknya nanti tengah malam, ini mah jam-nya anak perawan,” sahut Galang membuat yang lain setuju. Tumben Galang lagi waras.
“Terus, gue peduli?” Bintang menatap teman-temannya tajam. “Enggak lah! Udah sana pulang, atau mau gue ambil rantai? Buat nyeret lo semua?” ancamnya.
Semuanya bergidik ngeri. Bintang dan pikiran psikopatnya pun menjadi. Akhirnya pun mereka semua pasrah dan pulang ke rumah masing-masing. Tapi, Abay malah mampir ke minimarket untuk membeli sesuatu. Ia lapar.
***
Waktu sudah menunjukan pukul 7 malam. Zoella masih betah duduk di depan mini market sendirian seraya melihat jalanan. Ia membuka ponselnya, tapi semuanya percuma. Tidak ada pesan dari mamih ataupun papihnya.
Peduli aja nggak. Untuk apa diharapakan?
Zoella menelungkupkan kepalanya ia memejamkan mata. Ingatannya kembali berputar ketika mengetahui fakta bahwa kedua orangtuanya akan bercerai. Zoella sungguh anak yang malang. Andaikan ia punya saudara, pasti ia akan mencurahkan semua isi hatinya. Dan andaikan ia mempunyai teman untuk berbagi cerita, pasti ia tidak akan semalang ini.
Tepukan di bahunya membuatnya tersadar dan mendongak. Baru saja ingin berbicara, namun orang itu sudah berbicara duluan.
“Lah? Elo? Ebuset, malam-malam ngapain di depan mini market? Nyari sumbangan ya?” cerocosnya membuat Zoella seketika ingin menyiram wajahnya dengam mie kuah yang baru saja ia beli.
“BB lo,” balas Zoella singkat.
Orang itu duduk di hadapannya tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Apaan tuh BB?”
“Banyak bacot.” Jawabnya dengan tatapan sinis.
Orang itu malah terkekeh. Padahal sama sekali tidak ada yang lucu. Ah, memang dasar receh. Baru saja orang itu ingin makan, ia malah mengulurkan tangan kanannya. “Gue Abay, mungkin lo lupa?”
Zoella sama sekali tidak menjabat tangan itu. Ia malah memutar bola matanya sebal. “Udah tahu,”
Abay menurunkan tangannya dan tersenyum pada Zoella. “Alhamdulillah, kirain aja gitu lo amnesia lagi,”
Zoella hanya mengedikkan bahunya. Lalu ia memalingkan padangannya dari Abay ke jalanan di sana.
Abay yang asyik makan tiba-tiba tak sengaja memperhatikan Zoella dan warna merah di pipinya. Kayaknya nggak mungkin blush on deh, masa merahnya cuma sebelah. Lagian, dia kan pake seragam sekolah. Bukan pake dress gitu.
“Lo kenapa?” seketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Abay.
Zoella menoleh pada Abay. Ia mengedikkan bahunya. “Kenapa? Nggak pa-pa tuh,”
“Lo mau kopi?” Astaga! Kenapa pertanyaan itu yang muncul, sih!
“Lo mau bayarin?” tanyanya.
Abay mengangguk cepat.
Tanpa pikir panjang Zoella masuk ke dalam mini market membuat segelas kopi di sana dan dibawa keluar lalu kembali duduk di hadapan Abay.
“Lo suka... kopi?” tanyanya heran.
Zoella mengangguk. “Aneh?”
“Enggak. Gue malah kagum. Gue kira lo nggak akan nerima tawaran gue,” ya walaupun cewek minum kopi itu emang terlihat aneh.
“Orang menawarkan itu untuk diterima,” katanya lugas.
Abay hanya manggut-manggut aja. Dan akhirnya Abay selesai makan mie kuahnya. Abay kembali menatap Zoella. “Kok lo masih pakai seragam?” tanyanya.
"Kok lo nggak ngaca?" Zoella balik bertanya.
“Ya... gue kan habis main dari rumah Bintang,”
“Oh... nggak peduli tuh,”
Abay melongo lalu menggeram seketika. Jenis manusia apa ini? Kenapa sangat menyebalkan?
“Kalau lo, kenapa?” tapi Abay harus sabar menghadapai manusia sejenis ini. Mungkin Zoella dan Serina bersekutu memiliki sifat nyebelin seperti ini.
“Mau tahu aja sih lo,” sahutnya.
Abay menghela napasnya. Kenapa sih? Abay harus berada di lingkungan perempuan yang galak-galak begini? “Ya... kali aja gitu gue bisa bantu. Gue bersedia kok jadi temen curhat lo,”
Zoella menatap Abay lalu bangkit dari tempatnya. “Nggak minat,” katanya lalu berlalu pergi dari hadapan Abay tanpa bilang terima kasih atau apapun itu.
Sial! Baru kali ini jasanya ditolak begitu saja oleh perempuan macam Zoella. Nggak tahu aja dia kalau Abay nggak kalah keren sama Bintang.
Abay sumpahin biar Zoella jatuh cinta sama dia!