Setelah selesai makan aku mau pergi menuju orang tuaku. Saat ingin beranjak pergi dari meja makan, laki-laki disampingku ini bertanya padaku
“Kau mau kemana?” tanyanya padaku
“Aku mau pergi ke tempat orang tuaku.” Jawabku dengan malas
“Sebelum ke tempat orang tua kamu, gimana kalau kita berkeliling menyapa para tamu?” ajaknya
“Aku gak mau.” Sahutku padanya
“Yak, orang-orang sudah meluangkan waktu mereka untuk datang ke acara pernikahan ini. Setidaknya kita harus menyapa atau mengucapkan terima kasih. Kalau orang-orang pada gak datang, acara ini gak bakal berlangsung.” Sahutnya lagi
“Orang gak mau juga.” Kataku dalam hati
“Ayo cepat, sebelum orang-orang pada pulang.” Ajaknya lagi
“Iya, ini juga mau jalan.” jawabku dengan terpaksa
Kami berdua berjalan berkeliling menyapa para tamu undangan yang datang dengan sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas kedatangannya. Sebenarnya aku kurang nyaman dengan suasana yang terlalu ramai apalagi harus menyapa orang-orang yang tidak aku kenal. Saat ingin menuju tamu yang lain aku mendengar seseorang memanggil Azka
“Bukankah Azka adalah nama laki-laki yang ada disampingku ini?. Siapa yang memanggil dia? Apakah temannya?” kataku di dalam hati
“Hei, ada yang memanggil kau.” Kataku memberitahunya
“Ada yang memanggilku? Aku tidak dengar, apa kau yakin?” jawabnya menanyakan lagi padaku
“Aku yakin ada yang memanggil nama kau. Bukankah nama kau Azka?” tanyaku memastikan namanya
“Apakah kau yakin namaku Azka? Bagaimana bisa kau tidak tahu nama suamimu sendiri?” jawabnya dengan suara yang terdengar sedikit kesal
“Yak, aku cuma bilang ada yang panggil kamu. Dan juga aku yakin kalau nama kamu Azka.” sahutku dengan kesal
“Apa kau akan menikah dengan seseorang tanpa mengetahui namanya terlebih dahulu? Bukankah setidaknya kau tahu namaku jika kita akan menikah?” tanyanya lagi padaku
“Mana mungkin aku mau menikah dengan seseorang jika namanya saja tidak tahu. Aku tahu nama kamu Azka, terus apa kamu juga tahu nama aku?” tanyaku padanya tentang namaku
“Tentu saja aku tahu nama kamu karena aku akan menikah dengan kamu. Nama kamu Miranda mahasiswa jurusan farmasi semester empat, benarkan?” jawabnya pada pertanyaanku
Aku hanya diam tanpa menyahutnya. Tentu saja aku tahu siapa nama laki-laki yang ada dihadapanku ini mana mungkin aku bisa melupakan namanya. Azka mahasiswa jurusan teknik informatika semester enam, ia juga berkuliah dikampus yang sama denganku.
“Kenapa diam? Apakah aku salah?” tanyanya lagi
Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda mengiyakan pertanyaannya dengan menyilangkan tanganku
“Aku yakin kamu pasti gak tahu jurusan apa dan dimana aku kuliah kan?” tanyanya lagi
“Terserah kamu mau bicara apa, tapi yang pasti sekarang aku lagi gak mau bicara sama kamu.” jawabku dengan malas
“Aneh banget nih cewek.” kata Azka sedikit berbisik
Akupun mengamati diantara para tamu untuk mencari seseorang yang tadi memanggil Azka.
“Apa aku salah dengar ya? Aku yakin tadi ada seseorang yang memanggil namanya.” kataku dalam hati sambil mengamati disekitar para tamu. Saat mencoba melihat-lihat, ada seorang perempuan mendekat kearah Azka yang berdiri tidak jauh dariku. Perempuan itu berbincang-bincang dengan Azka
“Hai Azka, apa kabar? Ya ampun, gak nyangka kamu bakal nikah secepat ini.” tanyanya pada Azka sambil memukul bahunya
“Oh hai Lisa, aku baik-baik aja. Iya nih aku juga gak nyangka bakal nikah secepat ini. Kamu juga apa kabar? Baik-baik aja kan” jawab Azka sambil tersenyum
“Iya aku baik-baik aja. Kenapa jadi cepat gini nikahnya? Setahu aku kamu mau nikah setelah lulus kuliah?” tanyanya
“Aku juga bingung kenapa.” jawab Azka menggelengkan kepala dengan tersenyum
“Tapi kamu gak terpaksakan dengan pernikahan ini?” tanyanya
“Kalau terpaksa sih enggak.” jawab Azka