Seminggu kemudian, aku masuk sekolah seperti biasa. Sebenernya tidak biasa sih karena hari ini adalah hari pertama aku memakai hijab. Aku menepati janjiku kepada keluarga dan teman-teman SMP-ku. Suasana baru dengan menggunakan hijab. Aku tidak sabar apa tanggapan Davin, apa dia cuek kepadaku seperti apa yang Dion lakukan saat hari pertama di Los Angeles? Hmm.
Pertama kali masuk kelas, semua masih melihat dengan pandangan asing kepadaku, terutama ketiga teman deketku, Daffa, Gita, dan juga mantanku, Davin. Setelah menaruh tas di tempat duduk, aku membagikan permen dan coklat ke teman-teman sekelas. Setelah itu aku memberikan kaos ke Daffa dan Gita. Masih ada satu oleh-oleh untuk satu mantanku ini, tetapi aku rasa ini akan canggung.
“Kok gua gak dikasih sih, Bu Hajjah?” pertanyaan Davin tanpa rasa canggung sekaligus meledekku.
Ya karena Davin tidak canggung, aku juga jadi tidak canggung.
“Males ah ngasih lo.”
“Ya kali dah, gitu amat sama mantan.” ledek Davin, hahaha mantan kok bangga.
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Davin.
Akhirnya aku memberikan tasnya kepada Davin. Kami berdua sama sekali tidak ada rasa canggung seperti apa yang aku alami dengan Dion waktu itu. Lega rasanya. Akhirnya dari perjuanganku yang melelahkan ini, hidupku kembali seperti semula. Hanya satu perbedaan di dunia, bukan perbedaan dunia dan akhirat. Aku berharap aku dan Dion akan langgeng sampai nanti dewasa. Aku berharap 2 setengah tahun lagi Dion benar-benar kembali ke Indonesia. Semoga aku tidak baper lagi dengan Davin karena aku sudah merasakan sakitnya suka dengan orang yang beda agama.
Aku baru sadar, mimpiku saat pertama kali Dion bilang kalau ia akan datang ke Indonesia. Tentang aku dihadapkan kepada dua jalan dan harus memilih salah satunya. Karena aku tidak tau mana jalan yang benar, aku mencoba jalan yang pertama, ternyata jalan itu bercabang. Aku harus banyak berpikir, sampai akhirnya aku mundur karena tidak ada jalan keluarnya. Lalu aku mencoba jalan yang kedua. Jalan itu berbelok-belok, tetapi hanya satu jalan, tidak bercabang. Jadi aku hanya tinggal mengikuti jalannya. Sama seperti kisah cintaku, jalan yang pertama bagaikan Davin yang tak ada jalan keluarnya selain mundur atau pindah agama, sedangkan jalan kedua adalah Dion, tetap satu jalan walaupun jalannya berbelok-belok. Benar kata Davin, aku tidak diberikan hak untuk memilih salah satunya, tetapi aku diberi kewajiban untuk menjalani keduanya.
~TAMAT~