BAB 18
***
"Lupakan aku dan anggap kita tak pernah saling mengenal."
***
"LANGIT, DENGERIN DULU!!"
Langit terus berjalan cepat tanpa menghiraukan teriakan itu. Ia sudah terlanjur marah dan sulit untuk memaafkan. Ia terus berjalan dengan siswa-siswi yang otomatis menyingkir di depannya, seolah tau jika Langit memang butuh jalan dan sangat terburu-buru untuk pulang menenangkan diri.
"LANGIT, GUE MOHON!"
Teriakan memekakkan telinga itu membuat Langit jengkel. Ia terus berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Hingga matanya tak sengaja menangkap sosok Bulan yang berjalan menuju gerbang sekolah.
Langit berlari kecil menuju Bulan. Dan...
Hap
Tangan mungil gadis itu berhasil ditangkapnya. Bulan tersentak dan melihat Langit menariknya lebih dekat.
"Kena--"
"Langit!"
Suara itu lagi.
"Berisik lo." Desis Langit pada si pemilik suara itu yang siapa lagi kalau bukam Keisha.
Bulan bingung. Alisnya bertaut heran seraya menatap Keisha dan Langit. Tangannya masoh dalam genggaman cowok itu. Malah sekarang ditarik meninggalkan Keisha yang cemberut dan menatap tajam pada Bulan. Bulan yang ditatap seperti itu hanya diam. Namun, dapat ia tangkap lirikan sinis Langit pada Keisha.
Bulan berjalan dengan Langit di sampingnya. Masih menggenggam tangannya dengan erat.
Hingga mereka berdua sampai pada sebuahh mobil milik Langit.
"Masuk."
Tanpa diperintah dua kali pun Bulan akan masuk. Ia duduk dengan kaku. Masih bingung harus berbuat apa. Di sampingnya, Langit sudah duduk tegak sambil memegang stir dengan erat. Matanya menatap tajam ke depan. Mobil mereka belum juga bergerak.
"Kenapa?" Tanya Bulan pelan.
"Gak apa-apa."
Canggung.
***
Hari-hari kian berlalu, tak ada hari tanpa teriakan Keisha yang memekakkan telinga. Walaupun, Langit telah mengusirnya dan membentaknya secara terang-terangan, hal itu tidak juga membuat Keisha berhenti.
Jujur saja, Langit sangat muak dengan hal itu. Tapi, Keisha tidak mengerti-mengerti juga.
Setidaknya detik ini, ia tidak terganggu dahulu. Keramaian kantin telah menyembunyikannya dari gadis nenek lampir itu. Bersama Bulan ia duduk berhadapan.
"Dari tadi kamu gak makan sedikitpun, mi ayamnya cuma diaduk-aduk aja." Kata Bulan heran seraya menatap Langit yang melamun. "Sebenarnya, kamu ada masalah apa?"
"Lo gak perlu tau."
Bulan menghela napas lelah. Sudah ke sekian kalinya ia bertanya. Jawaban dari Langit pun tak jauh berbeda.
"Kamu," Kata Bulan seraya menopang dagunya. "Kalau ada masalah seharusnya cerita. Biar rasanya itu enak dan plong."
"Gue gak butuh digurui." Ucap Langit datar.
"Aku gak menggurui kamu, kok." Elak Bulan. "Aku cuma pengen kamu cerita. Biar masalah kamu diselesain dengan cepat."
"Lo." Langit mengangkat pandangannya pada Bulan, menatapnya dengan dingin. "Kalo masih bacot lagi. Mending pergi aja. Gue mau sendiri."
Bulan diam. Ia menghela napas pelan. Walaupun begitu, ia tak kunjung berdiri dan pergi seperti yang Langit katakan.
"Yaudah. Aku diam aja, deh." Ucap Bulan pelan. "Tapi, makanannya jangan di--"
Brakk
Semua mata tertuju pada satu titik. Menatap heran dan bingung.
"Langit," Buka Keisha dengan suara manja yang membuat Bulan di hadapan Langit mengeraskan rahangnya tak suka.
Yah, suara itu berasal dari gebrakan yang dilakukan oleh Keisha.
Ternyata ketenangan Langit tidak bertahan lama. Keisha benar-benar tak tau diri. Langit menatap tajam pada Keisha yang dengan mudahnya menggeser Bulan ke samping, sehingga sekarang Keisha yang berhadapan dengannya.
"Langit, lo masih marah, ya sama gue?" Tanyanya dengan raut wajah sedih.
"Gue mau minta maaf. Masa, sih, gak dibolehin mulu." Lanjut cewek itu.
Langit hanya diam tak menyahut. Sedangkan, Bulan hanya memutar bola matanya malas. Walaupun di dalam hati masih bertanya-tanya masalah apakah gerangan yang terjadi di antara dua insan itu.
"Langit, gue mohon maafin." Ucap Keisha semakin memanja.
"Lo mending pergi aja, deh." Timpal Bulan tanpa menatap Keisha seraya memainkan sedotan jusnya.
Keisha menatap ke arah Bulan dengan tatapan tak suka. Lalu, kembali menatap Langit. "Kenapa lo lebih milih sama Bulan, sih?"
Langit hanya diam.
"Atau jangan-jangan," Ucapan Keisha menggantung. Lalu, seketika ia berdiri dan menggebrak meja lagi, dan menimbulkan suara kencang dan kembali menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kantin. "Bulan ya yang pengaruhin lo buat gak maafin gue!?"
Tatapan Keisha langsung beralih pada Bulan yang seketika terkejut dengan kalimat cewek itu. Apa-apaan ini? Bulan tidak tau sama sekali masalah mereka berdua, dan sekarnag dituduh yang enggak-enggak?
"Lo kan yang buat Langit gak peduli lagi sama gue?!" Bentak Keisha dengan nyaring tepat di depan wajah Bulan. "Pasti lo!"
Bulan ikut berdiri, ia tak peduli dengan berbagai macam tatapan orang lain. Ini tak bisa dibiarkan, Keisha sudah keterlaluan.
"Lo nuduh gue pengaruhin Langit?" Tanya Bulan dengan raut wajah yang tak bisa dibaca. "Heh! Gue aja gak tau masalah lo sama Langit itu apa?!"
Keisha tertawa sinis, raut wajah yang sangat ingin Bulan musnahkan.
"Jangan pura-pura gak tau deh lo!"
"Tanya Langitnya sendiri. Jangan asal nuduh orang!"
"Gue yakin--"
"STOP!" Teriak Langit yang memotong ucapan Keisha. Napasnya menderu tak beraturan. Ia muak mendengar teriakan demi teriakan.
Tatapan tajamnya beralih ke Keisha yang sekarang diam tanpa suara.
"Keisha," Mulai Langit dengan desisan dingin. Aura seram seolah keluar dari tubuhnya. Bayangkan saja, Langit yang semula diam tak memperdulikan sekitar sekarang menjadi lebih menyeramkan dengan desisan dingin. "Sudah berapa kali gue bilang, jauhin gue."
"Tapi, kan--"
"SUDAH BERAPA KALI GUE BILANG, HAH?!" Teriak Langit. Semua orang di sana terkaget-kaget dengan teriakan menggelegar itu. Termasuk Bulan yang termundur selangkah sambil mengusap dadanya."GUE UDAH CAPEK, KEI! GUE YANG PENGEN LO PERGI DAN INI BUKAN PENGARUH BULAN!"
"Lo ngerti gak, sih?" Tanya Langit lagi dengan nada lelah. "Kalo gue bilang pergi, ya, pergi. Berhenti ngejar gue. Berhenti. Anggap aja yang lalu itu gak pernah terjadi dan anggap aja kita gak pernah saling kenal."
Raut wajah lelah Langit sangat kentara. Ia langsung menghampiri Bulan dan menarik tangan cewek itu, menembus keramaian kantin. Meninggalkan Keisha sendiri dengan tangan yang terkepal erat.
Biarlah, biarlah dulu. Dia sangat lelah.
***
*Mungkin sekarang aku bakal update pendek-pendek, deh. Maaf, ya?
Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu
Comment on chapter EPILOG