BAB 16
***
"Mengenalmu adalah kesalahan terbesarku."
***
"LANG!" Teriak cewek itu sambil berlari mengejar Langit yang melangkah cepat dengan kaki jenjangnya. "LANGIT! TUNGGUIN GUE!"
Tak peduli dengan koridor yang sunyi, tak peduli dengan teriakannya yang bisa saja terdengar siswa-siswi yang melakukan kegiatan belajar. Cewek itu terus mengejar Langit yang tampak marah dan murka.
"LANGIT!"
Langkah cowok itu semakin cepat, ia menuju tangga yang mengarah ke rooftop dan menaiki anak tangga dua-dua. Hingga pintu rooftop terbuka, ia memasukinya dan berhenti tepat di depan pembatas besi setinggi perut. Tangannya bertumpu di pembatas besi itu, napasnya tersengal-sengal antara marah dan kecewa bercampur menjadi satu.
Matanya memejam meredam rasa sakit yang bergejolak di dada, terik matahari mencium kulitnya dan semakin membuat suhu hati cowok itu memanas.
"Langit..."
"Langit, dengerin penjelasan gue." Lirih cewek itu seraya berjalan mendekat.
Langit berbalik menatap cewek itu dengan tajam. "Apa lagi yang perlu lo jelasin?" Tanya Langit, ia terkekeh sinis. "Semuanya udah jelas. Lo cuma cewek yang gak tau diri, Keisha. Gue pikir, gue udah benar menaruh hati gue sama lo. Ternyata..."
"Langit--"
"Gue salah besar. Lo gak lebih dari seorang bitch."
"LANGIT!"
"APA?! GUE BENER, KAN?!" Teriak Langit murka. Rahangnya mengeras menatap Keisha yang mulai meneteskan air mata. "BUANG AIR MATA BUAYA LO ITU! GUE UDAH GAK PERCAYA SAMA LO!"
"Gue sadar, dari dulu gue emang dimainin sama lo. Dan bodohnya gue adalah... gue nganggap lo cuma terkena pengaruh selingkuhan gue, gue nganggap lo cuma khilaf."
Langit tertawa seperti orang bodoh. "Kok, khilaf sih. Selingkuh kok khilaf, hahaha." Kemudian, rahangnya kembali mengeras dan menatap mata Keisha dengan tajam. "Keisha... Keisha... gue gak nyesel nolak lo saat lo ngajak balikan."
"Langit, maafin gue." Lirih Keisha seraya berjalan mendekat. Air mata terus bergumul di ujung dan selalu siap mengalir kapan saja.
Tanpa sadar tangan Langit mengepal di kedua sisinya. Suara lembut dan bernada lemah merasuki gendang telinganya. Dan Langit sekuat jiwa menahan untuk tidak terpengaruh dengan drama Keisha.
"Berhenti, Keisha." Desis Langit dingin.
"Gue... gue tau gue salah, gue mohon kasih gue kesem--"
"Gak bakal."
Keisha semakin mendekat dan sisa tiga langkah saja untuk bisa mencapai Langit yang tanpa sedikit pun mundur, namun matanya tetap menghunus retina indah cewek itu.
"Langit, gue mohon maafin gue."
Hap
Sebuah pelukan mendarat di tubuh Langit yang tinggi. Dadanya bergemuruh hebat.
"Keisha..." Desis Langit dingin.
"Maafin gue, Lang. Gue mohon."
Langit mencoba melepas pelukan itu, tapi malah semakin mengerat. Dan Langit sama sekali tak suka.
"Lang..."
"KEISHA, LEPASIN GUE!"
"GAK! GUE GAK BAKAL LEPASIN SAMPE LO MAAFIN GUE!" Balas Keisha dan semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang Langit.
Perlahan-lahan hilang sudah kesabaran cowok itu, ia mendorong sekuat tenaga tubuh Keisha darinya dan membuat Keisha syok karena hampir saja kehilangan keseimbangannya.
"Lo gak punya kuping, ya?" Tanya Langit tajam.
"Nama lo udah gue blacklist dari tadi, termasuk wajah murahan lo itu."
Keisha tertegun dengan ucapan kasar Langit yang dingin namun mengena.
"Kalau lo berharap bisa mengisi hati gue lagi..." Langit berjalan mendekat dan tepat berhenti di hadapaan keisha yang menatapnya syok. "Mulai sekarang, lo harus ingat kalau itu cuma mimpi."
***
Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu
Comment on chapter EPILOG