Ini hari pertama kami bersekolah.
Bunda mengantar kami kesekolah dengan angkot. Kami harus berangkat kesekolah jam 06.15 karena perjalanannya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Setelah sampai di sekolah Bunda kembali pulang dan tak lupa memberikan bekal makanan dan uang saku secukupnya.
Kamipun melewati gerbang sekolah. Awalnya aku merasa canggung, kami berempat berjalan kaki menuju halaman utama sementara, anak–anak yang lain diantar menggunakan mobil-mobil mewah. Namun, mengingat nasihat Bunda kemarin bahwa tidak semua hal bisa dilihat dari harta kekayaan, cukup membuat hatiku menjadi tenang.
“Woy ... lihat ada gelandangan masuk sekolah.” Sorak seorang anak sambil menunjuk kami.
Awalnya akupun tak mengerti dan kami memilih tak acuh. Lalu kami berempat memasuki ruang kelas. Kebetulan kami semua ada di kelas yang sama. Aku mulai merasa aneh ketika anak-anak lain mulai berbisik-bisik dan menatap kami seolah kami ini aneh.
“ Tono ... apa kita ini aneh. Kenapa mereka melihat kita seperti itu??” tanyaku pada Tono yang berdiri di sampingku.
“ Mungkin mereka terpana akan ketampananku.” Kata Tono sambil tersenyum penuh percaya diri.
Kamipun menuju bangku kami yang masih kosong dan duduk. Tapi belum sempat kami duduk salah seorang anak menarik kursi Cici kebelakang sehingga Cici terjatuh.
Hahahaha.......semua anak tertawa. Fresla membantu Cici berdiri. Cici sudah hampir menangis. “Kalian semua jahat, aku bilang bu guru lho” kata Tono karena melihat Bu guru datang.
“ Bilang saja, dan lihat bu guru membela siapa.” kata anak itu membela diri.
“ Ada apa ini anak-anak.” Tanya Bu guru.
“ Ini bu, anak ini jahat. Dia membuat Cici terjatuh.” adu Tono.
Entah apa yang ibu guru fikirkan tapi dari awal feelingku sudah tidak enak. Bu guru malah terlihat menatap kami secara bergantian dengan tatapan merendahkan.
“Kalian anak beasiswa itu kan??? Lebih baik kalian tidak usah cari masalah. Atau beasiswa kalian akan dicabut. Ayo anak-anak duduk kita mulai pelajaran hari ini.” Katanya membuat kami terkejut.
Huuuuu....anak-anak yang lain menyoraki kami dan mulai duduk.
“Eh ... dengar. Ingat namaku ya, namaku Doni. Ayahku adalah pengusaha kaya di kota ini. Jadi jangan macam-macam. Lihat bu guru saja tidak berani memarahiku. Huh ... apalagi kalian.” katanya dengan sombong sambil menendang meja.
Kamipun hanya tertunduk lesu, kami tersadar sedikit demi sedikit bahwa mungkin kekuasaan itu penting disini.
Tidak ada seorang anak pun yang mau kami ajak mengobrol bersama. Akhirnya kami hanya berempat saat dikelas, istirahat bahkan sampai pulang sekolah. Semua orang menjauhi kami seolah kami ini makhluk yang menjijikkan. Dan begitulah hari pertama sekolah berakhir.
Thanks ya...atas semua masukannya...
Comment on chapter PROLOG