Loading...
Logo TinLit
Read Story - Young Marriage Survivor
MENU
About Us  

Bukan kali pertama Galih menginjakkan kaki di rumah ini. Bukan kali pertama pula Galih duduk di ruang tamu rumah Kia dan bertemu dengan orang tuanya. Namun kali ini, perasaan Galih tidak seringan waktu-waktu lalu. Semenjak Kia mengatakan kepadanya bahwa respon orang tua Kia seolah menolak rencana keduanya, otaknya berusaha berpikir keras untuk menyelesaikan masalah ini. Galih juga memantapkan hatinya karena mungkin segala sesuatu bisa saja terjadi. Termasuk kemungkinan terburuk.

Galih menekan tombol bel yang ada di depan pagar rumah Kia dengan perasaan gentar yang mati-matian ia sembunyikan. Tak lama pintu terbuka, keluarlah sosok Salim yang datang menghampiri Galih.

“Masuk, Gal!” sapa Salim ketika melihat wajah Galih di balik pintu pagarnya. Salim sedikit tersanjung dengan nyali pemuda itu. Pemuda berusia belasan sudah berani menghadap ayah seorang gadis untuk meminta restu. Galih memang bukan lelaki pada umumnya.

“Iya, Om.” Galih melangkahkan kakinya untuk masuk rumah kekasihnya. Ia berusaha melangkahkan kaki dengan mantap untuk menunjukkan tekadnya yang kuat.

 “Sebentar, ya. Kamu duduk aja dulu!”

Salim berjalan melewati sekat yang memisahkan ruang tamu dengan bagian rumah lainnya. Galih duduk dengan posisi sesopan mungkin. Ruang tamu ini masih sama namun dengan suasana dan atmosfir yang berbeda. Galih tidak akan pernah melupakan sensasi yang ia rasakan sekarang.

Tak lama kemudian, Salim kembali ke ruang tengah diikuti anggota keluarga yang lain yaitu Kia dan ibunya. Mereka duduk dengan posisi orang tua Kia di hadapan Galih, sedangkan Kia mendampingi di sampingnya.

“Kamu pasti sudah diberitahu Kia alasan Om mengundang kamu ke mari, kan?” ucap Salim membuka pembicaraan mereka.

“Sudah, Om. Kia sudah menyampaikan pesan ke saya beberapa hari lalu.”

“Om sama Tante ini kaget waktu Kia tiba-tiba bilang mau nikah sama kamu. Kamu serius mau nikah sama Kia?”

Meskipun suara Ayah Kia terkesan ramah, namun Galih bisa merasakan bahwa ini hanyalah lontaran peluru pemanasan sebelum peluru-peluru jitu lainnya dilemparkan kepadanya.

“Iya, Om. Saya serius untuk menikahi Kia,” jawab Galih seyakin mungkin.

“Kamu sudah diizinkan sama orang tuamu?”

Galih mengangguk. “Papa saya sudah ngasih izin, Om. Awalnya papa sempat ragu sama saya, tapi ketika saya menyanggupi persyaratannya papa akhirnya setuju.”

“Mama kamu gimana?” Kali ini giliran Laksmi yang melontarkan pertanyaan.

“Saya belum bicara sama mama, Tante. Tapi kalau papa saya bilang iya, biasanya mama juga ikut setuju.”

Salim mengangguk-angguk mendengar jawaban yang diberikan Galih. Galih tidak tahu pasti arti dibalik anggukan itu.

“Apa syarat dari papamu?” tanya Salim kemudian.

“Meskipun menikah, saya tetap harus menyelesaikan kuliah saya dan bisa bertanggung jawab segala kebutuhan Kia baik secara materi maupun non-materi.”

Hening sejenak. Galih memberanikan diri melihat raut muka Salim. Pria paruh baya itu sedikit menelengkan kepalanya dengan mulut tertutup rapat.

“Yakin kamu sanggup memenuhi syarat papamu?”

Galih menganggukkan kepala mantap. “Saya yakin, Om. Insyaallah, saya akan benar-benar memenuhi janji saya.”

“Memang penghasilanmu berapa kok sampai yakin begitu?”

“Sembari kuliah saya juga ambil kerjaan lepas, Om. Saya mengajar privat, jadi asdos, juga bisnis online. Saya sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup saya, kemungkinan besar saya juga bisa memenuhi kebutuhan kami berdua setelah menikah kelak.”

Salim kembali mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian melemparkan tatapan kepada istrinya. Laksmi hanya diam dan tidak membalas tatapan suaminya. Terlihat jelas di wajah Laksmi bahwa ia masih belum setuju dengan keinginan kedua muda-mudi di hadapannya untuk menikah.

“Wah... kamu sibuk sekali berarti, ya? Kalau kamu sibuk begitu, kenapa kamu mau menikahi Kia? Bukannya lebih baik kamu urus semua kesibukanmu itu? Beberapa tahun kemudian kamu bisa kembali lagi untuk melamar Kia,” ucap Salim.

Galih sadar jika Salim mulai sedikit mendorongnya untuk mengubah keputusannya untuk menikahi Kia dalam waktu dekat. Atau bisa jadi ucapan barusan adalah penolakan halus dari Salim selaku ayah Kia. Galih merapalkan doa dengan sungguh-sungguh sebelum kembali meyakinkan calon mertuanya.

“Niat saya menikahi Kia tulus, Om. Saya sudah empat tahun berpacaran dengan Kia. Saya rasa empat tahun sudah cukup lama untuk meyakinkan diri bahwa Kia adalah gadis yang tepat untuk mendampingi saya. Saya rasa sekarang juga saat yang tepat mengambil keputusan untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Niat saya menikahi Kia sudah terpikir sejak hampir setahun lalu ketika saya sadar bahwa semakin lama kami berpacaran tidak akan membuat hubungan kami semakin baik.”

“Jadi kamu menikahi Kia karena dikejar waktu?” tembak Salim.

Galih mencoba menjawab dengan setenang dan seyakin mungkin. “Sama sekali bukan, Om. Saya berniat menikahi Kia supaya saya bisa bertanggung jawab sepenuhnya kepada Kia. Bukan hanya pacar yang sekedar senang-senang dan teman ngobrol saja.”

Laksmi terlihat menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sedangkan Salim menghela napasnya. Ia butuh berpikir sejenak untuk membuat pemuda ini sedikit mengubah keputusannya.

“Om sebenarnya juga ingin kalian langgeng. Om juga tidak keberatan punya mantu seperti kamu, Gal. Tapi usia kalian masih belasan. Om berharap kamu bisa menundanya sampai Kia lulus kuliah. Cuma empat tahun, Gal. Tanggung jawab kuliah dan pekerjaanmu sudah cukup banyak. Om tidak yakin kamu bisa menambah tanggung jawabmu sebagai suami.”

“Om, sebenarnya saya sudah membicarakan ini dengan Kia. Kia pun sebenarnya sudah saya beri dua pilihan, menikah dengan saya atau saya akan melepas Kia. Saya memberikan kedua pilihan itu karena saya sudah benar-benar memikirkan dengan matang konsekuensi dari keduanya. Saya siap menambah amanah di pundak saya sekaligus juga siap patah hati. Dua-duanya punya konsekuensi yang berat untuk saya. Namun baik saya dan Kia, ketika dihadapkan pada kedua piihan itu kami memlih pilihan yang pertama,” jawab Galih tak gentar.

Suasana menjadi hening. Tak ada yang bersuara, maupun menggerakkan anggota tubuhnya. Mereka dihadapkan pada jalan buntu.

“Ya sudah, kamu nikmati dulu minuman dama camilannya. Om dan Tante mau bicara dulu di dalam.”

Setelah kedua orang tuanya masuk ke dalam, Kia langsung melayangkan perhatiannya kepada Galih. Lelaki itu tampak baik-baik saja meskipun dihadapkan pada pertanyaan dan pernyataan yang sulit. Berbeda dengannya, meskipun sedari tadi gadis itu hanya diam dan menyimak namun tangannya dingin dan mukanya pucat.

“Gimana kalau gak dapat restu?” cicit Kia dengan wajah resah.

Galih melemparkan senyum untuk menenangkan Kia. “Aku akan coba usaha meluluhka hati orang tuamu sampai kamu diterima kuliah.”

“Kalau setelah itu masih belum direstui?”

Galih hanya mengendikkan kedua bahunya. “Mungkin waktunya belum tepat, Kia. Atau mungkin kita memang belum berjodoh,” jawabnya. Meskipun Galih berusaha menjawab dengan nada secuek mungkin, Kia tahu di dalam otak lelaki itu berkelibat banyak sekali pikiran.

“Tolong perjuangin aku ya, Mas,” pinta Kia dengan wajah memelas.

Dan Galih pun tersenyum samar sembari menganggukkan kepalanya.

 

-T B C-

 

Halo, teman-teman!

Sebelumnya selamat hari raya Idul Fitri! Taqabbalallahu minna wa minkum 

Buat ciwi-ciwi, ngiri gak nih sama Kia yang belum lulus SMA aja udah ada yang ngelamar? Tapi kalau yang ngelamar seusia Galih gimana? Semoga betah mantengin cerita ini yaaa :)

 

Pasuruan, 23 Juni 2018

 

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • orenjiflower

    Hai @reik
    Aku gatau kenapa chapternya bisa kosong, padahal statusnya terpublish dan di draftnya ada isinya :(
    Maaf atas ketidaknyamanannya, barusan aku publish ulang dan setelah aku cek isinya udah ada.
    Happy reading :)

    Comment on chapter [1] Bu, Aku Mau Menikah
  • reik

    Chapter 2 nya kosong ya?

    Comment on chapter [1] Bu, Aku Mau Menikah
Similar Tags
Meta(for)Mosis
11303      2351     4     
Romance
"Kenalilah makna sejati dalam dirimu sendiri dan engkau tidak akan binasa. Akal budi adalah cakrawala dan mercusuar adalah kebenaranmu...." penggalan kata yang dilontarkan oleh Kahlil Gibran, menjadi moto hidup Meta, gadis yang mencari jati dirinya. Meta terkenal sebagai gadis yang baik, berprestasi, dan berasal dari kalangan menengah keatas. Namun beberapa hal mengubahnya menjadi buru...
If Is Not You
10757      2209     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Intuisi
4052      1254     10     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Mata Senja
684      463     0     
Romance
"Hanya Dengan Melihat Senja Bersamamu, Membuat Pemandangan Yang Terlihat Biasa Menjadi Berbeda" Fajar dialah namaku, setelah lulus smp Fajar diperintahkan orangtua kebandung untuk pendidikan nya, hingga suatu hari Fajar menemukan pemandangan yang luarbiasa hingga dia takjub dan terpaku melihatnya yaitu senja. Setiap hari Fajar naik ke bukit yang biasa ia melihat senja hingga dia merasa...
ALACE ; life is too bad for us
1054      640     5     
Short Story
Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Namun itu semua memang sudah terjadi
Flower
315      267     0     
Fantasy
Hana, remaja tujuh belas tahun yang terjebak dalam terowongan waktu. Gelap dan dalam keadaan ketakutan dia bertemu dengan Azra, lelaki misterius yang tampan. Pertemuannya dengan Azra ternyata membawanya pada sebuah petualangan yang mempertaruhkan kehidupan manusia bumi di masa depan.
Ansos and Kokuhaku
3517      1142     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Tentang Hati Yang Patah
517      382     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
Let Me Go
2687      1122     3     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
Catatan 19 September
26925      3503     6     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...