Read More >>"> When You're Here (EMPAT - Jangan Terlalu Berharap) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When You're Here
MENU
About Us  

Bunyi lonceng terdengar dengan jelas ketika pintu kafe dibuka. Suasana yang tidak pernah berubah dari hari ke hari. Aroma roti yang selalu membuat napsu makan tergugah, ditambah wangi aroma terapi lavender yang membuat siapa pun akan nyaman berlama-lama di dalam tempat tersebut.

Gamaliel sengaja memilih meja dekat jendela yang mengarah ke bagian belakang halaman. Dapat terlihat bahwa taman berukuran kecil itu begitu indah, dihiasi dengan berbagai jenis bunga dan beberapa mainan anak-anak. Tempat itu memang sengaja diperuntukkan bagi para orang tua yang membawa anaknya.

Senyumnya terukir usai memesan dua buah sandwich dan milkshake cokelat. Sementara, Allona masih diam saja.

“Allona, jadi aku mau minta bantuan kamu untuk mendokumentasikan kegiatan olimpiade, seperti yang kubilang tadi,” ujar Gamaliel.

“Eh?” Gadis itu tersadar dari lamunannya. “Iya, Kak. Boleh? Jadi ada yang harus kusiapin sebelumnya?”

“Siapkan diri, kamera, dan waktu aja.” Gamaliel tertawa kecil. “Sebenarnya aku mau lihat hasil jepretanmu juga sih.”

Allona dengan cepat merogoh ponsel di dalam tasnya. “Bisa, Kak. Banyak foto-foto dari kamera yang udah aku pindah ke handphone. Sebentar ya.”

Tangan seseorang yang duduk di hadapannya tiba-tiba menurunkan benda persegi panjang yang menyita perhatian Allona. Kini bukan lagi potret-potret pemandangan yang dilihatnya, melainkan wajah lelaki yang berapa lama ini membuat Allona tersenyum tiap kali membayangkannya.

“Lihat langsung.” Fokus Gamaliel sempat terusik ketika pelayan datang membawakan pesanannya, tapi ia masih melanjutkan kalimatnya yang belum tuntas. “Kita hunting foto, gimana? Ada banyak tempat bagus di Bogor.”

Hunting foto? Berdua? Pendengaranku masih normal, ‘kan?

Alih-alih heran mendengar ajakan Gamaliel yang entah benar tidaknya, Allona mengambil sepotong sandwich berisi daging asap kemudian melahapnya. Sadar akan makanan yang sudah tersaji di hadapannya, Gamaliel pun mengangguk dan menepuk dahinya.

“Kamu lapar? Makan dulu deh. Selamat makan ya.” Gamaliel mengangkat gelas di depannya kemudian menyedot milkshake-nya terlebih dahulu sebelum mulai makan.

Makan bisa membuat semua orang diam, termasuk orang bawel sekalipun. Pernyataan itu benar. Suasana di antara keduanya diam, bahkan lebih terlihat canggung. Gamaliel memang tidak suka banyak berbicara kalau itu bukan waktu yang tepat. Allona? Jika berkumpul dengan Jefri dan Clara, pasti sudah habis berapa topik pembicaraan olehnya. Namun, kali ini ia diam karena kikuk dengan keadaan yang menjebaknya bersama Gamaliel.

Apa yang sempat dibayangkannya ternyata berbeda dengan kenyataan. Kali ini Allona tidak ingin membuat waktu berhenti. Ia lebih memilih untuk mempercepat waktu supaya pertemuannya dengan Gamaliel dan segala kecangungan itu segera berakhir.

Setengah jam cukup bagi Allona untuk berdiam diri dan menghabiskan seluruh santapannya. Ia melirik jam tangannya. Pukul tiga sore. Ia bahkan lupa mengabari bundanya kalau akan pulang terlambat.

“Kak Gamal, kayaknya aku harus pulang. Udah sore, takut dicari sama Bunda.”

“Tapi hunting fotonya jadi ya? Besok libur dan kurasa itu waktu yang pas. Aku jemput ke rumahmu, kirimkan aja alamat rumahmu ya.”

Padahal aku udah mau pulang dan menghindari pembicaraan ini. “Iya, Kak. Nanti aku SMS.” Allona bangkit dari kursi dan hendak pergi dari sana.

“Tunggu,” ujar Gamaliel, menghentikan gerakan Allona, “kamu mau ke mana? Aku yang bawa kamu ke sini, aku juga yang antar kamu pulang. Tadi Mose juga udah nitip ke aku.”

Mose lagi. Ck.

“Tapi aku ngga langsung ke rumah, Kak, harus balik ke sekolah dulu. Ada yang ketinggalan di kelas.”

“Kalau gitu, bareng aja. Aku juga mau menjemput Vanya di sekolah.”

Maksud hati ingin menghindar, tapi Gamaliel sama sekali tak mengizinkannya. Keduanya pergi dari kafe setelah lelaki itu membayar pesanannya di kasir.

 

***

 

Motor matic berwarna hitam sudah terparkir di parkiran motor SMA Cendrawasih Bogor. Allona turun dari motor dan bergegas pamit untuk pergi lebih dulu. Setelah ia meminta kakaknya untuk menjemputnya di sekolah, Allona harus buru-buru ke kelasnya untuk mengambil barang yang tertinggal.

“Kak Gamal, aku duluan ya. Harus cepat-cepat. Terima kasih banyak traktirannya.” Allona menunduk kemudian tersenyum dan berlari meninggalkan Gamaliel.

Kelas Allona terletak cukup jauh dari gerbang sekolah, terlebih ia juga harus menaiki tangga karena kelasnya yang terletak di lantai dua. Sepanjang perjalanan, gadis itu hanya memarahi dirinya sendiri yang bahkan tak mengerti bagaimana caranya memanfaatkan keadaan.

Harusnya ia senang akan kemajuan yang diperolehnya, bukan? Baginya, mengagumi dari jauh malah lebih enak. Lebih nyaman, lebih leluasa.

“Jangan berpikir kejauhan Allona. Baru pertama kali ngobrol berdua. Wajar. Oke.” Allona menenangkan dirinya. “Sekarang waktunya ambil tempat pensilmu dan langsung pulang.”

Mata Allona mendapati pintu kelasnya yang masih terbuka. Ia segera mempercepat langkah kakinya. Kotak pensil berbahan kain itu sudah berada di tangannya dan berpindah ke dalam ransel ungu miliknya.

“Na, aku udah di depan,” kata Allona sambil membaca pesan yang baru saja diterimanya dari kontak bernama Kak Sarah. “Eh? Kak Sarah cepat juga sampainya.”

Kakinya berlari menuruni anak tangga. Matanya sudah menangkap perawakan Sarah di depan gerbang sekolah, tapi ada satu lagi yang berhasil mencuri perhatian Allona. Gamaliel masih berada di tempat parkir. Namun, ia tidak sendiri. Tentu kali ini bersama kekasihnya, Vanya, yang baru selesai mengikuti pelajaran tambahan.

Layaknya seorang mata-mata, Allona justru memilih untuk bersembunyi di balik pohon ketimbang menghampiri Sarah yang sudah menunggunya. Jaraknya yang cukup jauh membuat Allona tidak mampu mendengar percakapan mereka.

Berdasarkan yang dilihatnya, Gamaliel hanya menyodorkan segelas plastik milkshake stroberi yang dibelinya saat bersama Allona di kafe tadi. Raut wajah bahagia juga terlihat dari muka Vanya. Bahagia yang begitu sederhana. Dan lagi, pemandangan Vanya bermanja-manja dengan Gamaliel tak pernah ada habisnya. Sampai geli sendiri Allona kalau melihat adegan itu.

Sesekali Gamaliel mengusap lembut rambut Vanya ketika gadis itu sedang menikmati minumannya. Allona tahu dirinya tak bisa berbuat apa-apa, selain menonton adegan manis keduanya. Ia pun berjalan menuju gerbang dengan tangan yang menutupi kepalanya. Berharap Gamaliel atau Vanya tak melihatnya.

“Kamu lama deh, Na.” Sarah mengeluh dari atas jok motornya. “Ayo pulang, dari tadi Bunda nanyain kamu terus. Makanya kalau pulang telat itu, kasih kabar dong.”

“Iya, lupa, Kak. Maaf ya, kakakku yang cantik,” rayu Allona sambil mengambil helm yang tersampir di kaca spion.

“Giliran kayak gini, baru merayu. Huh!”

“Kalo Kak Sarah ngedumel terus, nanti makin lama pulangnya loh. Aku udah naik ke atas motor loh ini.”

Sarah berdecak kemudian menyalakan mesin motornya. Sekolah dan rumahnya tak begitu jauh. Dalam waktu lima belas menit, motor itu sampai di depan rumah tingkat dua berwarna putih. Dilihatnya dari atas motor, bundanya sedang menyirami tanaman yang ada di halaman rumah.

Allona segera turun dan berlari menghampiri bundanya, tak peduli meski Sarah berulang kali memanggil namanya untuk membantu memasukkan motor ke dalam garasi.

“Bunda!” panggil Allona sambil memeluk dari belakang.

Bahu Bunda sempat naik karena terkejut dengan keberadaan Allona. Namun, ia segera meletakkan selang air itu di atas rumput kemudian berbalik untuk melihat anak gadisnya. Allona mencium tangan Bunda dan kedua pipinya. Memang begitu rutinitas yang Allona lakukan sebelum atau sesudah bepergian.

“Maaf, Bun. Allona lupa kasih kabar kalau pulang telat.”

“Ya sudah, tidak apa-apa. Yang penting sekarang kamu sudah pulang.” Jemari Bunda mendarat ke kedua sudut bibir Allona. Menariknya ke atas supaya wajah Allona tidak lagi terlihat sedih karena merasa bersalah.

“Bunda sudah buatkan kamu makanan. Makan dulu di dalam sama Kak Sarah ya, nanti Bunda menyusul.”

“Siap! Makasih, Bunda.”

Masakan Bunda emang moodbooster banget! Kakinya berlari kecil sambil bersenandung melewati Sarah yang baru selesai memarkirkan motornya di garasi. Allona merangkul Sarah untuk ikut masuk ke rumah bersamanya. Ekspresi kebingungan Sarah berhasil ditangkap oleh Bunda, tapi wanita itu hanya menggeleng sambil tersenyum. Hal yang membuat Sarah semakin bingung dan pasrah mengikuti gerakan kaki adiknya.

Keduanya sampai di meja makan. Dibukanya tudung saji yang menyembunyikan berbagai jenis masakan enak di bawahnya. Sayur bayam, ayam goreng, serta satu teko berisi teh manis sudah tersaji di atas meja. Menu kesukaan Allona.

Tanpa pikir panjang, ia langsung meraih piring dan mengambil nasi juga lauknya. Sarah pun ikut menarik sebuah kursi di sampingnya. Gadis itu hanya menggeleng melihat kelakuan adiknya.

“Anak cewek itu kalau pulang sekolah ya bebersih badan dulu. Mandi kek, ganti baju kek. Ini malah langsung makan aja,” ledek Sarah sembari mengambil makanan yang ada di hadapannya.

“Biarin. Bunda juga nyuruh aku makan dulu kok,” balas Allona sambil menjulurkan lidahnya. “Kak, aku mau nanya dong.”

“Nanya apa? Aku jawab, tapi jangan aneh-aneh.”

“Pertama kali Kak Sarah sama Kak Jodi jadian ....” Allona memutus kalimatnya di pertengahan. Wajahnya memerah dan hal itu juga terlanjur disadari oleh Sarah sejak Allona menyebut namanya. “Gimana?”

“Hah?” Sarah tersedak mendengar kalimat lanjutan dari Allona. Sebelumnya ia menantikan apa yang hendak ditanya oleh Allona sampai-sampai berhenti mengunyah makanannya terlebih dulu. Namun, pertanyaan itu justru membuatnya tertegun.

“Kamu naksir cowok?” tanya Sarah terang-terangan.

Allona menggeleng. Namun, sorot matanya tidak dapat berbohong. Begitu pula dengan semu merah yang menyambar di wajahnya.

“Bun! Bunda! Allona lagi suka sama cowok!” Bukannya diam, Sarah justru iseng meledek Allona yang sedang kasmaran dengan mengadukannya pada Bunda.

Mendengar itu, Allona yang tadinya menunduk pun mau tak mau menoleh ke arah Sarah. Ia memukul-mukul lengan kakaknya supaya Sarah mau tutup mulut.

“Ngga, Bun. Ngga usah dengar ucapannya Kak Sarah!” teriak Allona tak kalah kencang.

“Tapi benar, ‘kan?” Sarah menaik-turunkan kedua alisnya. Senyumnya meledek Allona. Kali ini, suaranya lebih pelan.

“Habiskan makananmu dulu. Kita bahas ini di kamar. Rahasia perempuan,” ucap Sarah sambil menyenggol bahu Allona.

Malunya bukan kepalang. Allona menunduk sepanjang ia makan. Sudah terlanjur terucap, mau bagaimana lagi? Lagi pula kalau bukan Sarah, dari siapa lagi ia bisa belajar memahami cinta?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Guguran Daun di atas Pusara
433      291     1     
Short Story
From Ace Heart Soul
542      318     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Daniel : A Ruineed Soul
528      300     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2016      816     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
Cinta dan Benci
4051      1213     2     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
ALIF
1182      555     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Moira
22123      2003     5     
Romance
Diana adalah seorang ratu yang tidak dicintai rajanya sendiri, Lucas Jours Houston, raja ketiga belas Kerajaan Xavier. Ia dijodohkan karena pengaruh keluarganya dalam bidang pertanian dan batu bara terhadap perekonomian Kerajaan Xavier. Sayangnya, Lucas sudah memiliki dambaan hati, Cecilia Barton, teman masa kecilnya sekaligus salah satu keluarga Barton yang terkenal loyal terhadap Kerajaan Xavie...
Loker Cantik
492      370     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
Two Good Men
512      353     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
Unending Love (End)
14836      2007     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...