Read More >>"> Aranka (4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aranka
MENU
About Us  

ARANKA (4)

 

Sebelum Aland benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, ia berbalik badan, wajahnya datar tanpa ekspresi. Menatap wajah pria, yang masih terlihat tampan walaupun sudah menginjak usia 45 tahun, dengan tajam. Pria yang dulunya menjadi seorang pahlawan bagi Aland Aranka. 

"Untuk dirimu yang masih kupanggil ayah, ku harap kau sadar siapa yang seharusnya kau temui jika berkunjung ke sini." Setelah berucap seperti itu, Aland langsung meninggalkan ruangan tersebut, menghiraukan tatapan penuh pertanyaan dari kakek dan calon mertuanya.

Langit seperti mendapatkan tamparan secara tidak langsung dari putranya. Kalimatnya memang singkat tetapi mampu menghantam batinnya dengan kuat. Ia memejamkan matanya sejenak, mencoba mengendalikan kesedihan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. 

Demi Tuhan, sebenarnya Langit ingin menemui wanita itu, tetapi entah mengapa ia tidak mempunyai keberanian sama sekali. Kabut penyesalan yang tebal masih menyelimuti hatinya. Tidak sanggup rasanya melihat kehancuran dan luka di mata wanita yang sampai sekarang masih menjadi ratu di hatinya, apalagi ketika mengingat semua itu akibat ulah bodoh dirinya.

.

 

Aland melangkah menuju kamar wanita tercintanya. Ia merasa sangat rindu dengannya. Lebih baik ia menemui wanita itu dari pada berada di ruangan tadi. Ia takut rasa sakit hatinya pada sang ayah akan terus bertambah karena melihat wajah sang ayah yang tidak menampilkan rasa bersalah sedikit pun, apalagi ia harus mendengarkan rencana perjodohan yang menurutnya sangat konyol. Bisa-bisa sikap temperamentalnya itu keluar dan membuat semuanya semakin rumit.

Aland langsung membuka pintu putih di hadapannya tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Saat ia melangkah masuk, pandangannya langsung terkunci pada wanita, yang seperti biasa, duduk di depan jendela kaca yang menghadap ke arah taman bunga mansion, pandangannya kosong. 

Lidah Aland mendadak kaku. Ia tidak sanggup berkata apapun. Emosi yang tadinya meluap-luap mendadak padam, digantikan oleh rasa sesak yang menyekik di ulu hatinya. 

Selalu seperti ini. Ia merasa sangat lemah bila melihat kondisi wanita tercintanya yang sungguh miris. Ia berjalan mendekati wanita itu lalu duduk di sampingnya.

"Apa kabar Bunda? Maaf, Aland jarang menemui Bunda..." Ucap Aland sambil membelai lembut rambut wanita yang ia panggil dengan sebutan 'Bunda'.

Sang Bunda tidak merespon sama sekali. Jangankan membalas perkataannya, melirik dirinya saja pun tidak. 

Inilah yang membuat Aland jarang menemui sang bunda. Hatinya terlalu sakit melihat kondisi wanita itu. Ia sangat rindu dipeluk oleh wanita itu, rindu akan tatapan keibuan yang memancar dari mata hijau-kecoklatannya. 

Aland tersenyum pahit. Ia bangkit dari duduknya, mengusap pelan rambut wanita itu, mengecup keningnya dengan lembut, dan kemudian melangkah keluar. Tidak sanggup rasanya ia berlama-lama di situ. 

Tepat saat Aland keluar dari kamar sang Bunda, seorang pelayan datang menghampirinya.

"Maaf Tuan Muda... Tuan Langit, Tuan Xavier, dan Tuan Bagaskara akan pergi. Mereka mencari Tuan..." Ucap sang pelayan.

"Bilang saja saya sibuk." Jawab Aland singkat, kemudian segera berlalu.

Aland memasuki sebuah ruangan berinterior elegan dan dominan berwarna hitam. Ruangan itu adalah ruangan pribadi miliknya, ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun kecuali dirinya, tempat di mana ia bisa menghabiskan waktu selama berjam-jam. Ia menjadikan tempat itu sebagai ruang kerjanya. 

Memang, ia memiliki ruang kerja pribadi bukan hanya di mansion itu, namun juga di beberapa perusahaan milik Aranka yang tersebar di berbagai negara. Walaupun ia belum memimpin perusahaan Aranka, kakeknya sudah memberikan beberapa fasilitas perusahaan untuknya serta berkas-berkas penting milik perusahaan untuk ia pelajari lebih dalam. 

Terkadang ia juga ditugaskan membuat materi rapat. Tentunya Aland juga ikut serta dalam rapat tersebut, yang dihadiri para investor asing dari berbagai negara, sehingga tidak heran namanya sudah sangat terkenal di dunia bisnis internasional walaupun usianya yang terbilang masih sangat muda, bahkan di saat ia belum menduduki jabatan CEO. 

Jangan ditanya mengapa Aland bisa dengan mudah melakukan semua itu. Tentu saja karena kecerdasan yang ia miliki. Kecerdasannya inilah yang membuat sang kakek tidak pernah ragu untuk mengangkatnya menjadi pewaris tunggal seluruh kekayaan keluarga Aranka nanti. 

Tidak lama lagi, dirinya akan menggantikan sang Ayah untuk menduduki kursi pewaris tunggal, sekaligus tanggal pernikahannya. Ini adalah tradisi turun-temurun keluarga Aranka di mana setiap pengangkatan pewaris tunggal harus bersamaan dengan hari pernikahan pewaris tersebut. 

Aland akan menjamin wanita yang akan dinikahinya nanti bukan putri keluarga Bagaskara, tetapi kekasihnya, Thalita Schaeffer. Gadis cantik keturunan Prancis yang sangat dicintainya itu. 

Aland mengambil bingkai foto yang terpajang di meja kerjanya. Itu adalah foto dirinya dan Thalita saat mereka masih SMA dulu. Foto itu diambil saat dirinya dinyatakan lulus dengan nilai terbaik, senyum manis menghiasi wajah cantik gadis itu. Aland berharap gadis pemilik senyum itulah yang akan menemani hari-harinya hingga tua nanti. 

Melihat foto tersebut mengingatkan Aland saat pertemuan pertama mereka tiga tahun yang lalu...

 

 

 

TIGA TAHUN YANG LALU

Seorang gadis tampak berjalan terburu-buru di koridor sekolah sambil melihat jam yang melingkar di tangannya. Lorong sudah nampak sepi karena bel tanda masuk sudah berbunyi setengah jam yang lalu. 

Ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah itu. Ia adalah siswi pindahan dan sialnya, ia malah terlambat di hari pertama ia masuk sebagai murid baru. Lebih parahnya lagi, ia tidak tahu di mana letak kelasnya. 

Karena terlalu fokus melihat jam yang melingkar di tangannya, tanpa sengaja ia menabrak seorang laki-laki yang berjalan dari arah yang berlawanan.

Bruk!

"Aw!" Ringis Thalita saat dia terhempas ke lantai. Ia mengusap bokongnya yang terasa nyeri, mendongak untuk melihat siapa yang ditabraknya beberapa detik yang lalu. 

Oh, demi Dewa Neptunus! Matanya tidak bisa berkedip saat melihat sosok laki-laki di hadapannya saat itu. 

Matanya hitam legam dengan tatapan menedukan dan alis yang tebal. Rahangnya kokoh dan tajam seakan bisa menggores. Bibirnya yang merah merekah seperti buah delima. Kulitnya putih bersih, tanpa noda sedikit pun. Thalita bisa melihat badannya yang atletis di balik seragamnya. 

Tuhan, betapa indahnya pangeran surgamu, batin Thalita.

"Mau berdiri atau masih mau duduk di lantai seperti itu?" 

Tawaran pria di hadapannya saat itu memecahkan lamunannya tentang ketampanan pria tersebut. Mendadak Thalita menjadi salah tingkah.

"Eh... Anu... Iya ini mau berdiri kok," Jawab Thalita dengan gugup. Ia berdiri sambil menepuk rok putihnya yang sedikit kotor.

"Um, maaf ya tadi gak sengaja nabrak soalnya aku lagi gak fokus..." Sambungnya lagi dengan ekspresi memelas di wajahnya.

Pria itu terkekeh saat melihat wajah lucu Thalita yang memelas. 

"No problem. Gue Aland," Ucap Aland sambil menjulurkan tangannya.

"Aku Thalita," Thalita menjabat tangannya sambil tersenyum manis. Senyuman itu entah mengapa membuat jantung Aland berdetak lebih cepat.

"Anak baru ya? Kelas berapa?" Tanya Aland.

"Iya aku anak baru, kelas XI IPA ,." 

"Dari wajah kamu, kayaknya kamu bukan orang Indonesia tulen ya?"

"Ah iya, papaku memang keturunan Prancis..." 

"Oh, pantesan..."

Aland melirik jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia berdecak pelan.

"Udah telat banget, gue anterin kekelas lo ya? Takutnya lo nyasar lagi, soalnya sekolah inikan luas," Sambung Aland. 

"Aku emang lagi nyari ruang kelasnya di mana, tapi nggak ngerepotin nih?" Tanya Thalita.

"Santai... By the way, gue kelas XII IPA 1," Jawab Aland singkat lalu menggandeng tangan Thalita. 

Tidak tahukah Aland perlakuannya saat itu membuat pipi Thalita bersemu merah? Dan oh Tuhan, Thalita baru menyadari bahwa laki-laki itu adalah kakak kelasnya.

Langkah Aland dan Thalita berhenti di depan pintu kaca yang di atasnya bertuliskan "XI IPA 2". Semua ruangan di sekolah itu memiliki pintu yang terbuat dari kaca transparan serta jendela-jendela kaca yang lebar, sehingga gedung itu tampak seperti gedung perkantoran, bukan sekolah.

"Ini kelas lo," Ucap Aland.

"Makasih banyak ya kak..." Balas Thalita dan dibalas kembali oleh senyuman manis sang dewa Yunani.

Aland berbalik, melangkah meninggalkan Thalita yang masih menatap laki-laki itu dengan senyum lebar yang merekah di bibirnya.

Inilah awal pertemuan mereka, awal dari terjalinnya hubungan asmara. Awal dari kebahagiaan, atau mungkin, kehancuran.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akhi Idaman
1165      719     1     
Short Story
mencintai dengan mendoakan dan terus memantaskan diri adalah cara terbaik untuk menjadi akhi idaman.
Hunch
32762      4332     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...
Premium
KLIPING
2105      1281     1     
Romance
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisahkisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbedabeda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan s...
A Slice of Love
241      201     2     
Romance
Kanaya.Pelayan cafe yang lihai dalam membuat cake,dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang pelanggan kue.Banyu Pradipta,seorang yang entah bagaimana bisa memiliki rasa pada gadis itu.
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
6883      1786     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
ADITYA DAN RA
15630      2598     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Sunset In Surabaya
324      233     1     
Romance
Diujung putus asa yang dirasakan Kevin, keadaan mempertemukannya dengan sosok gadis yang kuat bernama Dea. Hangatnya mentari dan hembusan angin sore mempertemukan mereka dalam keadaan yang dramatis. Keputusasaan yang dirasakan Kevin sirna sekejap, harapan yang besar menggantikan keputusasaan di hatinya saat itu. Apakah tujuan Kevin akan tercapai? Disaat masa lalu keduanya, saling terikat dan mem...
Love Invitation
515      357     4     
Short Story
Santi and Reza met the first time at the course. By the time, Reza fall in love with Santi, but Santi never know it. Suddenly, she was invited by Reza on his birthday party. What will Reza do there? And what will happen to Santi?
Dont Expect Me
450      332     0     
Short Story
Aku hanya tidak ingin kamu mempunyai harapan lebih padaku. Percuma, jika kamu mempunyai harapan padaku. Karena....pada akhirnya aku akan pergi.
PETI PUSAKA
497      333     4     
Short Story
Impian bisa saja terpendam di relung seseorang. tapi tidak ada yang tahu jika sebuah keyakinan bisa mengangkat kembali impian itu, walaupun orang lain yang mewujudkannya.