Pintu kayu berwarna coklat itu diketuk seseorang. Aku yang masih bergelut di balik selimut mau tak mau harus menyingkir dari nyamannya kasur dengan motif Hello Kitty. Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul tujuh pagi, terlalu dini jika seseorang datang bertamu, atau bapak-bapak penjual nasi kuning di bawah yang menawarkan dagannya ke setiap penghuni kosan.
Aku membuka pintu kosanku, lalu seorang yang kukenal sedang berdiri di baliknya dengan membawa satu kantung plastik yang kutebak isinya nasi kuning dari bapak-bapak yang berjualan di bawah.
“Nila!!!” panggilnya riang.
“Sin, ini jam tujuh pagi loh,” protesku.
Wangi parfum jeruk bercampur lemon itu menguar ke seluruh ruanganku. Sinta segera duduk di atas karpet berwarna merah marun dan membuka isian kantung plastik yang ia bawa.
“Sarapan, La!” Sinta menyodorkan satu bungkus nasi kuning padaku.
“Aku bawain minum dulu,” kataku sambil berlalu menuju dapur.
Kamar kosanku terbilang cukup luas dengan dapur dan kamar mandi minimalis. Sementara kamar tidur bersatu dengan ruang televisi dan tempatku belajar nantinya. Antara kamar dan dapur dibatasi sebuah dinding pembatas.
Setelah mengambil minuman, Sinta segera menyantap sarapannya sementara aku, yang masih terlihat mengantuk, membuka bungkusan tersebut pelan-pelan.
“Kenapa sih kamu kok keliatan ngantuk gitu?”
“Ya ampun, Sin! Kamu gak sadar ya? Kamu bertamu ke kosanku jam tujuh pagi! Siapa yang bertamu sepagi itu? Lagipula kemaren kan penutupan ospek pulang jam delapan malam. Pasti capeklah,” kataku heboh.
“Hahaha…. Abisnya aku udah gak sabar pingin cepet-cepet ke acara meet and great,” kata Sinta yang selanjutnya menyendoki nasi kuningnya.
Perempuan yang bertamu itu namanya Sinta, teman pertamaku saat masuk di perkuliahan. Memang benar, kami mahasiswa baru, dan baru kemarin acara ospek itu berakhir jam delapan malam. Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung, jurusan Manajemen, anak rantau dari Jakarta yang baru pertama kali berada di Bandung sendirian.
Di hari Minggu ini, seharusnya aku beristirahat seharian di kosan. Mengisi energiku lagi sebelum besok aku memulai perkuliahan yang sebenarnya. Akan tetapi, Sinta mengajakku pergi ke acara meet and great seorang artis di BIP atau Bandung Indah Plaza, salah satu pusat perbelanjaan di Bandung.
Alasanku menemani Sinta karena perempuan satu ini, dengan seenaknya membajak akun Instagram-ku saat mengikuti lomba yang di adakan artis tersebut, dan ternyata akunku menjadi pemenang acara meet and great sekaligus makan malam bersama artis tersebut. Yang beruntungnya, pemenang bisa membawa satu teman. Jika aku tidak ikut, maka hadiahnya gugur, dan Sinta tidak akan bertemu si artis itu.
“Kamu sih ada-ada aja. Main bajak-bajak Instagram-ku,” protesku.
“Ya maaf, La. Namanya juga kepepet pingin menang,” kata Sinta.
Hingga hari ini pun aku tidak tahu siapa artis yang akan kami datangi acara meet and great-nya.
“Udah sarapan mandi gih! Bau!” protes Sinta yang seketika menutup hidungnya.
Aku merengut kesal. “Heh! Harusnya dari tadi kali kamu ngerasa bau. Giliran sarapannya abis baru aja protes.”
Sinta hanya tertawa mendengar ocehanku. Aku membawa bekas sarapan kami untuk di buang sekaligus pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dari sisa-sisa kelelahan semalam. Semoga memang bisa begitu.
****
Menurutku, Bandung tempatnya sejuk. Jika siang hari, tidak akan sepanas ketika aku di Jakarta. Banyak jajanan yang tidak kutemui di Jakarta, juga harga makanannya yang murah-murah. Akan tetapi aku belum bisa menyesuaikan diri ketika hujan turun atau suhu menjadi lebih dingin dari biasanya, maka aku bisa seharian bersin-bersin. Biar bagaimana pun, aku tetap puas bisa tinggal di Bandung untuk kuliah.
Jarak antara kosanku dan BIP terbilang dekat. Bisa dengan jalan kaki, atau menaiki angkot sekitar sepuluh menit perjalanan. Namun kali ini, Sinta membawa motornya, dan waktu yang kami tempuh pun menjadi tidak terlalu lama.
Sepertinya Bandung di akhir pekan sedikit mirip dengan tempat tinggalku. Macet. Apalagi untuk daerah-daerah wisata seperti Dago dan Lembang. Kebetulan tempat acara meet and great itu berada di kawasan padat dan pusat Kota Bandung. Mengendarai motor seperti kami kini adalah pilihan yang efektif karena bisa menerobos macetnya jalanan.
Kami sampai pukul sebelas siang. Acara meet and great itu dimulai pukul satu siang. Sambil menunggu, Sinta mengajakku berkeliling BIP dan mencicipi beberapa makanan di sana.
“Ini namanya Thai Tea, La,” kata Sinta menunjukkan minuman berwarna jingga padaku.
“Itu aku tau kali, Sin. Emangnya aku tinggal di Planet Mars?” tanyaku.
“Bukan, kirain Planet Merkurius!”
“Hahaha…. Apaan sih receh banget!”
Selain itu, Sinta pun mengajakku bermain di game station mall tersebut. Suara mesin permainan yang beradu satu sama lain, juga lampu-lampu warna-warni membuat perhatian orang-orang yang melintas teralihkan meskipun hanya sejenak. Dan kami berdua salah satu orang yang melintas yang teralihkan dan memilih bermain di tempat tersebut. Bersama anak-anak kecil yang sesekali merengek kepada orang tuanya untuk terus bermain di sana.
“Kamu baru pertama kali ke Bandung ya, La?” tanya Sinta saat kami sedang bermain basket.
“Iya,” jawabku singkat karena tengah fokus pada permainanku.
“Di Jakarta dari kecil?” tanyanya lagi.
“Iya,” jawabku lagi.
“Gak takut kosan sendiri di Bandung? Kamu gak ada sodara juga kan disini?”
“Biasa aja sih, harus di biasain.”
Permainan itu berakhir. Sinta mencetak skor sembilan puluh dan aku seratus.
“Duh keringetan!” Sinta menyeka sisi wajahnya. “Kamu gak bisa Bahasa Sunda ya?”
Aku mengangguk.
“Mau aku ajarin? Satu jam lima puluh ribu?”
“Becanda? Gak lucu, Sin! Mending minta ajarin Mbah Google,” kataku melenggar pergi melewati Sinta.
“Tunggu La!” Sinta memanggilku dengan pose seakan-akan aku akan pergi jauh darinya.
****
Saat jam satu, kami berdua akhirnya pergi menuju tempat acara meet and great itu, tepatnya berada di lobi mall. Sinta menunjukkan ponselnya pada seorang staf yang berjaga di belakang panggung. Percayalah, hingga detik ini aku masih tidak tahu menahu siapa artis yang begitu digemari para gadis yang terlihat begitu senang di sekitar panggung.
Setelah berbicara dengan staf tersebut, akhirnya kami bisa masuk ke belakang panggung. Menunggu si artis yang katanya sudah berada di parkiran sedang bersiap-siap.
“Siapa sih artisnya? Terkenal ya?” tanyaku pada Sinta yang sudah kegirangan seperti gadis-gadis yang kulihat tadi.
“Terkenal banget, La! Dia ganteng, masih muda, lagi naik daun, jago akting, suaranya bagus. Setiap film yang ia bintangi selalu mendapat banyak perhatian. The best-lah pokoknya!” jawab Sinta dengan sangat jelas.
“Iya, siapa sih?” tanyaku penasaran.
Suara teriakan gadis-gadis tadi terdengar begitu keras. Di saat yang sama, tak jauh dari tempatku dan Sinta duduk, beberapa orang berpakaian staf sedang mengerubuni seseorang yang kutebak dia pasti artisnya. Satu per satu para staf tadi keluar dari belakang panggung dan si artis tersebut akhirnya bisa sedikit-sedikit kutangkap dengan mataku.
Sinta terlihat antusias dan secara otomatis aku berdiri dengan kedua bola mataku yang hampir keluar dari tempatnya akibat melihat si artis yang sedang bersiap-siap di belakang panggung itu.
“Rangga?!” panggilku dengan sangat terkejut.
Namanya Rangga, artis yang belakangan banyak sekali diberitakan media mengenai prestasi aktingnya, dan juga beberapa single lagunya yang merajai chart musik. Memulai debutnya dua tahun lalu dan belakangan sering dikabarkan pacaran dengan artis atau model-model terkenal.
“Iya, Rangga, La! Pasti kamu kenal dia kan?” ucap Sinta antusias.
Sangat kenal sekali, Sin. Sangat! Sampai-sampai aku tidak ingin kenal sama sekali dengannya.
Yang entah percaya atau tidak, dia adalah si mantan kampret yang menghilang waktu aku lagu sayang-sayangnya.
Mantan oh mantan... Kenapa kau jadi lebih menawan setelah jadi mantan?
Comment on chapter Bertemu Dengan Masa Lalu