Tanggal 21 Januari 2012, aku berulang tahun yang ke 18 tahun, hari itu Eem seperti biasanya mengucapkan selamat pagi tetapi tidak ada ucapan selamat ulang tahun darinya. Aku menunggu ucapan ulang tahun darinya. Mungkin dia tidak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunku atau mungkin dia lupa. Malam harinya aku mendapat kejutan ulang tahun dari keluargaku. Aku sangat bahagia. Aku kecewa karena Eem belum juga mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi setelah selesai merayakan ulang tahunku, aku mendapat sms dari Eem, Dia ngajak bertemu denganku tidak jauh dari rumah. Aku merasa senang sekali dan yakin dia pasti mau mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Kami duduk hanya berdua, tetapi aku tahu bahwa Erwin paribanku itu, Rinal dan temannya yang lain memperhatikan kami dari tempat yang gak jauh. Rinal berumur 3 tahun di bawah kami. Dia juga sahabat Aim. Dalam adat Batak, dia itokku karena kami satu marga. Rinal juga tinggal di Jalan Kangkung. Rumahnya hanya berjarak 3 rumah dari rumahku.
“Selamat ulang tahun yah. Ini kado dariku” Dia memberi sebuah kotak kecil yang di bungkus dengan kertas kado berwarna putih biru.
“Makasih yah.” Aku menerima kado darinya.
“Jangan dibuka disini, di rumah aja.”
“Iya.” Aku senang sekali. Firasatku benar.
Kami diam beberapa menit. Sepertinya dia mau nengucapkan sesuatu tetapi dia gugup.
“A ... ku ... su ... ka ... samamu.” Dia bilang dengan terbatah-batah. Dia semakin gugup. Keringatnya bercucuran. Karena dia terlihat sangat gugup, akupun semakin ingin membuat dia semakin gugup.
“Terus ?”
Aku bertanya dengan santai. Rasanya aku ingin tertawa tapi ku tahan ketawaku. Aku tahu kalau ini pertama kali dia nembak cewek karena sebelumnya dia belum pernah pacaran.
“Kau mau gak jadi pacarku ?” Katanya dengan kaku.
“Harus dijawab sekarang ? Nanti ajalah aku fikir-fikir dulu” (dalam hatiku sebenarnya sudah senang sekali).
“Sekarang lah.”
“Hmmm iyah.”
Kemudian dengan seketika raut wajahnya berubah, dia senang sekali. Seketika keringatnya kering. Dalam hatiku sudah gak tahan mau ketawa.
“Yesss!!” Aim mengepalkan tangannya.
“Kenapa ?” tanyaku berpura-pura heran melihatnya.
“Gak papa.”
“Udah kan, aku pulang yah ...”
“Iya udah malam juga. Selamat malam yah ..”
“Iya daaaa ...”
Sesampainya di rumah, aku membuka kado darinya dengan rasa penasaran dan senang yang luar biasa. Teryata dia memberikanku sebuah jam tangan. Aku senang sekali. Sejak saat itu hariku selalu dihiasi dengan dia. Aku menjadi pacar pertamanya. Oleh sebab itu, aku merasa sangat istimewa. Awalnya aku gak nyangka laki-laki yang dulu aku gak suka sewaktu kecil saat ini menjadi pacarku. Sih kaku yang aneh sekarang jadi pacarku. Gak pernah aku bayangkan sebelumnya. Setiap hari aku selalu mendapat sms nya. Walaupun jarak rumah kami dekat, dia sering meneleponku. Aim sendiri menjadi pacar keduaku. Sebelum aku berpacaran dengannya, aku pacaran dengan seorang lelaki yang juga teman kecilku. Tetapi hubungan kami hanya beberapa bulan. Aku juga sering menceritakan masalah hubunganku dengan Aim. Sampai akhirnya kami putus dan aku jadi semakin dekat dengan Aim.
Tanggal 24 Januari 2012 Aim mengajakku jalan. Ini kencan pertama kami. Malam itu dia menjemputku dengan sepeda motornya. Di perjalanan aku bertanya, “Kita mau kemana?” Dia bilang, “Kita jalan-jalan aja.” Aku diam setelah mendengar jawabannya. Sepeda motor kami terus melaju. Kami tidak banyak berbicara sepanjang perjalanan. Aku gak tau mau ngomong apa.
“Kamu udah makan? Kita makan yah” Aim memecah keheningan.
“Gak usahlah, aku udah makan.” Aku menolak tawarannya.
“Ayoklah masak kita jalan gak makan”
“Lain kali ajalah yah. Aku masih kenyang”
“Yodalah. Kamu malu yah makan sama aku?”
“Enggak loh”
Ada perasaan kecewa dalam dirinya mendengar tolakan makan dariku. Untuk pertama kalinya kami jalan dan aku malah tidak mau diajak makan. Kami terus melalui jalan. Jaraknya sudah sangat jauh dari rumah kami. Akupun memintanya memutar balik sepeda motornya. Di perjalanan pulang, kami tetap tidak banyak bicara. Mungkin dia masih gugup dan gak tau mau ngomong apa. Begitu juga dengan kaku. Tiba-tiba entah apa yang terjadi, kakiku sebelah kiri terbentur dengan pembatas jalan saat Aim mau membelokkan sepeda motornya. Aku terkejut dan mengaduh. Dia langsung melihat ke kakiku sebelah kiri.
“Kamu gakpapa kan?” Aim menanyakan kondisiku.
“Gakpapa kok.”
“Yang mana yang sakit?” Dia cemas. Dia membawa kendaaraannya sambil melihat kakiku.
“Enggak gakpapa”
Dia memberhentikan sepeda motornya di pinggir jalan. Kami duduk di depan sebuah ruko yang tertutup.
“Coba aku lihat” Dia memegang kaki kiriku dan melihatnya.
“Gakpapa loh”
“Maafin aku yah ... Kaki kamu jadi luka” Dia merasa bersalah.
“Iya gakpapa”
“Kita beli obat merah yah”
“Gak usah. Kita pulang aja yok”
Dia langsung berdiri dan menghidupkan mesin sepeda motornya. Aku juga berdiri dan kami pulang. Kencan pertama kami malam itu tidak berjalan dengan baik. Aim merasa bersalah karena membuat kaki kiriku sedikit terluka. Di sisi lain dia kecewa karena aku tidak mau diajak makan. Sebenarnya aku malu kalau harus makan berdua. Belum pernah aku makan berdua dengan lelaki sebelumnya. Apalagi dengan lelaki yang saat ini sudah menjadi pacarku. Aku malu.
@Ervinadyp Hehehe makasih yahh
Comment on chapter Deskripsi Cerita