Namaku Aza, aku adalah mahasiswi jurusan Matematika di salah satu universitas ternama di Yogyakarta. Aku pernah mengalami sebuah kisah percintaan yang menggantung, dan aku akan bercerita tentang kisah ini padamu.
Namanya Mahesa, aku memanggilnya dengan sebutan Mas Mahesa. Disini aku akan menyebut namanya dengan “dia”
Saat itu, aku kelas 1 SMA dan dia kelas 2 SMA. Aku mengenalnya karena pengacakan ruang untuk Ujian Kenaikan Kelas. Hari pertama, aku belum mengenalnya, namun dia sudah menarik perhatianku. Hari kedua, ada sedikit candaan diantara kami. Sedikit, ya, sedikit sekali. Dan kau tahu! Di hari itu aku pertama mendapatkan senyumannya.
Setelah Ujian Kenaikan Kelas berakhir, aku sibuk mencari namanya di semua sosial media yang aku miliki. Dan setelah berseluncur di dunia maya, aku menemukan akun facebook dan twitter miliknya. Karena saat itu aku bukanlah seorang stalker, aku tidak men-scroll down akun timeline-nya, aku hanya memencet tombol add friend dan follow. Keesokan harinya, aku meminta PIN Blackberry Messenger-nya kepada teman-teman sekelasku, dan untungnya mereka tidak terlalu peduli mengapa aku memintanya. Dia menerima permintaan berteman dan menjadi kontakku beberapa jam kemudian. Aku tak tahu apakah dia ingat saat kami mengobrol di BBM, hanya sedikit percapakan, namun selalu kuingat.
Dia mengganti status BBM-nya menjadi nama seorang wanita beberapa menit kemudian. Oh! Saat itu rupanya dia sudah mempunyai seorang pacar. Entah mengapa aku merasakan sedih saat itu. Aku benar-benar kagum dengannya, hanya sekedar kagum yang tak berasalan dan dia memang tak mempedulikanku.
Saat itu, aku kelas 2 SMA dan dia kelas 3 SMA. Kami kembali bertemu karena pengacakan ruang untuk Ujian Tengah Semester. Kurasa dia mulai mencari perhatianku, benarkah itu? Dia selalu duduk di kursiku sebelum ujian dimulai dan bahkan saat istirahat, membuatku harus duduk di kursinya. Ah, lucu rasanya jika mengingat itu. Dia tidak pernah mau pindah dari tempat dudukku sampai bel berbunyi, dan itu membuatku jengkel, namun aku senang dengan kehadirannya didekatku.
Ujian Tengah Semester pun berakhir. kupikir aku bersedih karena aku akan jarang melihatnya dalam jarak dekat lagi. Tetapi ternyata perkiraanku salah! Saat jam pelajaran, dia begitu sering jalan melewati kelasku yang selalu terbuka lebar pintunya. Saat jam pelajaran olahraga, dia selalu keluar kelas dan berjalan-jalan di lapangan sekolah. Ah, apa yang dia lalukan saat itu, mencoba mencari perhatianku? Untuk apa? Aku sudah menaruh perhatian padanya sejak aku kelas 1 SMA. Satu hal yang aku dengar desas-desusnya, dia mulai renggang dengan pacarmu.
Aku pernah membuat sebuah tweet, hanya menyindir sedikit tentang dirinya, dan astaga, dia sangat peka! Dia me-retweet-nya! Beberapa tweet-ku pun ikut dia retweet. Dan sejak saat itu, kami mengobrol melalui direct message, seperti dahulu, sedikit, benar-benar sedikit. Dan harus kuakui, mengobrol dengannya itu asyik, walaupun dia, ya… sedikit aneh.
Saat itu, aku kelas 3 SMA dan dia mahasiswa semester satu di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Kami belum pernah berjumpa lagi sampai suatu saat, aku sedang berada di dalam mobil saat perjalanan pulang ke rumah, kami berpapasan! Dia mengendarai motornya, menuju ke almamaternya. Aku ingat sekali aku menahan senyum saat itu. Kudengar, dia sudah putus dengan pacarnya.
Beberapa bulan kemudian, entah karena apa, kami mengobrol kembali. Kali ini bukan melalui direct message, namun melalui facebook messenger. Sekarang kami lebih dekat saat mengobrol. Satu hal yang tidak berubah dari dulu, dia tetap aneh.
Saat itu, aku menjadi mahasiswi baru dan dia satu tahun diatasku. Dia mengirim pesan kepadaku, bertanya tentang dimanakah aku bersekolah saat ini. Setelah aku membalasnya, dia tidak membalasnya! Kesalnya diriku saat itu. Namun dia menghilangkan kekesalanku dengan mengirim pesan padaku melalui aplikasi Line. Sepertinya kini aku mengenalnya lebih jauh. Aku mulai mengetahui jadwal sekolahnya, hobinya, game kesukaannya, dan bahkan alamatnya. Dari semua pesan yang dia kirim, aku bisa menyimpulkan bahwa dia lucu! Sangat lucu untukku. Dia juga perhatian padaku. Dia sungguh pintar mengembalikan mood-ku yang sering berantakan. Katanya, orang cuek kalau badmood itu menyebalkan, dan aku menyebalkan bagimu.
Seringnya kami mengobrol akhirnya membuat kita merencanakan jadwal bertemu. Mungkin dia sudah lupa. Kami pergi ke sebuah café.
Hari-H, dia pulang sekolah pukul 11.00, aku pukul 16.00. Ah, sungguh rela dirinya menungguku sampai 5 jam. Pukul 16.00 tepat, dia mengirim foto kepadaku bahwa dia sudah berada di depan gerbang sekolahku. Aku dengan semangat berjalan menuju gerbang sekolah, dan aku melihatnya! Oh, sungguh bahagianya diriku saat itu.
Hanya satu yang merusak kebahagiaanku saat itu. Teman satu kelasku yang kabarnya menyukaiku, mengantarkanku sampai di depan gerbang sekolah. Membuat dia meihatku dengan sedikit bingung.
Kami pergi menggunakan 2 motor karena aku memang membawa motor sendiri ke sekolah. Ditengah-tengah perjalanan, aku menabrak motor yang sedang berjalan. Syukurlah, tidak apa-apa. Dia tertawa saat melihat bagian depan motorku patah, oh!
Aku tersipu malu saat dia menertawakanku. Lantas dia tersenyum manis, dan berkata, “Lain kali, naik motornya lebih hati-hati, ya.” Oh aku ingin meleleh saat itu juga.
Kami melanjutkan perjalanan dan, hujan. Kami menepi, dia dengan sungguh percaya diri mengenakan jas hujannya, yang ternyata sobek. Dia hanya cengengesan melihat jas hujannya. Kini giliranku tertawa melihatnya. Sungguh bahagianya diriku saat itu.
Sesampainya di café, kami duduk, lalu memesan makanan dan minuman. Aku memintanya untuk mentraktirku, dan dia lucu sekali! Dia tidak mengiyakanku, namun saat aku ingin membayar, ternyata dia sudah membayarnya.
Kami tidak banyak mengobrol. Hanya menanyakan tentang sistem sekolah dan rutinitas saat di rumah. Membosankan? Tidak juga. Kami tertawa lepas saat itu. Dia menanyakan dimana alamat dan gambaran rumahku, dia berkata kau ingin mengenal orang tuaku. Ah, sok serius! Saat adzan maghrib berkumandang, aku menyuruhnya pulang, namun sepertinya kau masih ingin bersamaku. Aku mengalah.
Malam hari, pukul 22.05. Dia menanyakan bagaimana kondisi motorku. Motorku baik-baik saja, mungkin saat ini aku yang dalam kondisi tidak baik. Aku berkata padanya bahwa aku sedikit tidak enak badan. Dia menceramahiku! Dia menyuruhku meminum air putih, tidak meminum es, tidak bermain handphone, dan tidur. Ah, sungguh manis dirinya.
Keesokan harinya, aku membawa motorku ke bengkel motor. Aku memberitahunya tentang biaya yang aku habiskan, dan kau hanya menertawakanku. Sejak saat itu, tanpa ada alasan, kita berhenti berkirim pesan.
Tidak ada percakapan dan pertemuan lagi antara kita. Mungkin memang disinilah kata “kami” itu berakhir.
Namun hubungan kami ini memang salah, hubungan kami hanya layak untuk menjadi sebatas teman. Saat dia dekat denganku, dia sudah mempunyai pacar. Begitupun denganku, aku sudah mempunyai pacar sejak aku kelas 3 SMA dan masih mengobrol dengan dia, bahkan pergi berdua dengannya saat sudah menjadi mahasiswi baru tanpa sepengetahuan pacarku.
Beberapa minggu kemudian, aku melihat dia meng-upload foto bersama seorang perempuan yang sepertinya adalah pacarnya. It’s okay, ¸aku tak akan terlalu peduli dengannya. Sepertinya awal yang tidak baik juga akan berakhir dengan tidak baik pula.