Mereka pun melanjutkan perjalanannya menyusuri labirin tersebut. Misi pertama mencari Liels telah dimulai. Mereka menelusuri labirin itu dengan sangat hati-hati karena takut monster lain akan datang, mereka memerhatikan sekeliling labirin dengan cermat. Hingga satu jam kemudian waktu telah berlalu. Mereka telah menyeberangi jarak yang tak terbayangkan, menyeberangi era-era yang berbelit bagaikan tali kusut. Sudah hampir seperempat dari labirin itu mereka telusuri, tapi mereka tak mendapatkan petunjuk apapun. Disela kelelahan mereka, ketika Cella sedang berada beberapa jarak di belakang mereka, sesuatu yang aneh terjadi. Jam milik Cella bercahaya, dan muncul sebuah peta labirin dari jam itu dalam bentuk hologram.
"Apa yang terjadi dengan jamku? Mustahil! Jay! Carrol! Austine! Bill!" Cella memanggil teman-temannya untuk mendekat ke arahnya untuk melihat jamnya yang menunjukan sebuah peta , yang ternyata adalah peta labirin itu.
"Cell! Jam itu.. bisa membaca peta labirin ini dalam bentuk hologram?!" Carrol tidak menyangka akan hal itu. Carrol memperhatikan jam itu baik-baik, Bill tidak heran dengan itu semua, karena Bill sudah menyadari hal itu sejak pertama kali ia bertemu Cella. Austine tak kalah heboh dari Carrol.
"Amazing Cell!!" Austine sesekali melirik jam itu, Austine tertarik untuk melihatnya lebih dekat. Bahkan Austine melepaskan jam itu dari lengan Cella dan dipakai di lengannya. Tapi seketika peta hologram itu menghilang begitu saja. Jam itu kembali seperti semula. Austine dan yang lainnya tidak mengerti apa yang terjadi pada jam tangan itu.
"Mengapa peta hologramnya menghilang?" ujar Austine yang sesekali mengetuk layar jam tangan itu agar peta hologramnya kembali tampak.
"Jam itu hanya bisa dipakai oleh keturunan dari pemilik jam itu.." tutur Bill.
Bill tahu bahwasanya jam tangan tersebut bukan sembarang jam yang seperti dipakai manusia. Jam itu adalah jam antik dari peninggalan nenek moyang Griscella. Oleh karena itu, jam itu tidak bisa dipakai oleh sembarang orang, meskipun orang itu bukan orang biasa.
"Kau tau fakta itu Bill? Bahkan aku saja yang sudah memilikinya bertahun-tahun, tak tau apapun tentang jam antik itu," jelas Griscella. Ke empat temannya juga beranggapan sama dengan Griscella. Bill menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan keras.
"Sudah kubilang bukan? Aku tau kalian berbeda dengan manusia yang lainnya, aku akan akan menjelaskan semuanya nanti ketika kita sudah bertemu dengan Queen Liels, aku janji," ungkap Bill. Jay dan yang lainnya mengangguk faham akan perkataan Bill.
"Ok, sekarang kita lanjutkan perjalanan kita. Cell, pakai jam itu agar kita bisa melihat peta dari labirin ini," Austine mengembalikan jam itu kepada Cella dan Griscella kembali memakai jamnya. Ketika jam itu kembali ke tangan Cella, jam itu kembali bersinar. Bill benar.
Mereka mulai melanjutkan perjalanan mereka dengan bantuan jam itu. Selain bisa menunjukan peta, jam itu juga bisa menjadi petunjuk arah bagi mereka. Sungguh ajaib. Baru saja mereka melanjutkan kembali perjalanan, tapi mereka sudah menemui sebuah pintu yang ada di sudut labiri itu. Sebuah ruangan dengan pintu yang sudah berkarat di bagian daun pintunya yang dilapisi oleh besi.
"Pintu apa ini?" Carrol menyentuh pintu itu dan menoleh ke arah teman-temannya memberi isyarat 'boleh aku membukanya?' ketiga temannya mengangguk pada Carrol dan Carrol perlahan membuka gagang pintu itu.
Ruangan itu benuansa alami, sangat indah. Berbagai macam tumbuhan, tumbuh di tempat itu, memberikan kesan yang sangat baik bagi tempat itu. Bunga- bunga bermekaran sangat indah, berbagai jenis dan warnanya juga tersusun rapih di tempat itu. Tak sedikit juga hewan-hewan yang bertebaran disana, dan anehnya semua hewan yang asalnya besar menjadi sangat kecil di tempat itu, entah mengapa itu bisa terjadi.
"Wow! Tempat apa ini?" ujar Griscella seraya menyentuh bunga Flamboyan yang bertengger rapih sisi kiri pintu. Tiba-tiba suara desiran angin terdengar sangat kasar dan membuat tumbuhan-tumbuhan itu menari-nari. Muncullah seseorang dibalik angin itu, membuat mereka menoloh ke arah asal suara.
"Selamat datang Anakku," ujar lelaki yang perawakannya seperti umur 55 tahun, badannya yang masih gagah dan kulitnya yang bersih membuatnya terlihat lebih muda. Lelaki itu memanggil Griscella dengan sebutan anakku. Griscella terbungkam penuh, entah apa yang harus diungkapkannya kepada lelaki itu. Sungguh tidak dapat dipercaya. Cella bertemu dengan orang yang selama ini menjadi pertanyaan hidupnya, di tempat asing ini? bagaimana bisa?
"Apa ini?! Kau..," Cella mengusap wajahnya heran.
"Aku ayahmu nak..." ujar lelaki itu, dan berhasil membuat keempat orang itu tidak dapat mengatupkan bibirnya.
"Tidak tidak, mana mungkin ayahku bisa berada ditempat seperti ini?," Cella menggeleng-geleng tak percaya.
"Akan aku jelaskan padamu semuanya nak," lelaki itu mendekat kearah Cella
Ya, lelaki itu memang Ayah dari Griscella yang selama ini menghilang entah kemana. Sebenarnya ayah Cella adalah Raja Rovin dari kerajaan Rozario. Ibu Cella sudah tau akan hal itu semua, bahkan ibu Cella juga termasuk rakyat kerajaan Rozario kala itu. Hanya Cella yang selama ini tidak tau tentang kebenaran itu. Pantas saja Cella tidak pernah punya kakek dan nenek, mungkin Cella punya kakek dan nenek, tapi tidak di London, melainkan di kerajaan Rozario. Setelah menceritakan semuanya kepada Cella, lelaki itu memberikan sebuah kalung yag berlambangkan kerajaan Rozario. Kalung itu bisa melindungi Cella kapapun Cella berada dalam marabahaya. Bahkan kalung itu juga bisa membantu Cella dalam hal apapun itu.
"Griscella, ayah sangat menyayangimu dan ibumu, tapi ayah tidak bisa kembali sekarang, mungkin nanti setelah kerajaan ayah kembali normal, ayah tau kau pasti bertanya-tanya akan hal ini, ayah berjanji akan menceritakan padamu nanti, jaga dirimu baik-baik Nak. Dan ayah akan memberitau tempat dimana kamu dan teman-temanmu bisa menemukan Liels, tempat itu berada di ruangan teerakhir yang ada di labirin ini. Aku sungguh minta maaf sayang.. Sampaikan pesanku untuk ibumu"
Sebelum lelaki itu pergi, dia mendekati Cella dan mengecup kening Anaknya. Angin besar datang menerpa wajah mereka, membelai rambut mereka juga, menghilangkan jejak lelaki itu. Setelah menyadari lelaki itu telah pergi,Cella menitikkan air matanya. Dia baru menyadari betapa bodohnya ia. Cella tidak tahu harus merasa sedih atau lega,kedua perasaan itu bercampur aduk. Ia sangat merindukan lelaki itu, tapi ia tidak ingin menemui lelkai itu di tempat ini. Ingin sekali ia memeluk lelaki itu, tapi itu semua hanya akan jadi angan-angannya. Austine mengelus pundak Cella. Cella berusaha untuk menahan tangisnya, dia tidak ingin menangis di tempat itu. Tidak ingin.
"Aku merindukannya...," gumam Cella parau. Cella menghembuskan nafas, di hempaskannya nafas itu dengan rileks. Terukir sebuah senyuman di wajahnya. Cella melirik ke arah teman-temannya seraya tersenyum heran.
"Mengapa hanya diam? Tidakkah kalian mendengar ucapan ayahku tadi?".
.