X X X
Disisi lain, Jay dan Austine sedang mencari keberadaan Carrol dan Cella. Mereka sudah melakukan berbagai cara untuk mencari kedua temannya itu. Tapi hasilnya nihil. Mereka tak menemukan Carrol dan Cella.
"Jay, bagaimana itu, kita belum juga bertemu dengan mereka," Jay mendesah lalu membaringkan tubuhnya ke tanah untuk duduk, melepas letih.
"Entahlah Austine, Aku tidak tau pasti kapan kita akan bertemu satu sama lain.., labirin ini membuatku pusing,"
"Huft..mengapa liburan kami jadi seperti ini? Terjebak dalam ruangan yang tidak jelas asal usulnya," gumam Austine. Austine berusaha untuk menyalakan ponselnya agar bisa menghubungi Cella, tapi percuma saja. Terjebak di dalam labirin membuat semua alat elektronik mereka mati, tidak ada yang bisa digunakan untuk berkomunikasi. Dikala kegundahan mereka, sesuatu yang bersinar berhasil di lihat oleh Austine. Ya, sesuatu itu..berasal dari dalam saku celana Jay.
"Jay, sesuatu di saku celanamu bersinar.." Jay langsung melihat ke arah sakunya yang bersinar, Jay merogoh sakunya dan mengeluarkan benda yang membuat sakunya bersinar. Kalung Jay.
"Mengapa kalung ini bersinar?" gumam Jay pada diri sendiri. Austine yang telah dibuat penasaran oleh benda itu, langsung mengambil alih kalung itu dari telapak tangan Jay.
"Apa sebelumnya kalungmu pernah bersinar Jay?" Jay menggeleng menjawab pertanyaan Austine.
Selama ini Jay memang belum pernah melihat kalungnya bersinar seperti tadi. Kejadian itu membuat Jay berpikir keras untuk mendapatkan jawabannya. Austine masih memerhatikan kalung itu dengan seksama. Saat mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, suara langkah kaki terdengar sangat menggema di tempat itu, mereka saling melirik satu sama lain.
"Jay, suara apa itu?" tanya Austine, Jay hanya mengangkatbahunya dengan memberikan isyarat 'entahlah' .
Mereka melihat ke arah asal suara itu. Drap.. drap..."RAAARR!!!"
Tampaklah sebuah raksasa dari arah tersebut. Raksasa dengan tubuh beruang yang sangat besar. "Hwaaaa!!! Lari!!,"
Mereka berlari sekencang mungkin agar tidak tertangkap oleh raksasa itu, tapi beruang itu malah semakin marah dan melangkah untuk menangkap mereka, Austine dan Jay tidak tahu apa gerangan yang membuat beruang itu marah.
"Stop Jay!! Aku sudah tidak kuat untuk berlari," berhenti dengan nafas terengah-engah. Jay menghentikan langkahnya, beruang raksasa itu semakin dekat. Ingatan tentang Austine yang bisa memanah membuat Jay mendapatkan sebuah ide untuk menghentikan raksasa itu.
"Austine, keluarkan alat panahmu!! Panahlah beruang itu!" ujar Jay. Austine melebarkat matanya terkejut akan perintah yang diberikan oleh Jay.
Austine sempat menggeleng tidak mau, tapi setelah Jay meyakinkan Austine, Austine pun mengeluarkan panah dan busurnya, ketika beruang itu ingin melancarkan serangannya, panah Austine berhasil mengenai jantung beruang itu. Beruang itu sempat mengamuk, tapi itu tidak bertahan lama karena panah Austine berhasil memusnahkan beruang itu dalam sekejap.
Sejak kecil Austine memang sudah dilatih untuk memanah oleh Sang Ibu, tapi ibunya tak pernah memberi tahu Austine apa alasan Austine untuk berlatih memanah.
"Berhasil!!" seru Jay seraya menepuk bahu Austine senang.
"Kau hebat," Austine menghela nafasnya dengan lega setelah melihat beruang raksasa itu musnah. Tak percaya beruang itu musnah di tangannya.