Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Senja
MENU
About Us  

Hai....

Akhirnya setelah hampir setengah tahun aku membuat cerita Kala Senja, tibalah hingga di chapter terakhir (>o<). Rasanya antara senang dan terharu karena bisa menamatkan cerita ini (T.T)

Sudah banyak hal yang terlewati sambil terus berusaha menamatkan cerita ini. Terlebih, sering sekali aku melewatkan dan mengabaikan up date setiap minggunya karena satu dan lain hal yang menghambat.

Tapi, yang paling membuatku semangat adalah dukungan teman-teman yang membaca ceritaku hingga chapter terakhir ini. Benar benar terima kasih banyak (^o^)//

Ini bukanlah akhir dari karyaku, masih banyak cerita-cerita yang ingin kubagi kepada kalian. Jadi, tunggu ya karyaku selanjutnya.

FYI juga nih, ceritaku berjudul My X Idol sudah up date ya!

At last!!!

Have a good day, see you in my next story and I Love You more than to the moon and back.

Cheers,

SR

 

 

Suara mobil yang berhenti di depan rumah mengalihkan perhatianku yang sedang menalikan tali sepatu. Laki-laki dengan seragam sekolah yang mirip dengan yang kupakai sedang menyalami ibuku yang tengah menata kue-kue dagangannya.

Aku menghampiri kedua orang yang kukategorikan sebagai individu yang kusayangi itu. Menyalami ibuku dengan riangnya.

“Tumben Davi pagi-pagi ke sini,” kata Ibuku.

“Sekalian bareng Tasya, Tante,” jawab Davi. “Om mana Tante?”

“Udah pergi dari tadi. Ada apel pagi katanya,” jawab ibuku.

Aku menyalami ibuku lalu berpamitan, begitu pun dengan Davi.

“Davi tunggu!” Aku kembali ke dalam rumahku, mengambil barang yang sudah kusiapkan sejak malam kemarin, hampir saja aku lupa lagi.

Segeralah aku berpamitan dan masuk ke dalam mobil Davi.

“Ada yang ketinggalan?” tanya Davi.

“Iya. Ini,” kataku menunjukkan jaket dan album foto milik Citra.

“Jaket itu buat kamu,” kata Davi.

“Buat aku?”

Davi mengangguk. “Biar Tasya inget terus sama aku,” kata Davi dengan percaya dirinya.

Aku tertawa.

“Ketawamu bagus, jangan ketawa,” katanya mengikuti percakapan Dilan seperti biasanya.

“Davi udah ah!” protesku sambil tersenyum malu.

Davi ikut tertawa. “Udahan nih suka sama Tasyanya?”

“Davi!” protesku.

Lalu kemudian Davi melajukan kendaraannya.

~KALA SENJA~

“Emangnya ini foto apa?” tanya Davi ketika kami sudah sampai di sekolah.

“Waktu acara foto kelas sama makan-makan itu,” jawabku.

“Ohh. Punya Citra?”

“Iya.”

“Ehem….”

Suara Mila menginterupsi percakapan kami. Aku tidak menyadari darimana ia datang, tapi Mila sudah berada di hadapan kami berdua sekarang.

“Bagus deh, Tasya,” katanya.

Aku tahu maksud Mila apa, tapi aku tidak pernah mengatakan apapun padanya perihal hubunganku dengan Davi.

“Aku ikut seneng,” katanya lagi.

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

“Ada apa, La?” tanya Davi.

“Oh, nggak. Cuma obrolan perempuan,” kata Mila. “Oh iya, sebelum masuk kelas. Mumpung masih sepi, lihat mading deh. Pemenang pensi kemarin udah diumumin.”

Setelahnya Mila masuk ke dalam kelasnya. Keajaiban lainnya adalah perubahan sikap Mila padaku. Apa ya istilah orang seperti Mila? Ia menjadi orang yang tidak masuk dalam kategori individu yang bisa didekati dan dijadikan teman. Lalu selanjutnya, ia menjadi sosok individu yang memberikan dorongan besar pada perasaanku, itu masuknya kategori apa ya?

“Aku malah bawa Tasya pulang dan lewatin api unggun waktu pensi. Padahal kamu yang nyiapin itu semua,” kata Davi. “Ternyata yang namanya cemburu itu menyeramkan juga.”

“Gak apa-apa kok,” jawabku. “Yuk ke kelas,” ajakku.

“Nanti sepulang sekolah kita lihat album foto ini bareng-bareng ya,” ajak Davi.

“Oke!”

Begitu kami masu ke kelas. Sudah hampir seluruh penghuni kelasku muncul sepagi ini. Rekor yang menakjubkan karena kelasku termasuk kelas yang paling sering terlambat datang.

“Ada apa?” tanya Davi menghampiri kerumunan orang-orang di depan kelas.

“Eh Davi, maneh (kamu) liat mading gak?” tanya Raka.

“Nggak,” jawab Davi singkat.

“Davi!!!! Gila ya kamu!” kata Citra.

Membuatku dan Davi semakin kebingungan. Lalu selanjutnya, orang-orang yang ada di kelas menatap Davi dengan pandangan takjub, juga tepuk tangan tiba-tiba.

Aku yang penasaran pun akhirnya melangkah menuju mading yang letaknya tak jauh dari kelasku. Di sana masih tidak ada orang yang berkerumun. Aku pun melihat satu per satu kertas pengumuman lomba pensi kemarin lusa. Dan satu yang membuat mataku membulat sempurna.

Sebuah headline bertuliskan ‘Best Performance’ dan nama Davi menjadi juara pertama mengalahkan Kak Edgar dan Band Guru kemarin.

“Hah?! Kok ada namaku?”

Davi sendiri terkejut namanya terpampang di mading.

“Kok bisa?” tanyaku.

“Gak tau.”

“Kak Davi! Liat itu Kak Davi!”

Anak-anak kelas satu yang tak sengaja melintasi kami satu per satu memanggil nama Davi. Dan hal itu membuatku menyimpulkan satu hal padanya.

“Jangan sampai satu sekolah tau tentang kita,” bisikku padanya.

“Hah?!”

~KALA SENJA~

Kulihat Davi sepertinya murung, yang disebabkan oleh ucapanku tadi pagi. Aku pernah menghadapi kerumunan orang-orang yang heboh karena Kak Edgar, itu tidak menyenangkan. Beberapa menyindir keberadaanku yang kata mereka aku tak pantas mendapat perhatian Kak Edgar. Aku pun tak ingin hal itu terulang dalam hubungan yang sebenarnya antara aku dan Davi. Aku berusaha untuk menghargai orang-orang yang menyukai Davi juga.

Bahkan saat istirahat pun, Davi dan aku bagai orang yang biasa-biasa saja, tak ada hal istimewa yang terjadi kemarin. Berpura-pura rupanya.

“Kak Tasya!” Luna memanggilku yang tengah berbincang dengan ketiga sahabatku.

“Eh Lun, sini aja masuk,” pintaku.

Luna menghampiriku dengan malu-malu.

“Ada apa?” tanyaku.

“Kata Kak Edgar, pulangnya ditunggu di pohon belakang!” kata Luna dengan jelasnya sembari memberikanku sebatang coklat yang telah dihiasi pita berwarna ungu.

“Maaf Kak, aku pergi dulu!” Luna pun pergi berlalu.

Satu…. Dua…. Tiga….

“WAH!!!! KAK EDGAR EDAN EUY!!!”

Sorak sorai orang-orang di kelasku menjadi latar belakang kemudian. Kulihat Davi yang terkejut karena pesan dari Luna tadi. Sementara aku hanya bisa tersenyum canggung.

Ada hal lain yang harus kuselesaikan hari ini juga. Jika dulu Davi pernah mengatakan bahwa ia akan menerima perasaan orang lain padanya, meski ia belum tentu menyukainya, tapi lain bagiku. Davi terlalu lama berada di hatiku dan jadi atensi utamaku. Ia terlalu menancap terlalu dalam jika aku harus memaksanya pergi dari jarak pandangku. Walau ada orang lain yang mencoba menggoyahkan perasaanku sendiri.

Nyatanya, aku tak bisa menghilangkan semua tentang Davi begitu saja.

Sesuai dengan pesan yang dikatakan Luna. Aku menghampiri Kak Edgar yang sedang berdiam diri di bawah pohon belakang sekolah. Lokasi yang pernah ada aku dan dirinya dulu.

“Kak!” sapaku. “Maaf nunggu lama,” kataku. Tentu, Davi menahanku sejak bel pulang sekolah berbunyi. Beruntung aku masih bisa membujuknya.

“Nggak kok,” katanya.

Jika kau menganggap aku si antagonis bagi Kak Edgar, silahkan. Aku pun menganggap diriku seperti itu.

Kak Edgar bersandar pada batang pohon yang besar itu. Suara angin yang menggerakkan daun-daun pohon melenyapkan kesunyian di lapangan sekolah yang mulai sepi. Aku ingin memulai, tapi aku tidak tahu bagaimana merangkai kalimat pembukanya.

“Aku tau kok waktu Sabtu kemarin kamu mau bilang apa sama aku,” kata Kak Edgar mengawali.

Aku pun mulai memandanginya.

“Aku yang salah. Aku yang menutup mata dan telingaku. Aku pura-pura gak tau apa-apa, padahal jelas-jelas hal itu terlihat dari mata kepalaku sendiri. Tasya, aku tau seberapa sukanya Davi sama kamu.”

“Ya?” Aku terkejut dengan ucapan Kak Edgar. Kenapa ia tahu tentang aku dan Davi.

“Gak usah kaget. Kelihatan kok Davi suka sama kamu, sejak dulu. Aku yang terlalu memaksakan diri karena menjadi orang asing diantara kalian,” tutur Kak Edgar. “Aku pikir Davi memang orang yang perhatian. Tapi setiap dia ngobrol sama kamu, cara dia natap kamu, dan cara dia yang mengamatimu itu berbeda. Sepertinya aku memang sudah kalah sejak awal.”

Ucapan Kak Edgar lewat telepon saat itu terngiang dalam benakku. Ia tiba-tiba menghilang padahal aku sedang mencarinya. Lalu tiba-tiba saja Kak Edgar mengatakan terimakasih di telepon padahal aku belum mengatakan apapun. Apa ia benar-benar sudah tahu sejak awal?

“Tapi, kenapa Kak Edgar masih deketin aku? Bukannya itu lebih menyakitkan ya?” tanyaku.

“Aku cuma pingin tau perasaan Tasya, mungkin aku bisa punya celah di sana. Nyatanya kamu menyukai Davi juga. Itulah kenapa aku bilang sudah kalah sejak awal. Aku gak bisa misahin kalian,” katanya.

Aku jadi merasa bersalah, entahlah. Aku belum pernah mematahkan hati seseorang. “Maaf Kak,” kataku lirih.

“Gak usah. Kamu gak salah kok. Davi emang pantes buat kamu,” kata Kak Edgar.

Ia lalu menghampiriku dan mengulurkan tangannya. Aku menangkap uluran tangannya.

“Percayalah Tasya, aku masih jatuh cinta sama kamu sampai detik ini. Mungkin selamanya. Terimakasih karena ngijinin aku untuk berusaha mendapatkan hatimu. Aku senang pernah sama kamu.”

Aku mengangguk. Aku tahu rasanya patah hati, tapi kelapangan yang dimiliki Kak Edgar bagiku tak tertandingi. Ia bisa bersikap dewasa setelah hatinya patah. Suatu hari, mungkin Kak Edgar akan bertemu partner penikmat senja bersama. Aku yakin hal itu.

“Tau gak hal spesial yang hanya dimiliki Davi?” tanya Kak Edgar.

“Apa?”

“Cara dia yang selalu memanggil namamu. Seakan-akan, kamu adalah miliknya. Davi tak pernah menganggap kamu orang lain, selalu memanggil namamu ketimbang menggunakan kata ganti orang kedua. Coba saja!” bisik Kak Edgar.

“Udah Kak ngobrolnya?”

Suara Davi mengejutkanku dan dengan kasarnya ia menarik tanganku yang sejak tadi berjabat tangan dengan Kak Edgar.

“Davi?” panggilku.

Davi yang dingin dan menyeramkan itu datang lagi, tatapan ketidak sukaannya pada Kak Edgar persis seperti saat kejadian Kak Rio dulu. Atau saat Kak Candra mengerjaiku kemarin.

“Tenang. Aku gak akan ambil punyamu,” kata Kak Edgar dengan santainya.

“Baguslah kalau Kakak tau diri. Tasya punyaku,” kata Davi membawaku pergi.

DEG!!!

“Davi tunggu!” Aku melepaskan sejenak genggaman tangannya lalu mengambil sesuatu dari dalam tasku. “Kak Edgar! Coklatnya?” Aku memperlihatkan coklat yang diberikan Kak Edgar.

“Gak apa-apa. Buat Tasya, tanda terimakasih,” kata Kak Edgar melambaikan tangannya padaku.

Kemudian Davi menggenggam tanganku dan benar-benar membawaku pergi menjauh dari Kak Edgar. Apa Davi tidak merasakan degup sekencang ini ketika ia menggenggam tanganku? Aku sih kewalahan menghadapi degupan ini.

“Aku juga bisa kasih Tasya coklat sebanyak apapun,” kata Davi dengan nada kesal.

Aku tertawa geli. Davi yang kulihat selalu ceria dan tersenyum itu, kini seperti anak kecil yang tengah kesal. Entah apa aku harus bersyukur atau tertawa.

Davi tak bergeming bahkan ketika kami sedang berada di dalam mobil. Udara semakin panas jika kami tetap berada di dalam sebuah mobil dengan keadaan mati seperti sekarang.

“Udah ngambeknya?” tanyaku.

Davi menghela nafas. “Kenapa sih banyak orang yang suka sama Tasya? Aku capek cemburu terus!” gerutunya.

Aku menahan tawaku. Geli rasanya mendengar kalimat itu dari mulut Davi yang kukenal.

“Jangan cemburu. Davi jadi kelihatan gak percaya diri,” kataku.

“Aku memang selalu gak percaya diri kalau soal Tasya,” jawab Davi.

“Udah ah Dilannya! Katanya mau lihat album foto?”

“Oh iya! Yuk, Tasya.”

~KALA SENJA~

Kepalaku sedikit menengadah pada langit siang itu. Cerah, pikirku. Tak ada tanda-tanda akan hujan dan itu merupakan sebuah kesenangan tersendiri bagiku. Entah mengapa, aku jadi tersenyum dibuatnya.

“Seseneng itu ya Tasya sama matahari?” tanya Davi.

“Hah? Bukan kok,” jawabku.

“Terus kenapa senyum-senyum begitu?” tanyanya lagi.

“Hehe....”

Davi membawaku entah kemana, tapi kuminta untuk tetap bersamanya hingga senja nanti. Katanya tak masalah. Hingga malam pun, Davi akan menemaniku.

Senang. Satu kata yang menggambarku sekarang. Semuanya adalah keajaiban dan senja adalah saksinya. Padahal, kesunyian tak akan memberikan jawaban atas apapun, namun sepertinya senja masih berpihak padaku.

Kuharap ini adalah titik awal ceritaku bersamanya. Yang selalu muncul kala senja yang menjadi garis antara pertemuan siang dan malam. Yang bisa saja malam ingin mengecup siang, sedangkan garis jingga itu tak membiarkannya, namun justru mempersilahkan kami untuk membuat cerita meski terasa singkat.

Davi, kau harus tahu bahwaku lebih dari sekedar menyukaimu. Lebih lama dari waktu senja, dan lebih dalam dari pohon beringin di belakang sekolah. Kau harus tahu kebersyukuranku atas bertemu denganmu, dan menjadikan senja sebagai momen aku untuk selalu memupuk perasaan ini.

Terimakasih Davi, kau mengindahkan senjaku

“Davi, boleh aku tanya sesuatu?” tanyaku kemudian.

“Apa?”

“Kapan pertama kali Davi menyukaiku?”

“Emm.... Kita tunggu senja selanjutnya ya.”

 

 

 

-TAMAT-

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • zufniviandhany24

    ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256

    Comment on chapter Satu Kelas
Similar Tags
Teater
23399      3339     3     
Romance
"Disembunyikan atau tidak cinta itu akan tetap ada." Aku mengenalnya sebagai seseorang yang PERNAH aku cintai dan ada juga yang perlahan aku kenal sebagai seseorang yang mencintaiku. Mencintai dan dicintai. ~ L U T H F I T A ? Plagiat adalah sebuah kejahatan.
Premium
Dunia Leonor
117      102     3     
Short Story
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua seke...
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14187      2892     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Diary Ingin Cerita
3469      1659     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Throwback Thursday - The Novel
16680      2523     11     
Romance
Kenangan masa muda adalah sesuatu yang seharusnya menggembirakan, membuat darah menjadi merah karena cinta. Namun, tidak halnya untuk Katarina, seorang gadis yang darahnya menghitam sebelum sempat memerah. Masa lalu yang telah lama dikuburnya bangkit kembali, seakan merobek kain kafan dan menggelar mayatnya diatas tanah. Menghantuinya dan memporakporandakan hidupnya yang telah tertata rapih.
CHANGE
486      347     0     
Short Story
Di suatu zaman di mana kuda dan panah masih menguasai dunia. Dimana peri-peri masih tak malu untuk bergaul dengan manusia. Masa kejayaan para dewa serta masa dimana kesaktian para penyihir masih terlihat sangat nyata dan diakui orang-orang. Di waktu itulah legenda tentang naga dan ksatria mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu terdapat suatu kerajaan makmur yang dipimpin oleh raja dan rat...
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1222      816     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
Kisah Kasih di Sekolah
800      515     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...
The Friends of Romeo and Juliet
20614      3093     3     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
Secret Garden
328      275     0     
Romance
Bagi Rani, Bima yang kaya raya sangat sulit untuk digapai tangannya yang rapuh. Bagi Bima, Rani yang tegar dan terlahir dari keluarga sederhana sangat sulit untuk dia rengkuh. Tapi, apa jadinya kalau dua manusia berbeda kutub ini bertukar jiwa?