Loading...
Logo TinLit
Read Story - Wanna Be
MENU
About Us  

“Tugas selesai! Wah! Terimakasih Linda! Kau memang sahabat terbaikku!” Dae-MI memeluk erat sahabatnya, Linda. Terpancar kebahagiaan dari raut wajah mereka. Satu kebahagiaan karena tugas yang telah selesai, dan satu kebahagiaan karena sudah tidak harus berada di perpustakaan lebih lama lagi.

“Untuk merayakan selesainya tugasku, bagaimana kalau kita sekarang minum soju? Call?’ ajakan Dae-Mi tentunya sangatlah menggiurkan, apalagi kali ini Dae-Mi yang traktir. Suatu keuntungan bagi kaum rantau seperti Linda. “Tapi, aku belum bisa minum soju. Bagaimana?” mengingat umur Linda yang baru 18 tahun, tentunya masih dibawah umur untuk dapat menikmati soju di Korea.

“Bagaimana kalau kau traktir aku jokbal sebagai gantinya? Dan tentunya kau boleh minum soju tanpa aku, call? Aku cukup dengan soda saja.” Linda mengajukan penawaran yang sepertinya akan dengan mudah di setujui oleh Dae-Mi.

“Oke, tapi aku tak mau kalau hanya minum soju sendirian. Kalau begitu aku juga akan minum soda dan jokbal! One shot! Call!” Dae-Mi mengatakannya dengan nada yang persis sama dengan orang mabuk soju.Nada yang turun dan meliuk-liuk. Diikuti tubuh Dae-Mi yang terhuyung-huyung tak seimbang. Tangannya bergerak lihai dan matanya yang tidak fokus. Pas sekali dengan gestur Ahjumma  yang benar-benar mabuk.  Sepertinya ini adalah bentuk pelarian Dae-Mi karena tidak jadi minum soju.

Malam masih sama seperti malam yang kemarin, masih dengan angin dingin yang membelai tubuh Linda dan Dae-mi. Jalanan yang basah. Kerlip lampu pertokoan masih menjadi penghias utama pinggiran Jalan Myeongdong. Tawa canda mereka seolah-olah bentuk evaporasi dari gunungan tugas yang membebani mereka di musim yang dingin ini. Sesekali mereka berpapasan dengan pejalan kaki lainnya yang menikmati malam, menyusuri jalanan kota dengan seseorang yang membuat hati mereka hangat di atmosfer yang dingin. Berbeda sekali dengan Linda dan Dae-Mi yang menyusuri jalanan dengan menertawakan semua yang mereka lihat­—upaya pelampiasan mereka terhadap kondisi mereka.

“Kita mau makan dimana? Restoran di Lotte Mall?” tanya Dae-mi. Satu alisnya terangkat, dan sudut bibirnya sedikit terangkat. Dia menyipitkan matanya yang sudah sipit. Hanya terlihat seperti 2 garis melengkung di atas pipinya.

“Kau mengejek atau apa?” Linda menirukan pose Dae-mi dan bertanya balik kepada Dae-mi.

Dae-mi mengeluarkan dompet dari saku mantelnya.

“Aku punya uang banyak Linda! Tidak usah khawatir, kita tidak terlalu miskin untuk dapat makan di restoran mahal kan?” ledek Dae-mi. “Kalaupun uangku tak cukup, kan aku bisa meninggalkanmu disana untuk bekerja membayar tagihan.” Dae-mi tertawa keras dan berlari menjauh dari Linda, seperti melempar daging pada singa. Linda siap mengejar kemanapun daging itu dilemparkan.

Mereka berlarian seperti anak SD yang berhamburan keluar kelas ketika jam pelajaran telah usai. Tidak menghiraukan bahwa mereka menjadi pusat perhatian orang lain. Tak peduli orang lain menunjukkan jari mereka ke arah mereka, mereka tetap berlarian bebas merontokkan segala kepenatan hari ini.

***

Hyung, bagaimana kalau kita sekarang pergi keluar? Aku bosan. Aku rasanya ingin makan kimbap segitiga yang dijual di toko serba ada” gumam Daehwi. Kepalanya ditegakkan dan menatap langit-langit. Terlihat jelas dari wajahnya betapa ia menginginkan hal itu. Bibirnya berkali-kali mengecap-ngecap angin. Membayangkan kimbap segitiga sedang masuk ke mulutnya.

“Pesan saja, praktis!” jawab Sungwoon singkat. Membuyarkan kimbap segitiga yang sedang dibayangkan oleh Daehwi. “Yaaaah, Hyung, beli sendiri lebih enak. Lagipula aku juga sudah kangen sekali dengan aroma toserba. Wuaahh!” lagi-lagi Daehwi sibuk berfantasi.

Terlihat benar kebahagiaan Daehwi dengan membayangkan hal itu saja. Terbayang pintu toserba terbuka dan disambut hangat oleh pegawai toko. Penghangat ruangan yang ada di toserba seolah memeluk hangat dan menuntun untuk masuk lebih dalam lagi. Aroma-aroma kemasan ramen. Aroma-aroma permen. Semua hawa barang baru. Menciptakan sebuah atmosfer yang sangat dirindukan Daehwi.

“Ah, Hyung!” Daehwi merengek. Matanya memberikan sinyal yang dalam agar Hyung­-nya mengizinkan dia untuk keluar. Tingkah Daehwi memang sulit untuk dihadapi para Hyung. Seketika rasa tidak tega akan menghujani para Hyung jika Daehwi sudah memasang wajah memelas. Seperti anak kucing yang meminta untuk diajak bermain. Kira-kira seperti itu.

“Ini masih jam ramai. Nanti banyak yang mengenali kita. Dan mungkin kita tidak bisa pulang jika ada yang mengenali kita. Kau harus ingat itu.” Yoon Jisung menengahi mereka. Tangannya menjadi pemisah jarak anatara Daehwi dan Sungwoon. Jisung menarik napas panjang. Matanya sayu, terlihat lelah memang, namun sepertinya masih tersimpan sedikita tenaga—mungkin 15%--untuk menjalani malam ini, setelah aktivitas yang padat.

Daehwi menunggu.

Hanya terdengar napas Jisung yang panjang, menjadi jeda di pembicaraan mereka bertiga.\

Sungwoon menunggu.

Sepertinya Jisung Hyung akan melanjutkan perkataannya. Mungkin itu yang mereka pikirkan.

“Daehwi-ya, kita sekarang sudah banyak dikenal orang, akan sedikit berbahaya jika kau nekat keluar tanpa pengamanan seperti saat ini. Kemungkinan terburuknya, kau bisa saja dibungkus oleh para fans dan dibawa pulang.”  Ujar Jisung. Sudut bibirnya terlihat naik, sangat tidak sinkron dengan wajahnya yang berusaha keras agar terlihat serius. Daehwi terkikik pelan, diikuti Sungwoon. “Dengarkan Hyung! Hyung sedang tidak berusaha untuk melawak sekarang. Tapi memang fakta di lapangan mengatakan seperti itu. Oleh karena itu, kita kini perlu penjagaan untuk dapat keluar, jangan seenaknya saja. Ingat itu ya!” masih dalam balutan wajah serius—yang dibuat-buat—Jisung melanjutkan perkataannya dengan pelan. Daehwi dan Sungwoon hanya mengangguk. Seolah anak ayam yang sangat tunduk akan induknya.

Seketika—setelah sepersekian detik—senyuman panjang naik di wajah Jisung. Transisi yang begitu cepat diikuti kembali dengan celoteh Jisung yang berbeda 180 derajat dengan pembicaraan beberapa detik yang lalu.

“Nah! Karena itu kita butuh orang yang kuat untuk dapat mengamankan kita selama berbelanja? Betulkan? Oke!” tanpa sempat dijawab, dia menjawab perkataannya sendiri.

“Woojinie! Woojinie! Manusia terkuat di dunia ini Woojinie! Cepat kemari!!” teriak Jisung menggema keseluruh rumah.

Sungwoon dan Daehwi bertatapan. Apa yang sedang Jisung Hyung lakukan?

“Woojinie!”

“Woojinie!”

Belum tampak tanda-tanda kehadiran Woojin.

“Mungkin Jisung Hyung harus menyalakan api lalu meniupnya agar Woojin datang.” DaeHwi terkekeh mendengar ucapan Sungwoon. “Ya! Bodoh! Woojinie bukanlah Dewa! Mana ada Dewa yang mempunyai gigi taring terlalu tajam! Dia lebih pantas jadi bodyguard kita,” timpal Jisung menambah intensitas tawa di lantai satu rumah itu.

Mereka bertiga masih menghadap ke atas, lantai dua, menunggu kemunculan sosok Woojin turun dari sana.

“Woojinie!!” sekali lagi teriakan Jisung menggema. Baru terdengar jawaban.

“Ya! Sebentar!”

Senyuman terkembang dari bibir mereka bertiga, tampak wajah kebahagiaan yang jelas dari raut wajah mereka. Seperti 3 pangeran yang menunggu kemunculan putri di atas menara kerajaan.

“Ya Hyung! Ada apa memanggilku?” Woojin meraih pegangan tangga dan melesat cepat menuruni puluhan anak tangga. Cepat sekali.

Tangan Daehwi mengisyaratkan kepada Woojin untuk segera mendekati mereka. Senyuman Jisung semakin terkembang.

“Jadi gini, kita ini mau pergi keluar sebentar,” Jisung mengambil napas panjang.

“Lalu?”

“Nah, aku minta kau untuk menjaga kami selama keluar,”

Wajah Woojin seketika berubah.

Apa katanya? Menjaga? Kenapa harus aku? Mungkin itulah yang langsung melintas di pikiran Woojin. Wajahnya seperti mengatakan hal itu.

“Betul! Kau kan kuat! Jadi kau bisa setidaknya memberikan keamanan kepada kami selama keluar, bahkan sepertinya nyamuk pun akan menghindari kami jika ada kau!” ujar Sungwoon.

Hening.

“Haha—haha” tawa Jisung memecah keheningan. Tawanya jelas sekali terbata.

“Ah! Iya benar itu! Hahahaha!” diikuti Daehwi dan Woojin. Membenarkan situasi agar tidak menjadi hening.

“Memangnya mau pergi kemana? Apa tidak apa keluar seperti ini?  Tidak bilang manager? Mmm.. Aku rasanya tidak yakin,” Woojinie menghela napas panjang.

Nekat.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Eternal Sakura
996      565     1     
Short Story
\"Sampai jumpa tahun esok Hana...!! di hari yang sama, di musim semi ketika bunga Sakura mekar, kami akan mengunjungi mu lagi.......!!\"
Suami Untuk Kayla
7839      2483     7     
Romance
Namanya Kayla, seorang gadis cantik nan mungil yang memiliki hobi futsal, berdandan seperti laki-laki dan sangat membenci dunia anak-anak. Dijodohkan dengan seorang hafidz tampan dan dewasa. Lantas bagaimana kehidupan kayla pasca menikah ? check this out !
The Diary : You Are My Activist
14086      2390     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
IMAGINE
369      259     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Stars Apart
605      421     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Nonsens
504      377     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
Weak
240      191     1     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Love Letter: Mission To Get You
132      99     1     
Romance
Sabrina Ayla tahu satu hal pasti dalam hidup: menjadi anak tengah itu tidak mudah. Kakaknya sudah menikah dengan juragan tomat paling tajir di kampung. Adiknya jadi penyanyi lokal yang sering wara-wiri manggung dari hajatan ke hajatan. Dan Sabrina? Dicap pengangguran, calon perawan tua, dan... “beda sendiri.” Padahal diam-diam, Sabrina punya penghasilan dari menulis. Tapi namanya juga tet...
Before You Go
414      277     2     
Short Story
Kisah seorang Gadis yang mencoba memperjuangkan sebelum akhirnya merelakan
Konstelasi
854      440     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.