IF ONLY…
Entah kenapa aku selalu mengingatnya…
Ada dimana dia sekarang….?
Apa yang dia lakukan….?
Siapa yang sedang bersamanya…?
Semua pertanyaan muncul satu demi satu, tapi tidak satu pun dari pertanyaan itu yang bisa ku jawab. Alasan hanya satu, itu karena aku tidak bisa melihatnya lagi.
Bukan karena dia sudah tiada, tapi karena aku memang tidak benar-benar mengenalnya.
Aneh bukan…
Aku tidak mengenalnya, juga tidak dekat dengannya. Dia bukanlah teman atau seseorang tinggal dekat rumahku, tapi aku terus saja teringat padanya. Masih banyak hal yang ingin aku ketahui tentang dirinya, tapi sekarang disinilah aku, bersama dengan berbagai pertanyaan yang tidak tahu kapan bisa terjawab, atau mungkin tidak akan ada kesempatan untuk menjawabnya. Rasanya sangat mengecewakan.
Semua berawal pada pertengahan bulan April tahun lalu. Hanna teman sekelasku, mengajakku dan 2 orang temannya pergi ke café yang baru di buka di dekat sekolah kami. Awalnya hanya ingin mencari suasana baru sembari mengerjakan tugas sekolah yang terus menumpuk, tapi alasan itu tiba-tiba saja berubah.
Disanalah aku melihatnya. Seorang lelaki tinggi dengan rambut kecoklatan yang terlihat sedikit berkilau saat terkena cahaya lampu. Lelaki itu menghampiri meja kami sambil tersenyum ramah.
“kalian ingin memesan sesuatu?”
Jantungku mulai berdetak tidak menentu saat menyadari laki-laki itu berada dekat sekali denganku.
Apa ini?
Kenapa aku bersikap seperti ini?
Apa aku makan sesuatu yang salah siang tadi?
Aku sendiripun masih tidak yakin. Tapi kesempatan seperti ini tidak bisa ku lewati begitu saja. Aku mulai mencari kesempatan untuk mempelajari struktur wajahnya, yang terlihat makin menawan dari dekat dan aku menyadari bahwa bola matanya terlihat lebih coklat dari warna rambutnya, alisnya tidak terlalu tebal, tapi terlihat sangat cocok berada di atas mata besarnya.
“sel…”
Aku terkejut saat salah seorang teman di sampingku menepuk pundakku pelan. Aku melihat kawan-kawanku melihatku bingung, lalu mereka mulai tertawa mengejekku.
“aku pesan makanan yang sama saja dengan mu.” kataku pada Hanna yang sudah melihatku dengan penuh kecurigaan.
AAH sangat memalukan. Aku hanya bisa menunduk menahan malu, tapi aku penasaran, ekspresi apa yang ditunjukkan dia saat ini. Dengan hati-hati aku menatap wajahnya lagi… Dia tersenyum.
~
Sejak saat itu aku jadi terus ingin mengetahui banyak hal tentang dirinya. Dengan berbagai alasan aku terus mengajak Hanna dan teman-teman ku supaya bisa datang terus ke café itu. Dalam 1 minggu aku bisa datang 3 atau 2 kali, tapi hal itu tetap terasa tidak cukup. Aku masih ingin bertemu dengannya lebih lama.
Rasanya sangat menyenangkan hanya dengan melihat wajahnya, mendengar suaranya yang ramah saat sedang melayani pengunjungg café, dirinya yang selalu saja tersenyum saat sedang bercakap-cakap dengan teman sekerjanya. Setiap kali melihatnya, aku ingin mengenal dirinya lebih jauh lagi.
Perasaan seperti ini baru pertama kali aku rasakan. Apakah seperti ini rasanya jika kita tertarik dengan seseorang? Tidak… ini bukan hanya karena aku tertarik, kalau hanya tertarik kenapa jantungku terus berdetak dengan kencang setiap kali aku melihatnya?
~
“mau berapa kali kau datang kesana? ”tanya Hanna saat kami pulang sekolah bersama.
“apa maksudmu? ” tanyaku yang berpura-pura bodoh.
“ini sudah 2 bulan, apa kau masih tidak mau mengajaknya bicara?” tanya Hanna lagi, yang membuatku terdiam.
Hanna menatapku sambil tersenyum.
“tidak perlu berpura-pura, tertulis dengan sangat besar diwajahmu kalau kau menyukai orang yang bekerja di café itu”
Aku terdiam.. AAAhhh jadi seperti ini rasanya saat menyukai seseorang. Sudah ku duga, ini bukan hanya sekedar perasaan tertarik.
“apakah terlihat jelas? ” tanyaku sambil tersenyum
“kalau begitu, kenapa kau tidak mencoba untuk bicara dengannya? Lagipula, dia juga terlihat seperti orang yang baik”
“aku tidak tahu…”
“apa…?”
“aku tidak tau apa yang harus aku katakan”
Aku ingin mengenalnya lebih jauh, aku menyadarinya, tapi aku tidak tahu bagaimana memulainya.
Dia terlihat ramah pada setiap orang, dia juga tersenyum pada semua pengunjung. Hanya aku yang memiliki perasaan lebih, sedangkan dia tidak. Jika aku tiba-tiba sok akrab yang bertanya macam-macam, bukan tidak mungkin dia akan menganggapku aneh dan aku tidak menginginkan hal itu. Meskipun begitu aku sudah cukup puas hanya dengan melihat dia dari jauh.
Setelah cukup lama aku mulai berani datang sendiri. Tidak enak juga jika setiap saat meminta ditemani, itu seperti aku memaksa teman-temanku untuk mendukungku.
Dengan alasan mengerjakaan tugas aku bisa duduk berjam-jam dan sesekali mencuri pandang saat dia melayani pengunjung lain.
Tidak pernah bosan melihatnya… aku sadar hal itu.
~
Tidak seperti biasanya, kali ini aku begitu serius mengerjakan tugas. Aku sudah tidak ingat sudah berapa jam sejak aku datang ke café itu. Kepalaku terasa begitu pusing, besok ada beberapa materi yang harus aku persiapkan untuk presentasi. Beberapa makala juga belum selesai ku buat padahal batas waktu dikumpulkannya besok. Belum lagi tugas-tugas lainnya, setiap hari sekolah terasa makin berat dan melelahkan.
Aku melihat ke sampingku saat menyadari seseorang meletakkan sesuatu di mejaku. Bingung bercampur senang saat melihat orang itu adalah dia.
“aku tidak pesan ini….” kataku bingung.
“tenang saja yang ini gratis.” katanya sambil tersenyum. Senyuman yang sama yang selalu dia tunjukan.
“anggap saja layanan special untuk pelanggan setia”
“em kalau begitu.. terimakasih.” kataku sambil mencoba menutupi rasa gugupku.
Dia tersenyum dan melangkah pergi.
Tidak lebih dari 5 menit aku bicara dengannya, tapi dapat menghilangkan kepenatan yang berjam-jam aku rasakan. Jantungku masih berdegup dengan kencang, aku tidak bisa menggambarkan apa yang aku rasakan, tapi jika diminta menggambarkannya dengan 1 kata, maka kata paling tepat adalah ‘BAHAGIA’. Artinya dia mengingat ku, oh bagaimana ini aku tidak bisa berhenti tersenyum.
Aku mengambil sendok dan mencoba cheese cake yang dia berikan padaku. Ini adalah cheese cake terenak yang pernah aku makan selama ini. Tidak bisa, situasi seperti ini tidak boleh dilewati begitu saja, aku harus menfotonya.
“Reno…”
Tiba-tiba terdengar suara bising dari depan pintu masuk café. Terlihat 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan baru saja masuk ke dalam café.
“oh kalian datang. ”
Reno, maksudnya… namanya Reno? Benarkan… aku tidak salah dengar?
“kami membawa buku catatan untukmu’kata salah seorang dari mereka. ”
“makasih banyak, gue hampir aja mau nyerah sama ujian besok.”
Benar, dia terlihat akrab dengan orang-orang itu. Mungkin mereka adalah teman-temannya. Dan kemudian hari itu berubah menjadi hari keberuntunganku.
~
Langit sudah terlihat gelap, hari ini aku pulang ke rumah lebih lama dari sebelumnya. Setelah teman-temannya datang, aku tidak mau melewatkan kesempatan itu begitu saja. Setelah duduk lebih dari 2 jam di sana aku mendapatkan banyak informasi tentang dirinya.
Namanya adalah Reno, kuliah jurusan desain semester 4. Saat bersama dengan teman-temannya dia terlihat begitu santai, berbeda dengan sifatnya yang selama ini aku lihat. Hari ini aku melihat 1 lagi sisi dirinya yang lain.
“aku pulang.” kataku setelah membuka pintu rumah.
“telat sekali pulangnya”
“iya tadi aku mengerjakan tugas dulu ma”
“mau makan dul… apa yang terjadi? kenapa kau senyum-senyum seperti itu”
“aku? hehehe mungkin perasaan mama saja”
“berhentilah, kau terlihat menakutkan”
“oh iya ma, boleh aku minta tambahan uang jajan bulan ini”
“lagi…”
“ayolah sedikit saja.” kataku sambil memeluk mamaku mencoba membujuknya.
“pengeluaranmu sangat banyak beberapa bulan belakangan ini, untuk apa saja? ”
“macam-macam. Ayolah, bulan depan aku akan berhati-hati.. yah”
“baiklah tapi tolong bulan depan lebih berhemat sedikit”
“baiklah, aku menyayangi mu.” kataku sambil mencium pipi mamaku
“sudahlah cepat cuci tangan lalu makan”
“baiklah.. ”
Sebenarnya aku merasa sedikit bersalah, tapi aku juga tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya. Entah apa yang akan mama lakukan jika mama tahu uangnya selama ini aku gunakan untuk mengintip orang yang kusuka.
“Sella kumpulan kertas apa yang ada di dalam tas mu ini?”
“OH IYA…. MAH TUGASKU BELUM SELESAI”
~
Belakangan hari ini tugas semakin banyak dan sebentar lagi ujian kenaikan kelas, membuatku tidak punya waktu untuk memikirkan hal lain. Aku sudah berjanji pada orangtuaku akan mempertahankan peringkatku di lima besar, sebagai balasan karena terlalu banyak meminta uang beberapa bulan ini. Aku bahkan tidak datang lagi ke café, rasanya aku merindukannya.
Apa yang dia lakukan sekarang…?
Apa dia menyadari bahwa aku sudah mulai jarang datang ke cafenya…?
Ahhhh imajinasiku ini…
Padahal baru saja aku mengetahui namanya…
Baru saja aku mengetahui sedikit hal tentang dirinya…
Baru saja aku melihat sisi baru dirinya…
Aku ingin melihatnya lagi.
Setelah beberapa minggu akhirnya ujian berakhir dan semua tugas juga sudah diselesaikan. Rasanya seperti sudah menghilangkan beban berat yang selama ini dipikul, rasanya lega sekali.
“Sella kau ingin ikut kami?” tanya Hanna tiba-tiba
“kemana?’
“nonton, ada film baru di bioskop yang katanya seru. Lo ikut kan? itung-itung refreshing” ajak grace
“boleh udah lama juga gak nonton, kapan?”
“sabtu ini.”
“okey”
~
Sabtu, di dalam bioskop.
Aku selalu saja berfikir…
Jika aku tidak ikut saat itu, apa yang akan terjadi?
Jika saja aku menolaknya saat itu…
Jika saja aku tidak pergi, mungkin aku masih bisa meneruskan cinta sepihak ini…
Hari yang seharusnya aku lewati dengan gembira dengan teman-temanku, telah berubah.
Saat pertama kali aku melihat, aku langsung tahu bahwa dia adalah orang yang selama ini aku perhatikan, walau saat itu dia terlihat sedikit berbeda.
Dia terlihat menunjukan senyum yang berbeda dari yang pernah ku lihat…
Tatapan yang berbeda dari biasanya…
Prilaku yang baru pertama kali aku lihat…
Dia terlihat begitu senang, dengan seorang wanita di sebelahnya.
“Sella, ayo filmnya udah mau mulai”
“oh iya”
Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini, yang aku tahu aku tidak bisa menikmati apapun lagi setelah itu.
Bahkan film yang di bilang seru oleh teman-temanku, bahkan makanan yang di bilang enak, ataupun buku yang di katakan bagus, aku tidak bisa merasakan apapun lagi setelah kejadiaan itu.
Aku pulang dengan membawa perasaan ini bersama ku. Aku tidak ingin menunjukan pada orang lain, aku juga tidak ingin orang lain menyadarinya.
Aku menutup pintu kamarku perlahan. Di dalam gelap aku merasa air mataku mengalir.
~
Setelah kejadian itu aku tidak pernah lagi datang ke café itu. Aku memilih menghabiskan waktu liburan kenaikan kelas bersama teman-temanku. Aku berusaha menyibukan diri untuk melupakan apa yang telah terjadi.
Tapi bagaimana pun aku mencoba melupakannya, aku tidak bisa. Perasaan itu dan kenangan yang aku lihat di hari itu, datang terus menerus.
Hari demi hari berlalu, tanpa terasa 3 bulan sudah berlalu, tapi perasaan ini tidak juga hilang. Apa yang harus aku lakukan untuk menghilangkannya? Bagaimana caranya supaya aku melupakannya? Aku tidak tahu…
“ungkapinlah”kata Hanna di dalam kelas saat jam makan siang.
Karena terus merasa bimbang aku mencoba mencari jawaban dari orang lain dan hanya Hanna yang tahu aku menyukainya, jadi aku bertanya padanya.
“tapi tadi kan gue dah bilang, dia udah punya pacar. Lagipula masa tiba-tiba gue bilang suka, kan gak wajar”
“terus lu mau gimana? kembali lagi kayak dulu, ngeliatin dia diam-diam? berharap suatu hari dia putus dari pacarnya trus ngajak ngomonng lu. Mau sampe kapan? kita udah kelas 3 bentar lagi lulus”
“gua aja gak tahu masih bisa ngeliat dia atau engga”
“bilang aja, lebih baik ditolak dari pada kayak gini kan?”
Aku benar-benar memikirkan saran Hanna dengan serius. Entahlah apa aku punya keberanian untuk penyatakan perasaan yang sudah pasti akan ditolak ini. Walau pun begitu aku tetap mengumpulkan keberanian untuk datang ke café tempatnya bekerja. Jantungku sudah berdetak dengan kencang sebelum aku membuka pintu café itu.
Dengan mengambil nafas dalam aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Aku duduk di tempat biasa yang selalu aku tempati jika datang ke sini. Aku melihat sekeliling, tapi tidak menemukan orang ku cari.
“mba, pesanannya..?”tanya seorang pelayan wanita yang tanpa ku sadari sudah berada di sampingku.
“cappuccino yang dingin satu.. ”
“itu saja..?”
“iya itu dulu…”
“emm mba.. ”panggilku ragu saat pelayan itu hampir pergi
“iya”
“pekerja laki-laki yang namanya Reno hari ini gak masuk yah? ”tanyaku
“oh Reno sudah berhenti”
“berhenti? sejak kapan?”tanyaku yang tidak bisa menutupi rasa terkejutku
“em satu bulan yang lalu mungkin, katanya kuliahnya makin sibuk jadi dia keluar.”
“ahhh makasih mba.”kataku sambil mencoba tersenyum.
Rasa sakit yang kurasakan kedua kalinya, tapi kali ini terasa berbeda dari yang sebelumnya, mungkin karena aku tahu bahwa sekarang aku tidak akan bertemu lagi dengannya.
Untuk pertama kalinya aku merasa manis dan pahitnya rasa jatuh cinta sendiri. Baik senang atau sedih aku merasakannya sendiri.
Sekarang sudah 1 tahun sejak kejadian itu, tapi aku masih mengingatnya.
Saat pertama kali aku bertemu…
Wajahnya saat tersenyum…
Suaranya…
bahkan rasa saat melihatnya dengan wanita lain.
Aku sempat berfikir, jika pada saat itu aku lebih berani dan mengajaknya bicara pertama kali apa sekarang aku masih bisa melihatnya? apa aku bisa lebih dekat dengannya?
Jika saat itu masih terus datang ke café tampatnya bekerja… Lagipula saat itu aku juga tidak tahu pasti apa wanita yang bersamanya saat itu apa benar-benar pacarnya atau bukan?
Terlalu banyak kata “Jika saja” yang ada di kepalaku saat aku memikirkannya. Aku jadi teringat apa yang dikatakan Hanna saat aku meminta saran darinya dan baru sekarang aku yakin bahwa dia benar. Mungkin lebih baik jika aku ditolak saat itu.
Pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta sepihak…
Perasaan yang berakhir bahkan sebelum dimulai…
Merasa senang dan sedih seorang diri, benar-benar seperti orang bodoh.
Ada penyesalan besar dalam diriku, padahal masih banyak hal yang ingin kuketahui tentang dirinya.
Jika saja aku lebih berani bicara padanya saat itu, kira-kira apa yang akan terjadi?
~END~