Malam itu adalah malam dimana semua yang kumiliki seakan telah diambil oleh tuhan. Malam yang seharusnya menjadi malam perayaan ulang tahunku berubah menjadi malam yang penuh dengan warna merah dari api dan asap hitam yang mengelilingi mansion yang kutempati. Semua terjadi dengan sangat cepat, bersamaan dengan saat aku mengambil nafas dan meniup lilin ulang tahunku.
Saat lilin yang kutiup perlahan padam, beberapa orang yang tak kukenal pun masuk. Mereka mengenakan pakaian serba putih dengan garis merah ( Amik dan Alba ) layaknya seorang pastur, serta memakai topeng untuk menutupi wajah mereka. Salah seorang dari mereka yaitu, seorang pria tua yang mengunakan selendang ( Stola ) berkata bahwa mereka adalah utusan gereja, mereka adalah utusan dari tuhan yang di tugaskan untuk membersihkan para pendosa yang telah dan akan menodai negara ini.
Dia mengatakan bahwa ayah dan ibuku adalah manusia yang selalu melakukan hal- hal kotor dengan mengatas namakan kerajaan dan mereka berkata bahwa ayah dan ibuku adalah bagian dari para pendosa yang harus di musnahkan. Mereka tidak bisa jika ada yang memprioritaskan suatu hal di atas sebuah keyakinan terhadap tuhan. Aku yang saat itu hanya terdiam sambil mendengar ocehan mereka.
Ayah dan ibuku selalu berkata bahwa tidak ada yang namanya kehidupan setelah kematian. Oleh karena itu, mereka selalu berkata “Lakukanlah apa yang kamu inginkan, sekalipun jika kamu salah jangan pernah menyesalinya namun, kamu harus siap menerima konsekuensinya, karena hidup itu hanya sekali.”
Kupikir pria tua itu akan kembali berkhutbah. Namun sepertinya aku salah, dia memberikan sebuah isyarat kepada yang lainya untuk memisahkanku dari ayah dan ibu. Mulutku kemudian ditutup dengan menggunakan sebuah kain, dan kepalaku dimasukan kedalam sebuah kantung layaknya seorang terpidana yang akan di eksekusi mati.
Aku tidak dapat melihat dan mengatakan apapun, akan tetapi aku bisa mendengar suara dari sebuah pistol yang di tembakan. Entah siapa yang menembaknya akupun tidak bisa melihatnya. Akan tetapi pria tua tersebut berteriak dengan menyebut nama ayahku, kurasa ayahku mulai melakukan perlawanan. Sekilas aku mendengar suara ibuku menangis dengan diikuti suara dari salah seorang utusan gereja yang berkata “Jatuhkan senjatamu, atau wanita ini akan kubunuh”. Ayahku sepertinya menuruti perintah mereka karena aku bisa mendengar suara benda yang jatuh. Sepertinya ayahku menjatuhkan pistolnya.
Kembali aku mendengar suara tembakan pistol, entah berapa kali tembakan yang dilepaskan. Pertama suara dari tangis ibuku mulai menghilang, dan kedua aku mendengar ayahku berteriak dengan diikuti beberapa tembakan. Tiba- tiba kurasakan suasana mulai hening, mereka mengeluarkan kepalaku dari kantung dan melepaskan kain yang menutup mulutku. Kini aku dapat melihat ada pasangan yang tergeletak dengan berlumuran darah.
Saat itu badanku tak bisa digerakan dan dadaku terasa sesak, mataku tidak bisa berpaling dari pasangan yang tergeletak di lantai. Aku ingin berteriak sekencang mungkin, tapi suaraku tak bisa kukeluarkan. Tiba- tiba kurasakan ada benda yang menempel dikepalaku. Dingin yang kurasakan dari pistol yang telah merebut nyawa kedua orang yang kusayangi kini kurasakan berada tepat dikepalaku.
Aku berusaha menolak semua yang terjadi saat ini dengan beranggapan bahwa ini adalah salah satu bagian dari perayaan ulang tahunku. Mereka mungkin adalah orang- orang yang ayahku suruh untuk menjadi penghibur di hari ulang tahunku dan aku juga berfikir bahwa ini semua hanyalah sebuah Drama Theatrical. Tapi semua itu sirnah saat pria tua itu berkata “sekarang adalah giliranmu nak! Kamu akan menyusul mereka ke surga!”.
Kini aku sudah tidak lagi peduli dengan apa yang akan terjadi kepadaku. Lalu ditariklah sebuah pelatuk dari pistol tersebut “kreeek!”. Sesaat sebelum pelatuk ditarik aku masih berharap bahwa ini semua adalah lelucon, dan mereka semua akan berkata “Happy Birthday!”
@Madesy tunggu update berikutnya, makasih udah mampir
Comment on chapter BEGINNING