Read More >>"> Arjuna Berkacamata
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Arjuna Berkacamata
MENU
About Us  

Hai, salam kenal dari Thifa. Penulis amatir yang mencoba menyalurkan hobi dalam lembaran-lembaran putih ini. Berharap kalian dapat menikmati kata demi kata yang kurangkai dalam kisah ini. Ini kisahku, kisahku bersama seorang Arjuna berkacamata, begitulah aku menyebutnya.

Sekuat tenaga ku membuka mata, terdengar lantunan adzan menyelinap di telingaku. Waktu menunjukan pukul 4.30 WIB. Aku segera bergegas mengambil air wudhu dn mengerjakan solat subuh. Waktuku tak banyak. Tepat pukul 5.30 WIB nanti aku harus sudah berada di tempat yang telah di tentukan untuk memulai aktifitas baru yang akan kujalani selama beberapa hari kedepan. OSPEK.

Ya, aku adalah seorang mahasiswa baru di salah satu Uniersitas Negeri yang ada di Jawa Tengah. Aku akan memulai kehidupan baru di tempat asing ini. Aku juga anak rantau yang jauh dari keluarga. Aku tlah bertekad tuk menggapai mimpi-mimpiku disini. Juga mimpi banyak orang yang berharap nasibnya akan berubah setelah ku dapatkan toga ku nanti. Sungguh banyak amanah yang harus ku tanggung disini. Bukan untuk main-main, bukan soal gampang orang tuaku bisa memberangkatkanku kesini, bahkan hutang sana-sini pun di lakukan oleh kedua orang tuaku demi masa depan anak sulungnya ini. padahal, aku masih memiliki dua adik yang sudah mulai masuk bangku sekolah juga. Tenang saja bapak dan ibu, anakmu ini akan berjuang sekuat tenaga untukmu. Cukup selalu sebut anakmu ini dalam doamu agar segalanya lancar di sini. Amin.

Setelah dipastikan semua barang telah siap dan semua perlengkapan telah lengkap, aku siap menyambut hari pertamaku ini. Semoga saja semua kegiatan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Maria sudah menungguku di depan gerbang kost. Dia adalah teman seperjuanganku. Sejauh ini, dialah satu-satunya teman yang berasal dari daerah yang sama denganku. Walaupun masih berbeda kota, setidaknya kita satu suku bahasa jadi aku tak terlalu merasa sendiri disini.

“Pagi Thifa, gimana udah siap?” sapa Maria dengan ramahnya. Senyumnya sunguh menenangkan jiwa.

“Pagi juga Maria. Udah dong, yuk langsung berangkat udah mepet nih” sahutku membalas sapaan Maria.

Kamipun berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong perumahan. Jalan dari tempat tinggal kami menuju kampus memanglah dekat. Cukup 10 menit jika di tempuh dengan jalan kaki.

Masih kurang 10 menit dari waktu yang ditentukan, namun sudah ramai mahasiswa baru berkumpul di pelataran kampus untuk memulai aktifitas mereka. Tiba disana, akupun berpisah dengan Maria karena kita mendapat kelompok yang berbeda. Nasibku sebagai orang yang irit tinggi badan, aku harus berusaha lebih untuk mencari tahu disebelah mana kelompoku berkumpul. Dengan sedikit menjinjitkan kakiku, akhirnya kutemukan yang kucari. Papan bertuliskan “Gugus 18” yang dipegang oleh mba Irma, salah satu kakak Pembina di gugusku. Kakak solehah yang amat sabar melayani kami saat TM OSPEK beberapa hari yang lalu. Sesegera mungkin aku mendekat pada kelompoku dan segera membaur dengan teman-teman baruku disana.

Tiba saat yang ku tunggu-tunggu. Seseorang tlah berdiri diatas podium sana dan bersiap untuk menyita perhatian banyak manusia. DI biasa dipanggil Kak Cho, koordinator kakak pemandu di sini. Saat ia berdiri diatas sana, aku jamin bukan hanya aku, tapi beribu pasang mata wanita akan langsung terarah kepadanya. Entah kenapa, sejak TM kemarin kehadirannya langsung menarik perhatianku. Pria berkacamata itu terlihat sangat cool tapi penuh kehangatan saat menyapa kami semua. Seakan ada sebuah magnet dalam tubuhnya, mataku tak pernah bosan untuk memandaginya dimanapun dia berada.

Rasa ini cukup menyakitkan, hanya bisa mengaguminya dalam diam tanpa seorangpun tahu. Karena sudah terlalu banyak manusia yang mengaguminya secara blak-blakan di depanku, aku jadi enggan untuk mengungkapkannya. Toh tak akan ada bedanya. Kalaupun aku bercerita pada mereka, tak akan merubah kenyataan bahwa mustahil untuk bisa mendekati orang sehebat dia dalam waktu singkat. Aku hanyalah sesosok wanita yang datang dari daerah dan sudah terbiasa untuk tak terlihat. Aku mendengar cerita dari mba Irma kalau riwayat organiasinya cukup banyak, ditambah dia orang yang soleh (taat beribadah). Pokoknya dia memang sangat pantas untuk dikagumi banyak orang. Mengaguminya seperti ini sudah cukup untuk orang pendiam sepertiku.

Hari demi hari berlalu, OSPEK pun tiba di puncaknya. Mataku kembali terbelalak memandangi pria berkacamata itu. Dia mengenakan kostum karakter Arjuna dalam perwayangan. Sungguh perasaanku meledak-ledak, seakan ingin mengatakan yang selama ini kurasakan padanya. Hari itu banyak sekali yang meminta foto dengannya, akupun berencana untuk melakukannya juga, namun aku tak memiliki keberanian yang cukup untuk melakukannya. Sekuat tenaga ku tahan keinginanku walaupun gemas sekali hatiku melihat dia berfoto dengan banyak mahasiswa putri di ujung sana saat sedang berlagsung pentas musik dari beberapa band kampus. “Katanya soleh, tapi kok diajak foto sama cewek mau aja” gumamku kesal dalam hati.

“Thifa? Kamu liatin apa si? Konsernya kan disana” Tanya teman gugusku yang berada disebelahku tiba-tiba, seketika membangunkanku dari lamunan. Tak kusangka ada yang memperhatianku juga. Aku pikir semua orang tengah fokus pada konsernya.

“Enggak kok, aku liatin konsernya” Jawabku gugup. Hatiku tak karuan rasanya dipergoki seperti ini.

“Jangan bohong. Aku tahu kok siapa yang kamu lihat” Vera, teman dekat ku di kelompok gugus ku ini terus memojokanku dan aku bingung harus berkilah apa.

“Apaan si ver, orang dari tadi liatin bandnya kok. Kebetulan aja pas kamu nengok  aku lagi noleh” Serapi mungkin ku coba menyusun kata-kata untuk meyakinkan Vera.

“Terserah kamu deh Thif” Ujar Vera menyudahi interogasinya dan ia melanjutkan menikmati konsernya. Sementara aku masih fokus pada Arjuna berkacamata itu.

Sampai akhirnya hatiku memuncak. Aku merencanakan hal konyol demi ingin berada di posisi yang lebih dekat dengan pria yang ku kagumi itu. aku berencana untuk meninggalkan jam tangan kesayanganku di bawah tempat duduk ku. Dengan begitu seseorang akan menemukannya dan memberikannya kepada Kak Cho untuk diumumkan. Saat itu aku akan mengambil jam tangan kesayanganku itu darinya. Sungguh konyol memang, tapi aku benar-benar melakukannya. saat konser usai, satu per satu orang keluar dari stage dan diam-diam kutinggalkan jam tangan kesayanganku disana.

Seperti biasa, semua mahasiswa baru berbaris untuk melakukan apel penutupan OSPEK. Setelah apel selesai, di tutup dengan salam perpisahan dari panitia OSPEK yang berisi permintan maaf dan bla.. bla.. bla.. akhirnya tibalah saat yang ku tunggu-tunggu. Pengumuman tambahan. Jantungku berdebar, harap-harap cemas. Sedikit terbesit rasa khawatir jika jam tanganku ditemukan oleh anak yang nakal, maka hari itu adalah hari terakhirku mengenakannya. Namun ternyata dewi fortuna sedang berpihak padaku. Kulihat kak Cho mengangkat sebuah jam tangan model rantai berwarna hitam dan aku taka sing dengan bentuknya. Walau dari kejauhan, namun aku yakin itu jam tangan kesayanganku. Benar saja, Kak Cho pun mulai menanyakan siapa pemilik jam tanganku itu. dengan berpura-pura kaget aku mengatakan kalau itu jam tangaku dan dengan langkah mantap aku maju untuk mengambilnya. Namun sayang saat aku dalam perjalanan mendekatinya, ia memberikan jam tangan itu pada orang lain dan ia mundur karena ada urusan dengan panitia lain. Seketika aku lemas, seakan enggan tuk mengambilnya. Saat aku tengah memastikan bahwa itu miliku dan mengambilnya dari tangan kakak lain itu, ia baru kembali. Namun, aku berhasil mendapatkan tatapannya. Iapun memberiku pesan “Di jaga ya?!”

Aku menjawabnya dengan senyuman sambil mengangguk-anggukan kepalaku dengan tampang sok imut. Bahagianya bisa mendengar suaranya dari dekat, bahkan mata kami bertatapan. Aku kembali dengan muka memerah. Semoga saja tak ada yang menyadarinya. Namun aku salah, doaku tak terkabul. Lagi-lagi Vera, dia memergoki ku untuk kedua kalinya.

“Senengnya bisa deket-deket” Ujar Vera menggodaku.

“Apa si Ver, kok kamu ngomongnya ngaco gitu” Timpalku dengan wajah yang masih memerah.

“Bukan. Bukan tentang ngaco, tapi Kak Cho” Vera berbisik di telingaku. Seketika muka ku yang telah berangsur normal kembali merah merona.

Ternyata Vera tahu kalau aku menyukai Kak Cho. Mau bagaimana lagi, akupun menceritakan segalanya pada Vera saat pulang dari penutupan Ospek. Aku percaya dia bisa jaga rahasia. Sejauh ini, yang kutahu Vera teman yang baik dan sangat care denganku. Biarlah dia tahu, supaya aku sedikit lebih lega karena tak memendamnya sendiri.

OSPEK tlah usai, dan kini perjuangan yang sebenarnya tlah dimulai. Kutinggalkan semua kenangan beberapa hari yang lalu. Begitu juga dengan Arjuna berkacamata itu. Hari demi hari ku lewati dengan senang hati. Sejauh ini perkuliahan berjalan lancar. Aku harus mempertahankan semanagt yang seperti ini karena aku yakin perjuanganku ini tak akan berjalan semulus kain sutera. Suatu saat pasti aku akan mendapat masalah dan aku harus mengumpulkan semangatku dua kali lipat untuk bisa melewatinya.

Tak hanya kuliah, akupun mengikuti beberpa organisasi. Awalnya aku takut untuk mengikuti terlalu banyak organisasi. Aku takut kuliahku akan terganggu. Namun, aku juga perlu mengasah softskill di samping kemampuan akademik ku. Tak tanggung-tanggung, akupun langsung mendaftar 3 organisasi. Salah satu darinya aku harus melewati seleksi terlebih dahulu dan untuk dua lainya aku langsung diterima, namun harus melewati sebuah training dasar terlebih dahulu.

Di awal kegiatan semua baik-baik saja, bahkan aku lolos untuk seleksi masuk organisasi bahasa asing. Tiga organisasi yang ku ikuti itu ialah Bahasa Asing, Musik dan Agama. Tak kusangka, ternyata Kak Cho juga ada di salah satu organisasi yang ku ikuti itu. Namun, disana aku tetap tak terlihat olehnya. Kita ada di divisi yang berbeda. Namun ini kemajuan yang besar. Setelah tak melihatnya berhari-hari pasca penutupan OSPEK itu, kini setiap minggu kami memiliki jadwal untuk bertemu dalam pertemuan rutin organisasi agama di fakultas.

Sudah lebih dari sebulan aku melakukan rutinitasku disini. Masalahpun mulai bedantangan. Yang paling sulit ku atasai adalah masalah waktu. semakin kesini tugas kuliah semakin deras mengalir, begitu juga tugas dari ornganisasi. Terlebih untuk kegiatan Musik, aku harus berlatih 3 kali dalam seminggu di sore hari setelah perkuliahan selesai dan baru akan pulang saat malam. Selain itu, tetap sekali dalam seminggu, itupun masih ada yang bentrok jadwalnya. Aku harus mulai berpkir keras untuk mengatur waktuku. Namun tak semudah yang kubayangkan. Pada akhirnya aku harus mengorbankan salah satu kegiatanku dan aku mundur dari organisasi Bahasa Asing yang sudah kuperjuangkan lewat seleksinya. Sebab aku lebih prever pada Musik dan untuk organisasi Agama itu sudah menjadi kebutuhanku sehingga aku tak bisa mennggalkannya. Hidup jauh dari pengawasan seperti ini, aku harus mencari tempat untuk dapat mengontrol diriku agar tetap pada jalan yang baik dalam menggapai mimpi-mimpiku.

Lama-lama berada di satu organisasi tanpa mengenal, akhirnya membuatku gemas juga. Aku berpikir untuk berusaha agar dapat dikenal oleh Kak Cho. Aku berusaha unutk mengikuti semua kegiatan yang ia ikuti pula dan berusaha untuk menjadi ornag yang terlihat disana. Lama-kelamaan kegiatan kusik ku mulai terabaikan juga. Bahkan karena aku mengikuti kepanitiaan sani-sini untuk mengikuti jejak Kak Cho, tugas kuliahku juga mulai terbengkalai. Aku menjadi sering dikejar-kejar deadline. Padahal biasanya semua terselesaikan tepat waktu. Karena terlalu sering ada rapat dan harus mengejar materi di kegiatan musik, kondisi badan jadi tak terkontrol. Aku menjadi mudah merasa lelah dan sering menunda untuk mengerjakan tugas. Bahkan beberapa kali aku sempat bolos karena bangun kesiangan,a kibat pulang latihan terlalu malam.

Disuatu malam, aku tertunduk dalam hening. Air mataku mengucur dengan derasnya dalam sujud terakhirku di sepertiga malam itu. Tanpa kusadari, karena kesibukanku pula aku mulai jauh dari-Nya. Kusadari lidah ini mulai kalu tuk melantunkan ayat-ayat suci yang Ia firmankan. Tubuh ini mulai enggan untuk menyegerakan diri menyambut panggilan-Nya. Mungkin karena itulah kegiatanku menjadi semrawut seperti sekarang ini. jika sedang ada kegiatan pada organisasi Agama, aku memang terbantu dalam hal ibadah, namun saat tengah latihan Musik sangat berbeda. Ibadah wajibku memanglah terjaga, namun ibadah lain yang telah rutin kulakukan mulai meghilang.

Ternyata walaupun aku telah berusaha mengikuti segala kegiatan yang dijalani Kak Cho, tetapi aku ta bisa sedekat yang ku bayangkan dengannya. Mungkin telah sedikit terlihat, namun tak sperti yang ku inginkan. Sebab pada akhirnya aku tak maksimal menjalani tugasku yang bentrok sana-sini.

Kini aku sadar, mengagumi bukan berarti aku harus memaksanya untuk melihat kehebatanku. Tetapi, biarlah dengan sendirinya dia ketahui sisi istimewa yang ku punya. Biarlah dia bebas melakukan apa yang ia bisa dan akupun harus melakukan apa yang ku bisa dengan maksimal. Jika memang dia ditakdirkan untuk dapat melihat sisi istimewa ku, dengan sendirinya sisi itu akan terlihat olehnya. Namun jika bukan takdirnya, biarkanlah suatu saat nanti seseorang kan dapat melihat keistimewaan itu.

 

 

Thifania

Jogjakarta, 8 Agustus 2017

08.30 WIB

Tags: motivation

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ketika Cinta Bertahta
859      506     1     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
Aku Takut Tidur Malam Ini
240      149     0     
Short Story
Kukkuruyuk-kukuruyuk, tekek-tekek... suara kokok ayam yang diikuti suara tekek, binatang melata sebangsa cicak ini membangunkan Nadia. Nadia baru saja memejamkan mata, namun ia segera terbangun dengan raut wajah penuh kebingungan. Dilihat jam beker di dekat jam tidurnya. Jam itu menunjukkan 23.23 menjelang tengah malam. “Ternyata baru jam sebelas malam”, ucap Nadia. Di dalam hati ia juga bert...
SERENA (Terbit)
16808      2888     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...