Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
Gadis itu terbangun ketika mendengar jam bekernya berbunyi, ia meregangkan ototnya sejenak sebelum akhirnya bangun dari kasur. Ia tersenyum ketika melihat kalender diatas mejanya, tanggal 4 Februari dengan goresan spidol bergambar hati. Ia dengan semangat berjalan keluar kamarnya.
“Selamat pagi ma,” katanya sambil mencium pipi mamanya.
“Pagi sayang,” sahut mamanya.
“Ma, ingat gak, sekarang tanggal berapa?” Tanya Alish.
“Hm... 4 Maret kan?” Jawab mamanya.
“4 Februari ma,” katanya.
“Oh Iya, 4 Februari. Maaf ya mama lupa,” kata mamanya tertawa kecil.
“Hari ini Afnan ulang tahun ma, Dia bakal ajak aku jalan jalan, dia juga bakal ngenalin aku ke keluarga besarnya, Alish senang banget ma, Uhh Jadi deg-deg-an,” kata Alish tersenyum senang sambil berhayal.
“Iya iya, Ya udah, makan dulu yuk.” Alish mengangguk lalu segera duduk di meja makan bersama mamanya, iapun segera menyantap makanan masakan mamanya.
“Alish sudah selesai, Alish ke kamar dulu ya ma, mau mandi plus siap-siap, pokoknya Alish harus tampil cantik,” katanya senang lalu berdiri dan berlari ke kamarnya. Mamanya tersenyum kecil memperhatikan tingkah anak semata wayangnya itu.
Alish membuka lemari bajunya, memperhatikan baju-bajunya, entah mengapa ia merasa baju dilemarinya menjadi lebih sedikit daripada yang ia ingat. Ia mengambil salah satu baju lalu membawanya masuk kamar mandi.
Alish duduk di depan meja rias. Ia menyisir rambut panjangnya, lalu membiarkan rambut itu tergerai. Alish menggunakan make up tipis diwajahnya. Bahkan tanpa make up, ia sudah sangat cantik. Setelah selesai, Alish meraih hp dan tas kecilnya. Alishpun berjalan ke ruang tamu dan menunggu Afnan menjemputnya.
30 menit Alish menunggu namun tanda-tanda datangnya Afnan belum juga ada. Sudah berulang kali Alish menghubungi ponsel Afnan namun ponsel Afnan mati. Alish menunggu dengan gelisah. Apa Afnan lupa janji mereka? Atau Apa Afnan sudah memiliki acara lain dan lupa menghubunginya?
Alish bangkit dari duduknya lalu berjalan, meraih kunci mobil.
“Mau kemana Al?” Tanya mama.
“Mau ke rumah Afnan ma, daritadi Afnan gak bisa dihubungi, Alish takut dia kenapa-napa,” jawabnya.
“Ya udah sama mama aja, kebetulan mama mau pergi,” kata mamanya.
“Oke ma,” Jawab Alisha sembari tersenyum
Mama mengganti bajunya sebentar, setelah itu mereka berangkat menggunakan mobil.
“Ikut mama dulu ya,” kata mama.
“Hm… Oke,” kata Alish tersenyum, kepalanya bergerak mengikuti alunan musik yang keluar dari radionya.
Mobil mama berhenti dipinggir jalan. Mama turun dari mobil yang akhirnya diikuti Alish. Alish mengikuti langkah mamanya dalam diam. Dan ketika mamanya berhenti, Alish ikut berhenti lalu berdiri disampingnya. Alish terpaku menatap gundukan didepannya. Lututnya melemas dan perlahan Alish merosot ketanah.
“Kenapa?” Suara pelan Alish memecah kesunyian.
Mama menghembuskan nafas pelan.
♥-♥-♥
Di pojok kamar, Alisha memeluk lututnya erat. Isak tangis yang ia tahan mulai keluar. Informasi yang beberapa saat lalu disampaikan mamanya memukul telak dirinya. Ia tak pernah menyangka, bahkan berfikir tentang hal itupun tak pernah.
“Afnan meninggal sebulan yang lalu, Kecelakaan mobil saat kalian pergi merayakan ulang tahunnya. Afnan… meninggal ditempat.”
Alisha terdiam.
“Tapi ma.. tanggal meninggalnya…” Alish tak melanjutkan kata katanya, hanya memandang batu nisan didepannya, “Afnan Hadid Wafi, Lahir : 4 Februari 1995, wafat : 4 Februari 2016.”
“Amnesia anterograde, itu vonis dokter pada kamu. Ingatanmu berhenti dihari kalian kecelakaan, hari ulang tahun Afnan. Bagi kamu, setiap hari merupakan 4 Februari.”
“Jadi Aku…” Alish bahkan tak bisa menemukan kata yang pas. Dia terdiam dengan pandangan kosong.
Alish terisak. Sudah sebulan semenjak pacarnya meninggal namun ia tak tau sedikitpun. Tapi ada hal yang lebih menyakitkan dari kenyataan itu, penyakitnya. Penyakit yang membuatnya memiliki ingatan hanya sehari, setelah itu, semua yang ia lakukan dihari itu tak akan ia ingat sama sekali. Bahkan saat ini, ia berfikir, apa yang ia lakukan setiap harinya sama? Apa mamanya pernah memberi informasi mengenai hal ini namun telah dia lupakan? Alish bahkan tak bisa mengerti, bagaimana mungkin mamanya bisa bertahan menghadapinya yang setiap hari bertingkah sama.
Alisha menangis sesenggukan. Bahkan rasanya kemarin ia dan Afnan masih bersama, dan sekarang kenyataannya, Afnan telah pergi meninggalkannya. Sekali lagi, hal itu karena penyakitnya. Penyakit yang membuatnya berada di tanggal yang sama 4 Februari. Penyakit yang membuatnya terus menunggu Afnan, terus menghubungi Afnan yang sudah pergi sebulan yang lalu.
Dan pada akhirnya,Alish yang lelah menangis, tertidur dalam posisi meringkuk dipojok kamarnya.
Mama yang sedari tadi berdiri di depan kamar Alish, berjalan memasuki kamar ketika suara isak tangis Alish tak lagi terdengar. Mama mengganti baju Alish dengan piyama, membasuh wajah Alish dari sisa make up dan air mata lalu menidurkan Alish dengan posisi berbaring. Ia mengecup kening Alish sebentar lalu pergi meninggalkan kamar anaknya.
Ada penyesalan yang mengganjal dihatinya karena telah menyebabkan gadisnya menangis. Mungkin sebaiknya Alish tak perlu tau, mungkin harusnya ia bersikap seperti biasa, membiarkan Alish menunggu Afnan hingga tanpa sadar tertidur. Tapi sudahlah, bukankah hal yang terjadi tak kan bisa diulang? Karena pada akhirnya, gadisnya akan lupa.
♥-♥-♥
Jam beker yang berbunyi nyaring membuat gadis itu terbangun. Ia meregangkan ototnya lalu turun dari kasur. Senyum lebar terlukis diwajah manis itu ketika matanya menatap kalender. Tanggal 4 Februari dengan tanda hati. Alish dengan semangat keluar kamar.
“Pagi mama,” sapanya lalu mencium pipi mamanya.
“Pagi sayang,” jawab mamanya.
“Ma, tau gak?”
“Tau apa?”
“Afnan hari ini ulang tahun loh ma. Dia janji bakal ajak Alish jalan-jalan. Alish juga mau dikenalkan kekeluarga besarnya ma. Duh.. Alish kok jadi deg-deg-an ya,” Kata Alish. Mamanya tersenyum.
“Yaudah, ayo makan dulu,” kata mamanya. Alishapun duduk dimeja makan bersama mamanya lalu menyantap masakan mamanya.
“Alish sudah selesai ma. Alish ke kamar dulu ya, mau mandi plus siap siap. Alish harus tampil cantik di ulang tahun Afnan,” kata gadis itu lalu berlari ke kamar.
Mama memandang gadis semata wayangnya itu. Jujur, sebagai seorang ibu, mama benar-benar tak tega melihat kondisi anaknya itu. Namun tak ada yang bisa ia lakukan. Lagipula, anaknya selalu terlihat bahagia setiap hari, bukankah itu hal yang baik?
♥-♥-♥
Dan begitulah kehidupan Alisha Nazaha Mahveen, setiap hari yang ia lakukan merupakan hal yang sama, terus menerus. Dan soal hidup yang monoton, kalian jadi mengerti maksudku kan?