Menggapai Asa
Hari ini, hari yang sangat kunantikan. Hari di mana perjuangan yang telah kulalui setelah bertahun – tahun lamanya untuk belajar. Tak kusangka aku dapat menyelesaikanya dengan tepat waktu di usia mudaku ini. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan dari teman–temanku yang selalu di dekatku. Aku Faza, seorang yang selalu tertantang hal–hal baru.
Aku mempunyai dua teman, Hasan dan Niko. Hasan orang yang paling semangat dan dermawan. Niko juga orang yang baik, dia suka menolong dan sering memberi motivasi dan senang membuat inovasi. Dia tahu tentang hal–hal viral yang terjadi dan selalu tahu apa yang aku rasakan. Merekalah yang dapat menjadikanku senang mempunyai sahabat yang selalu menemaniku di saat senang maupun di saat susah.
Setelah aku menyelesaikan pendidikanku, aku pulang ke kota asalku, Kudus. Kedua teman sejatiku Hasan dan Kamin yang sudah menemaniku di dalam kamar kos dan di saat-saat penting yang sudah kami lalui bertahun-tahun lamanya. Aku dan Hasan temanku yang tinggal satu kota yang sama dan kami kembali ke kota Kudus bersama. Niko tak lantas pulang, tetapi dia tetap tinggal di kota yang sudah kami tinggali setelah selama bertahun-tahun belajar di universitas, yaitu di Surakarta atau biasa disebut kota Solo.
Aku dan Hasam lantas berpesan dan berpamitan dengan Niko yang tetap tinggal di Solo.
“Niko, apakah kamu yakin kamu tetap tinggal di sini? dan kenapa?”
“Ya Faza, aku tetap tinggal di sini, karena aku mendapat tawaran kerja di sebuah perusahaan keuangan” jawab Niko.
“Alhamdullilah kalo begitu, kamu dapat pekerjaan sesuai yang kamu inginkan”
“Trimakasih, aku juga senang dapat diterima dengan cepat kerja, eh ngomong-ngomong kamu pulang dengan Hasan juga mau kerja ?”
“Ya, kami pulang ke Kudus dan berencana membuka toko kelontong di kota kami”
“Benar kata Faza, aku dan Faza membuka usaha di kota kami karena orang tua kami menyuruh kami pulang sehabis menyelesaikan pendidikan” jawab Hasan
“Baiklah, sebenarnya aku tidak mau berpisah dengan kalian, tapi karena keinginan orang tua kalian aku tidak bisa apa-apa” Niko menjawab dengan nada sedih.
“Aku dan Hasan juga merasa sama, kita masih dapat berkomunikasi dengan telepon dan kalau ada kesempatan aku dan Hasan dapat bertemu kamu”
“Oke, aku harap kalian mendapatkan yang kalian inginkan, dan jangan lupakan persahabatan kita, terus semangat !”
“Mari Hasan, travel kita sudah datang di depan, kami pamit ya Niko”
“Assalamualaikum, Niko… sampai jumpa jangan lupakan kami” Ujar aku dan Hasan.
“Walaikumusalaam, pasti, sampai jumpa kawan” sambil memeluk aku dan Hasan Niko merasa kehilangan sahabat.
Sesampai di Kudus, aku dan Hasan kembali ke rumah masing-masing untuk bertemu keluarga yang sudah lama kutinggalkan. Sesampai di rumah, aku disambut saudaraku yang berasal dari kota Pati dan dia membawa makanan khas Pati, nasi gandul. Saudaraku bernama Edo, dia seorang penjual nasi gandul yang memiliki penilaian terenak oleh para pelanggannya.
“Hai Faza, kamu mau makan nasi gandul?, aku bawakan jauh-jauh dari rumah dan ini yang biasa yang aku jual” ujar Edo menawarkan
“Emmm enak juga, trimakasih do !”
“Sama-sama” Edo merasa senang
Hari semakin sore dan matahari mulai tenggelam. Di malam yang sunyi, Aku dan Hasan merencanakan apa saja yang akan kami lakukan besok saat membuat toko impian kami. Suara ayam berkokok pertanda hari telah pagi. Rencana yang sudah dibuat kami laksanakan. Kami menyewa ruko untuk sementara waktu.
“Ruko sudah siap, kita tinggal ambil barang-barang dari distributor” ucap Hasan dengan mengajakku ke distributor.
Setelah barang-barang yang sudah cukup banyak dan hari sudah larut malam, kami pulang ke rumah. Keesokan harinya, kami pergi toko untuk melakukan pembukaan toko. Kebetulan toko yang kami sewa berdekatan dengan warung soto Kudus milik kakak kandung Hasan bernama Rozaq. Kami istirahat makan dan sedikit bertanya ke Rozaq.
“Permisi Rozaq, kamu sudah lama jualan di sini?” aku menanyakannya kepada Rozaq.
“Benar, aku sudah 3 tahun di sini. Aku sudah lama di sini karena banyak disukai para pelancong yang datang”
Selesai makan dan ngobrol, kami kembali ke toko.
Enam hari kemudian, kami mulai menghitung-hitung hasil penjualan. Yah walaupun belum memiliki laba yang banyak, kami sudah mendapatkan untung walau sedikit.
Dua bulan kemudian, kami terganjal masalah. Kami hampir tidak memiliki hasil penjualan yang positif. Harga-harga bahan pokok mulai naik besar-besaran.
“Faza, kenapa akhir-akhir ini toko semakin sepi? Padahal modal kita saja belum sepenuhnya kembali” Hasan bicara dengan nada heran.
“Begini Hasan, sebaiknya kita harus cari tahu penyebabnya, apa mungkin karena harga naik?”
“Bisa saja, mungkin karena beberapa 3 hari lagi hari raya Idul fitri jadi harga-harga naik”
“Mungkin penyebabnya memang itu, jadi kita jalani saja. Rezeki sudah ada yang ngatur” jawabku tenang.
Setelah 1 minggu harga-harga kembali turun. Aku dan Hasan merasa senang. Aku dan Hasan kembali bersemangat menjalankan usaha yang kami jalankan. Kalaupun usaha yang kami jalankan memang belum berbuah besar, itu yang harus kami kembangkan. Aku dan Hasan sepertinya berjiwa wirausahwan.
Dua minggu kemudian Hasan mendapat telepon dari Niko.
“Assalamualaikum Hasan” sapa Niko
“Walaikumsalaam, ada apa ?”
“Begini, di kota Solo ada bazar UKM apakah kamu berminat?, bazar ini bertemakan kuliner dan kerajinan” tambah Niko
“Oh, kabar baik, akan aku sampaikan ke Faza dulu, akan kami diskusikan tentang hal ini. Dan aku akan menghubungi kamu kembali bila sudah fix”
“Baiklah, Assalamualaikum”
“walakumsalaam”
Setelah selesai, Hasan langsung menghampiriku dan mendiskusikan hal itu. Setelah berdiskusi, kami juga mendiskusikan dengan Edo si penjual nasi gandul dan Rozaq si penjual soto Kudus.
“Di sini saya menawari kalian-- Edo dan Rozaq, ada kabar baik. Di Solo ada bazar tentang UKM dan salah satu ada kuliner, apa kalian mau ?” Aku memberi penawaran kepada Edo dan Rozaq
“Ya, kami mau ini kabar yang sangat bagus” Edo dan Rozaq merasa senang.
Setelah itu, mereka berdua, Edo dan Rozaq menyiapkan segala keperluan untuk bazar di Solo. Lalu Hasan mengkonfirmasi ke Niko agar dapat didaftarkan sebagai peserta bazar kuliner. Edo dan Rozaq menerima nomer stand dan kebetulan berjarak tidak jauh antarstand hanya berjarak 2 sisi.
“Alhamdullilah sudah dapat nomer stand dan jarak antarstand kita juga deket” ujar Edo bernada senang.
“Iya, kita juga bisa saling bantu” Ujar Rozaq.
Pada hari dimulai bazar, mereka sudah sampai di Solo dan langsung menempatkan bahan-bahan serta perlengkapan sesuai nomer stand. Bazar tersebut berlangsung selama 4 hari. Tidak disangka, banyak orang yang membelinya. Dalam satu hari tersebut, hampir sekitar 65 porsi soto dan 83 porsi soto ludes terjual.
“Wah, banyak juga peminatnya. Sampai kehabisan stok” Ujar Edo kepadaku saat itu.
“Bener juga, Alhamdulillah sampai-sampai stok bahan hampir habis” aku keheranan.
Di stand kuliner soto Kudus Rozaq juga sama. Dia menceritakan hal serupa. Sampai hari terakhir, tercatat total hingga 428 porsi soto terjual dan 476 porsi nasi gandul. Saat bazar, banyak orang yang berpesan agar kuliner ini tetap di kota Solo. Baik itu soto kerbau Kudus dan nasi gandul khas pati. Setelah acara selesai, Niko menghampiri mereka saat berkumpul di penginapan.
“Sepertinya, banyak orang yang suka dengan soto kerbau dan nasi gandul. Kalau bisa, apa kalian mau membuat warung soto kerbau Kudus dan nasi gandul di sini ?” Niko menawari Rozaq dan Edo.
Edo dan Rozaq berdiskusi sambil makan kue pemberian tetangga
“Setelah berdiskusi, kami setuju membuka warung sederhana di sini. Tetapi, bagaimana masalah tempat ?” Jawab Edo sembari bingung
“Kalau masalah tempat, aku tahu tempat yang strategis. Di sana terdapat sekitar 5 toko yang dikontrakkan dan juga murah”
“Sebenarnya kami mau, akan tetapi siapa yang menjalankan? ”
“Tenang saja, Aku dan Faza siap menjalankan” Hasan berbicara dengan bahagia.
“Bagaimana dengan toko kalian ?”
“Kalau soal toko aku bisa menyuruh adikku yang sedang mengganggur di rumah” ucap Hasan.
Beberapa hari kemudian aku dan Hasan membuka soto kerbau dan nasi gandul bersebelahan di sana, kami merasa lega karena direstui orang tua.
Setelah berjalan beberapa bulan, kami memiliki laba yang tak disangka. Modal kami kembali berkali-kali lipat. Kami memutuskan untuk membeli sebuah toko berukuran besar dan kami berjualan di sana dalam satu toko. Agar kami dapat menarik banyak pelanggan, kami mempromosikanya melalui media elektronik seperti media sosial.
Akhirnya aku dan Hasan lega. Kami berhasil mewujudkan cita-cita. Menjadi Wirausahawan sukses. Kami juga mengajak Niko untuk begabung membantu kami. Kami menjaga kualitas, cita, rasa, dan pelayanan prima. Kami dapat berkembang hingga saat ini. Selesai peristiwa itu, kami menjadikan perjuangan sebagai motivasi agar kami terus berkembang. Dari asa yang kami perjuangkan, menjadi tonggak untuk mecapai harapan saat ini dan suatu hari nanti