Kebanyakan orang tahu betul beasiswa adalah incaran paling berharga untuk setiap mahasiswa. Termasuk aku. Aku yang sedari malam tadi tak bisa tidur karena menunggu pengumuman beasiswa regular hari ini.
Ini kali ketiga aku mendaftar beasiswa. Sebelumnya aku gagal beasiswa bidikmisi dan beasiswa PPA.
“Tenanglah Risa, kalau rezeki gak bakalan lari kok,” saut Ega yang sepertinya sudah pusing melihat aku mondar-mandir sedari tadi.
Ega adalah salah satu sahabat terbaikku di kampus. Tegas, namun sangat penyayang dan tenang. Berbeda dengan aku yang cerewet dan terlalu tergesa-gesa. Kami berdua pencari beasiswa sejati. Seperti kebanyakan mahasiwa-mahasiswi lainnya.
“Lama sekali pengumumannya Ga, aku sudah gelisah sejak tadi malam, gak bisa tidur padahal aku ngantuk sekali,” jawabku panik.
Aku masih saja mondar-mandir. Tak sedetikpun aku bisa duduk tenang.
***
“Silahkan kalian cek mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa regular di papan pengumuman sebelah ruangan prodi sekarang.”
Suara salah satu staf prodi mengagetkanku. Sontak saja aku dan Ega bergegas dan mencari nama kami di papan pengumuman.
Rasanya sudah lebih dari lima kali aku mengulang membaca nama-nama mahasiswa yang diterima dari awal sampai akhir, bahkan tak satu pun yang aku lewatkan. Tetapi tetap saja tak kutemukan namaku atau pun nama Ega.
“Ga, kayaknya gak ada nama kita, mungkin gagal lagi,” keluhku.
“Bukan rezeki Ris, mungkin lain waktu, sekarang ayo kita pulang.”
Untuk ketiga kalinya kami harus pulang dengan melapangkan dada. Harus ikhlas, harus ikhlas, harus ikhlas Risa. Gumamku dalam hati. Mungkin saja akan ada beasiswa lainnya yang akan menerimaku. Semangatku pada diri sendiri.
Satu bulan berlalu, dan aku sudah mulai lupa tentang beasiswa itu. Satu minggu lagi kami akan ujian semester. Kemudian akan menikmati liburan panjang.
“Ga, udah tiga semester kita lewati, tapi tak satu pun beasiswa yang nempel ke kita.”
“Tenang Risa, masih ada beberapa semester lagi. Masih ada waktu untuk berjuang, kamu harus semangat ya.”
Kami mengakhiri percakapan hari ini begitu saja dan segera pulang untuk mempersiapkan ujian esok hari.
***
Liburan adalah hal yang menyenangkan, namun kadangkala membosankan. Maka aku putuskan setengah liburan kali ini akan kuhabiskan di kosan ku, dan akan pulang ke rumah setengah liburannya. Lagipula aku sedang sibuk dengan organisasi ku di kampus yang sedang sibuk mempersiapkan beberapa kegiatan-kegiatan besar yang akan dilaksanakan pasca liburan nanti.
Klinggg… suara handphone ku menandakan ada pesan masuk. Aku yang saat ini sedang tak sibuk langsung membuka dan membacanya. Ternyata pesan dari Ega sahabatku. Dia mengajakku mendaftar beasiswa BAZNAS, dan sebagai informasi tambahan beasiswa ini pertama kalinya dikeluarkan oleh pihak BAZNAS pusat.
Aku membalas pesannya ragu, apa mungkin kali ini akan berhasil. Entahlah. Namun setelah percakapan panjang via SMS, aku mengiyakan ajakannya untuk mendaftar. Coba-coba aja dulu, siapa tau rezeki pikirku.
Hari ini deadline pendaftarannya. Pagi-pagi sekali kami menyiapkan berkas-berkas dan segala macam persyaratannya. Kemudian bergegas menuju rektorat.
Meskipun hari ini banyak kejadian yang menyebalkan. Seperti kami harus bolak-balik rektorat dan dekanat untuk menyelesaikan segala administrasi, tetapi semua urusan itu dimudahkan. Tidak seperti biasanya untuk mendapatkan satu tanda tangan pak dekan pun sulit karena beliau terlampau sibuk. Syukurlah hari ini semuanya mengalir begitu saja. Tenang meskipun berombak.
“Alhamdulillah, walau pun ribet tapi semua berjalan lancar hari ini Ga, bismillah ya.”
“Iya Ris, kita tunggu pengumuman tes dan wawancaranya. Mudah-mudahan kali ini rezeki kita.”
Hari ini kami pulang dengan penuh harapan.
***
Liburan telah pergi ! Hoahhh !!! Rasanya cepat sekali ! aku masih terbuai dengan kemalasan yang masih melekat di setiap hari-hari ku, dan sekarang harus kupaksakan beraktifitas penuh.
Sudah satu minggu kami masuk kuliah. Aku dan Ega baik-baik saja, bahkan kami tak ingat bahwa kami pernah mendaftar beasiswa. Tiba-tiba Ega menghampiriku dan mengatakan bahwa ia mendapat pesan dari pihak BAZNAS untuk melaksanakan tes dan wawancaranya tiga hari lagi. Aku yang sedari tadi tak mengecek handphone ku, lantas segera kuambil. Benar saja, ada sebuah pesan. Sama persis seperti pesan yang diterima Ega.
“Alhamdulillah Ga, semoga tes dan wawancaranya dimudahkan ya.”
“Iya Risa, amin.”
***
Hari ini kami berangkat pagi-pagi sekali. Seperti biasa, Ega menjemputku dan cusss melaju dengan kecepatan dan harapan yang penuh.
Ada beberapa pengarahan sebelumnya. Dan kemudian tes dan wawancara pun berlangsung.
***
Seperti biasanya aku menantikan pengumuman kelulusan beasiswa. Sejak hari setelah tes dan seminggu berikutnya aku sudah tak tenang dan tak sabar menunggu. Handphone tak kubiarkan jauh dari ku. Berharap akan segera ada yang menghubungi dan mengatakan bahwa aku lulus.
Tepat dua minggu yang dijanjikan panitia. Namun sudah larut malam aku dan Ega tetap saja tak menerima pesan atau telepon dari siapapun. Kami masih berharap dan sangat penuh harap. Sampai akhirnya kami tertidur pulas. Lupa tentang pengumuman itu.
***
“Ga, Risa belum dapat pesan apa pun.”
“Sama Risa, aku juga.”
“Mungkin bukan rezeki kita lagi Ga.”
“Sabar ya Ris.”
Selalu begitu, kata sabar lah yang selalu terlontar dari Ega tiap kali aku mengeluh. Raut wajahnya yang tenang itu selalu berhasil membuatku tersihir. Aku yang tadinya gelisah dan siap marah-marah, seketika lupa begitu saja. Ah! Ega selalu begitu.
***
Satu bulan setelah tes beasiswa itu, tak sekali pun kami membahas dan mengingatnya. Kami juga tak berlarut-larut. Dan tetap beraktifitas seperti biasanya dengan baik.
Ketika aku sedang latihan paduan suara untuk mempersiapkan yudisium. Ega datang dengan wajah yang tak biasa. Terlihat begitu bahagia. Tentu saja aku langsung menemui dan menyakan ada apa padanya. Dengan terbata-bata dia mengatakan bahwa baru saja dia mendapat telepon dari pihak BAZNAS dan dinyatakan lulus. Aku segera mengambil handphone ku, dan benar saja aku juga sudah ditelepon, tapi aku tak mengangkatnya karena sedang latihan. Aku segera menelpon balik namun pulsa ku tak cukup. Akhirnya aku dan Ega bergegas turun tangga dekanat dan mencari penjua pulsa terdekat, kemudian langsung menelpon balik pihak BAZNAS.
Gemetar dan sesak rasanya berkali-kali kutelpon, namun tak ada yang mengangkat. Hampir saja aku putus asa, tiba-tiba suara seorang wanita mengagetkanku. Sumringah senyumku mendengar jawabannya, Alhamdulillah kali ini perjuangan kami ada hasilnya. Esok hari kami akan ke kantor BAZNAS untuk pengarahan selanjutnya.
***
Hari ini, meskipun aku tahu aku telah resmi dinyatakan lulus, aku masih saja tak mempercayainya. Seperti biasa semalam aku tak bisa tidur meskipun mengantuk. Aku selalu begitu ketika terlalu bahagia dan apalagi terlalu galau memikirkan beasiswa. Aneh memang.
Setelah sampai dan berkumpul di aula kantor BAZNAS, kami mendapatkan beberapa pengarahan dan kemudian mengisi formulir untuk pembuatan tabungan dan rekening.
“Alhamdulillah Risa, kali ini kita dapat rezeki, sudah kubilang tak ada perjuangan yang sia-sia, selama ini kita hanya menghabiskan jatah gagal, agar kelak kita selalu berhasil. Kamu jangan ngeluh lagi ya, harus lebih semangat kuliahnya.”
“Iya Ga Alhamdulillah. Kamu benar Ga, kita berjuang jangan tanggung-tanggung, atau nanti kita tak akan menimati hasilnya.”
"Yups, keep moving forward or nothing"