Masa itu, masa-masa yang kurindukan saat ini. Ketika selesai upacara bendera di tiap awal minggu dilanjutkan obrolan ringan yang selalu mengangkat topik hangat penyegar pikiran.
Aku tertawa hambar menyadari kenangan-kenangan manis yang pernah kulalui. Mengapa waktu terasa seolah selalu berdusta, saat yang paling indah, jam selalu menjadi detik, berlalu begitu saja. Saat yang paling buruk detik berubah menjadi jam, terlampaui begitu lama hingga sesak terus menyiksa tanpa jeda.
Saat ada benda sedingin es menempel di pipiku. Aku tersenyum menyadari seorang cowok bertubuh jangkung tengah menempelkan sebotol pocari sweat di pipiku.
“Thanks Vid” ucapku kala itu dengan senyum menghiasi wajah. David, cowok yang termasuk jajaran most wanted sekolahan. Banyak yang bilang David itu nakal tapi bagiku dia nice,banyak yang bilang David raja PHP tapi bagiku dia hanya sedang memberi perhatian, banyak yang bilang dia tukang gombal tapi bagiku dia gentle dan tidak sedikit yang memuji ketampanannya dan menurutku aku harus mengakui itu.
“Yo’i” jawab David santai lalu duduk di sampi bangku ku yang seharusnya diduduki Lisa tapi karena Lisa sakit ya jadilah bangku itu kosong
Kami berdua hanyut dalam kegiatan masing-masing. Aku mengerjakan pr sedangkan David sibuk dengan ponselnya.
Aku mendongakkan kepala melihat David yang tiba-tiba meyodorkan ponselnya “Dhiv balesin dong chat dari fans gue, gue lagi males ngomong baik” ujar David
Aku mendelik “ogah banget, elo aja sendiri lagian lo gak liat gue lagi sibuk” ujarku sedikit ketus
“yaelah bantuin gue kan dapet pahala Dhiv, tolonglah lo gak mau kan mereka pada gantung diri gara-gara gue jutekin di chat” perkataan David membuatku memutar bola mata jengah. Selain suka memaksa David itu tingkat kepedeannya udah melebihi level dewa membuatku ingin mengeluarkan isi perutku sekarang juga.
“Nih” ujar Dvid lagi dengan wajah seolah anak kecil. Aku menghembuskan napas berat. Kututup buku pr matematikaku yang kurang satu nomer lagi dan menerima ponsel David.dengan malas aku men-scroll pesan di WA-nya dari bawah, ada ratusan chat disana. Mataku melebar saat melihat ada nama Sintya disana.
“Vid Vid ini beneran Sintya nge-chat lo?! Sintya yang alumni SMP Dirgantara kan?! Aku mendadak heboh sendiri. gimana gak heboh Sintya itu primadona sekolahnya tapi kok bisa-bisanya meluangkan waktu buat nge-chat nih bocah tengil. bunyi pesan Chatnya kurang lebih seperti ini : Hay David, gue Sintya pemandu soraknya Dirgantara.
“yaudah bales aja, emang dia ngomong apaan sih” Tanya David lalu menjulurkan kepalanya untuk melihat isi pesan Sintya. “dia pemandu sorak, bilangin gue pemandu bebek jadi sekali-kali kita bisa berkolaborasi untuk menyorakan bebek-bebek”
“Goblok banget!” ujarku dengan tawa yang sudah meledak namun tetap kuketikkan pesan itu di ponselnya. Lanjut lagi kupilih acak pesan lain.
“Eh Vid ada lagi nih katanya, kak David aku tau kakak dari temenku yang katanya sering lewat SMA Angkasa kalau pulang katanya ada bidadara dunia yang dititipin di SMA kakak, namanya David, disekolahku juga ada bidadari surganya kok namanya Viani, anak manis dari kelas sepuluh yang masih imut-imut, dapet salam dari dia kak katanya kapan kita mau reuni?” “ini promosi diri sendiri ceritanya ya, neng”
“bilangin kalau bidadara surga dan bidadari surga ya dipertemukan nya di surga tapi kalau dia mau ketemu sama yang namanya David udah gue bilangin sama pak bon buat salamin ke anaknya yang namanya David nanti ketemuannya di kantin dan jamuannya gorengan”
“Eh gilak Vid lo parah banget, anak orang ini” jawabku yang sudah tertawa terbahak-bahak. Bahagia sekali mempunyai teman dengan selera humor yang cukup tinggi.
“Ya anak orang Dhiv masa anak hiu bisa ngirim chat kan ajaib”
“oke oke lanjut.” Ujarku tidak ingin menambah kegilaan lagi. “ini surat Vid. Dari Ranti untuk pangeran David, dih pangeran, pangeran kodok kali”
“Udah cepet lanjut” ujar David geram
Aku terkekeh “ bagaimana sih rasanya dikagumi oleh banyak kaum hawa diluar sana pasti ada rasa senang bukan..-”
“Kagak, puyeng yang ada” ujar David memotong ucapanku
“Diem dulu Daviiid tunggu gue selesai ngomong dulu”
“Iya iya” jawab David ketika melihat raut cemberut ku
“ Selain sukanya pasti ada dukanya dong bang, nah kita disini bisa menebak apa yang anda butuhkan, cream wajah misalnya. Nah lagi anda tidak perlu takut karena kami hadir dengan produk yang akan membuat karismatik anda bertambah berkali-kali lipat. Oke ini mulai gaje”
“Udah-udah skip aja dia pikir gue brand ambassador apa” ujar David kesal
“hahaha ya cocok lah sama muka lo yang gak modal itu”
“Haha lucu ya, ketawa dong” ujar David melirik sinis kearahku
“Lucu banget makanya tadi gue ketawa” ujarku semakin membuat David kesal. Lagian kalau dipikir-pikir tadi David yang menyuruhku membalas pesan sesukaku tapi kenapa dari tadi ia yang mendikteku untuk mebalas pesannya.
Persahabatan kami aneh tapi selalu membuatku merasa terhibur karena menurutku teman yang kocak lebih berharga daripada teman yang sok jaim.
)))))))))))))((((((((((((
Hampir setiap hal yang kulakukan di sekolah selalu bersama David, kecuali ke toilet misalnya selain itu kita selalu bersama dan salah satunya berangkat dan pulang sekolah bersama. Pagi itu aku tengah memakai sepatu saat ada langkah kaki mendekat kearahku.
“Pagi sahabat” ujarku riang pada David yang tengah berdiri dengan tas yang hanya ia sampirkan
“Pagi juga cantik” tanpa pernah kuduga David menjawabku seperti itu, seolah perutku dipenuhi ribuan kupu-kupu, mendadak malu ikut menjalar hingga pipiku “lagi ada maunya ya lo, tumben banget muji-muji gue” alibiku menutupi canggung
“enggak emang lo cantik pagi ini” Serius gue yakin David salah sarapan sampe omongannya ngawur semua.
“udah ah yuk cabut nanti keburu telat” ujarku berjalan meninggalkan David.
Siang harinya saat kami sedang menunggu angkot didepan gerbang sekolah ada seorang siswi menghampiri kami dari raut wajahnya terlihat sedikit pucat.
“kak tolongin saya kak, saya mau nganterin ibu saya ke Rs tapi kata temen saya sekolah yang saya lewat pas pulang lagi tawuran. Gimana dong kak, saya boleh minta tolong gak dianterin pulang” aku dan David saling pandang. Lalu sejurus kemudian David berkata “lo masuk dulu ke dalam gue anterin temen gue dulu habis itu gue balik ke sekolah”
“Gak usah, itu makan waktu mending sekarang lo anterin dia aja gue gak papa beneran pulang sendiri” ujarku. David terlihat bimbang tapi beruntungnya angkot langgananku tiba-tiba muncul dari arah berlawanan, aku segera menyetopnya dan melompat masuk kedalam.
“hati-hati pulangnya, jagain anak orang yang bener!” seruku sambil menyembulkan kepala lewat kaca angkot.
“IYA CEREWETT” aku tersenyum dalam hati mendengar ungkapan itu.
Agendaku dan David setiap jum’at sore adalah berkunjung ke makam orangtua David. Orang tua David meninggal dalam sebuah kecelakaan kerja yang tidak lazim dan sampai saat ini polisi masih terus mengusut kasusnya, begitu cerita David padaku. Aku salut dengan David , disaat anak seumurannya rutin balapan liat ia rutin berkunjung ke makan orangtuanya .
“Woy Dhivya!!”
“eh, iya, apa, kenapa” latahku karena David mengejutkanku
“Ngelamunin apaan sih’ tanyanya lalu bangkit dari duduk di samping nisan ibunya dengan rumput liar yang habis ia cabuti
Aku menggeleng. “udah selesai?”. Ia mengangguk. “udah ayo pulang” Aku pun mengangguk.
David mengehntikan langkahnya, aku mengikutinya ternyata David mencabut satu jenis tumbuhan yang aku sendiri tidak tau namanya.
“bunga ini cepet banget tumbuhnya jadi lo bisa petik tiap hari buat batesin buku lo tiap kali ada pr, biar lo selalu inget jadi gak buru-buru terus ngerjain di sekolah”. Aku menerimanya dengan senang hati kami lalu pulang bersama ke rumah masing-masing.
))))))))))))))))((((((((((((((((
Hari ini aku tidak melihat David sejak pagi, dia bahkan tidak masuk sekolah tanpa kabar. Ada sedikit rasa sepi yang menelusup ke relung hati ini. Aku jadi menyesal sering mengusir David yang biasanya tidak pernah absen menjahiliku, seperti menyembunyikan botol minumku, menghabiskan bekal makanku dan masih banyak lagi hal lucu lainnya.
Aku segera memasukkan buku pelajaran terakhir ke dalam tas begitu mendengar bel pulang berbunyi. Aku harus tau alasan David tidak berangkat sekarang.
Beberapa kali aku memencet bel rumah David tapi tidak kunjung mendapat jawaban. Baru saja aku ingin pulang ketika aku mendengar dua orang yang tengah bercanda, David dan seorang cewek. Mereka berdua sepertinya baru selesai membeli es krim di luar, tapi itu tidak penting yang penting kenapa David tidak masuk sekolah dan tidak memberitahuku kabar, bukankah kita sahabat?
“Vid, lo dicariin guru tadi” kataku tanpa memperdulikan gadis di sampingnya.
“Oh suratnya besok nyusul” ujar David, dia gak bilang makasih gitu buat ke-care-an gue sama dia
“Ya udah gue balik ya Vid” ucapku yang hanya dibalas anggukan olehnya. Jadi gini ya rasanya diabaikan.
Semenjak kejadian itu hubunganku dan David berubah 180 derajat, aku seolah menemukan kepribadian lain dari sahabat karibku, aku bingung atas perubahan sikapnya yang tanpa sebab. Seingatku sebelum itu kami tidak saling bertengkar sekalipun aku salah kenapa ia tidak memberitahuku agar aku bisa meminta maaf. Jujur, aku rindu segala hal gila yang pernah kulakukan bersamanya yang kini direbut oleh seorang cewek yang telah kuketahui namanya, Nadhira.
David tidak pernah lagi menjemputku untuk bisa berangkat sekolah bersama hingga beberapa temenku sampai menanyakan apa kami ada masalah karena perilaku dingin David sangat terasa saat kami tengah berada di kelas, kami yang biasanya selalu heboh satu sama lain dalam menanggapi sesuatu sekarang rasanya sudah ada jarak yang terbentang ratusan mil jauhnya.
Beri tau aku apa kesalahanku padamu agar aku tidak terus merasa bersalah ketika melihatmu.
Tanpa sengaja aku menemukan David baru saja keluar dari toilet cowok yang letaknya memang bersebelahan dengan toilet cewek. Alu tersenyum dibalas senyum tipis juga darinya. David ingin segera pergi tapi aku lebih dulu menahannya “David gue mau bicara sama lo dan please jangan menghindar lagi” ucapku dengan nada memohon
“Nanti sore aja Dhiv di taman kota, ada banyak hal yang ingin gue sampein ke lo”
Aku mengangguk cepat. Aku harap ini akan memperbaiki hubunganku dengannya.
)))))))))))))((((((((((((
Sesuai ucapannya aku melihat David turun dari sepeda nya, sepeda yang bisa ia gunakan saat lomba naik sepeda bersamaku.
Terlalu banyak kenangan indah bersamamu jadi jangan buat alasan untuk aku menghapusnya.
David menghampiriku yang duduk di bangku taman. Dia diam aku pun sama, aku selalu mendapat perlakuan seperti ini saat David marah padaku dan aku yakin itu jawabannya mengabaikanku selama ini. “Vid, lo marah ya sama gue” ujarku agar tidak terlalu lama diliputi suasana awkward.
David menggeleng. “terus kenapa lo ngejauh dari gue” David menoleh kepadaku yang duduk disampingnya “gue gak ngejauh dari lo tapi takdir yang buat kita harus pisah. Kita gak bisa sahabatan lagi kayak dulu” ujar David sangat pelan di kalimat terakhirnya
Napasku seketika melemah “tapi kenapa” tanyaku hati-hati. Debaran jantungku mulai berpacu tidak karuan, aku tidak sabar mendengar penjelasannya.
“Gue mau jujur sama lo Dhivya, gue dari dulu gak pernah nganggep lo cuma sebatas sahabat, gue bukan hanya sayang sama lo tapi gue juga jatuh cinta sama lo”
Hanya satu kalimat tapi mampu melumpuhkan seluruh persendianku. Tubuhku kaku untuk beberapa detik, pandanganku buyar seketika.
Satu bulir air mata sekejab saja mewarnai pipiku. “Tapi gue bahagia sahabatan sama lo Vid, gue gak mau kehilangan elo sebagai sahabat.”
“Dhiv di dunia ini gak semua yang kita rasain akan terjadi dalam hidup kita contohnya gue suka sama lo tapi lo gak mungkin suka sama gue, dan lo harus tau kalau kita terus sama-sama akan ada hati yang setiap harinya tersakiti.” David berdiri dari duduknya, aku mendongak untuk bisa menatapnya
“ Lo tenang aja meskipun kita gak sahabatan lagi tapi gue akan selalu ngejagain lo dari jauh, gak aka nada orang yang berani nyakitin lo Dhiv”
Aku menunduk tak sanggup lagi menatap wajahnya.
Baru tadi siang aku menyusun banyak rencana ketika sudah berbaikan dengan David tapi kenapa senja ini aku mendapat dua pernyataan paling pahit sepanjang masa. Tolongggg, beri jeda antara suka dan duka agar aku tau bedanya luka dan ceria.
Di hadapan langit senja aku menangis seorang diri hanya ditemani matahari yang sebentar lagi kembali ke peraduannya.
"Kalau gue tau endingnya seperti ini gue bersumpah gak bakalan mau meranin peran semenyedihkan ini." ucapku sambil meletakkan pembatas buku pemberian David dan menutup buku Diary berwarna violet yang membuka kenangan ini kembali.