Loading...
Logo TinLit
Read Story - Yurie (The Truth of Her Death)
MENU
About Us  

Dua tahun yang lalu, seorang gadis loncat dari jendela lantai tiga gedung sekolah. Para saksi melihat tubuh gadis itu digenangi darah yang mengalir dari kepala yang pecah. Kejadiannya tepat sehari setelah sekolah diliburkan, pada musim panas yang menyengat. Gadis malang itu diantar ke rumah sakit oleh teman-teman terdekatnya. Mereka menangis ketakutan meratapi nasib sang gadis belia tersebut.

Sejak tahun itu bertambahlah Cerita Hantu Di Sekolah. Setiap siang bertemu petang, akan ada suara jatuh dekat jendela di mana gadis itu melompat, diiringi tangisan pilu kesakitan. Murid-murid enggan melewati jendela itu sendirian karena ada rumor yang mengatakan roh gadis itu akan menyeret siapa saja yang mendekati jendela tersebut. Sudah ada beberapa kasus anak perempuan yang merasa diseret kuat mengarah ke jendela. Untung saja mereka segera ditolong oleh murid yang lain.

Meski banyak rumor menakutkan mengenai jendela dan sang gadis tersebut, orang-orang yang terkena imbasnya hanya mereka. Teman-teman terdekat gadis itu.

 


Malam ini enam murid melanggar aturan. Mereka bersembunyi di sekolah sampai langit gelap gulita di luar sana. Setelah yakin satpam telah berkeliling dan tidak akan kembali mengecek setiap sudut sekolah, keenamnya berkumpul di sebuah kelas. Alasan mereka tetap di sekolah karena mendapatkan sepucuk surat di loker masing-masing pagi ini: TEBUS DOSA KALIAN DENGAN MENGAKUI PERBUATAN KALIAN TERHADAP YURIE.

Akibat surat ancaman itu, mereka-para undangan-terpancing untuk menetap karena mereka memang ingin menyelesaikan semua permasalahan sebelum lulus sekolah. Esok hari pertama libur musim panas, libur terpanjang di tahun terakhir sebelum sibuk menata masa depan masing-masing.

Tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan berkumpul di sebuah kelas yang dekat dengan jendela terkutuk itu. Mereka adalah teman-teman terdekat si Gadis Malang yang selalu diganggu oleh roh kawan sendiri. Keenamnya saling menatap curiga satu sama lain. Masing-masing berjanji pada diri sendiri untuk tidak membeberkan apa pun sampai mati mengenai kejadian asli kecelakaan dua tahun yang lalu itu.

Masuda meremukkan surat ancaman dengan satu tangan, melemparnya ke papan tulis, menendang sebuah meja begitu keras. "Jawab! Siapa yang buat candaan tidak lucu ini?!"

Tiga siswi terpekik kecil, saling berpelukan demi menguatkan diri satu sama lain.

"Oi!" Masuda kembali meninggikan suara. "Dosa pada Yurie? Bercanda pun harus tahu diri!"

"Tenanglah, Masuda." Umehara berusaha menenangkan sang teman dengan mengarahkan tangan ke pundaknya.

Masuda menepis uluran tangan tersebut, mendorong dada Umehara cukup kuat hingga pemuda itu terjatuh ke lantai. Gema dari gesekan kursi dan meja membuat suasana malam semakin mencekam.

"Kita sudah janji untuk tidak berisik, kan?" Ogawa menahan diri untuk tidak memekik di hadapan Masuda. Gadis itu menghampiri Umehara, membantunya berdiri. "Kalau satpam mendengar yang barusan bagaimana?"

Hanazawa, pemuda dengan rambut sedikit panjang di bagian tengkuk, memegang surat ancaman dengan bantuan ibu jari dan jari telunjuk. Cahaya bulan yang masuk lewat jendela membantunya mengeja huruf yang tertulis di sana. KALIAN HARUS MASIH ADA DI SEKOLAH JAM 9 MALAM. JIKA TIDAK, BESOK DUNIA AKAN TAHU KEBUSUKAN KALIAN. "Pertama kali membacanya pun aku tidak terima dengan pernyataan ini."

"Semua ini salahku..." Siswi bernama Asakura memeluk dirinya sendiri. Raut wajahnya pucat. Bibir menggigil, perlahan gertakan gigi terdengar. "Yurie mati karena aku!"

"Bukan, Mie, bukan! Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri!" Amamiya, seorang siswi lain membuka suara. Ia memegang kedua pundak Mie, menatapnya lekat. "Semua itu terjadi bukan karena keinginan kita-terjadi begitu saja. Artinya kecelakaan! Ya, kecelakaan!"

Asakura Mie menggelengkan kepala. "Yurie jatuh karena aku! Andai saat itu aku tidak... aku tidak bertengkar dengannya-"

"Mie!" Amamiya memeluk Asakura erat-erat. "Tenangkan dirimu."

Asakura mendorong Amamiya, menyatakan diri menolak kehangatan yang diberikan. "Tidak! Itu semua karena aku! Jika tidak, kenapa Yurie selalu berbisik di telingaku? Selama dua tahun ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku diikuti dengan sosoknya yang jatuh itu! Ia dendam padaku!"

"Yurie bukan orang yang seperti itu. Andai jadi... hantu pun... ia tidak akan-"

"JADI HANTU PUN IA AKAN TETAP MEMBENCIKU!" Asakura tidak kuasa menahan emosi berkecamuk dalam dada yang sudah ia pendam selama dua tahun ini. Ia mulai terisak, "Aku duluan yang membencinya! Padahal ia tidak salah sekali pun! Aku yang salah! Aku!"

Relung tangis Asakura membungkam lima siswa lainnya. Mereka membuang muka, seakan menyatakan diri tidak 'ikut' dalam penyesalan gadis itu. Meski begitu, hanya Amamiya yang kembali menghadapi Asakura yang tengah berduka. Ia memapah tubuh gadis itu, memberinya sebuah kursi agar bisa duduk, menenangkan diri.

Untuk beberapa saat, keenamnya tidak angkat bicara. Diam di posisi masing-masing, bergelut dengan pikiran dan hati sendiri. Masuda menyandarkan diri ke papan tulis, memperhatikan gerak-gerik kelima temannya. Ia masih mencurigai mereka, di antaranya pasti ada si pengirim surat tidak jelas itu.

Umehara dan Ogawa duduk bersebelahan, tanpa kata, tanpa keinginan untuk saling menatap. Seharusnya Ogawa senang duduk di sebelah Umehara, laki-laki yang sudah disukainya sejak di bangku SD, tapi suasana tidak mendukung gemetar rasa dalam dada. Perasaan Ogawa selalu bertepuk sebelah tangan karena Umehara menyukai gadis lain. Walau gadis itu sudah tiada, Umehara tidak sekali pun menatapnya sebagai seorang wanita. Meski begitu, Ogawa tidak ingin melewatkan kesempatan. Ia meraih tangan Umehara, tapi pemuda itu berdiri, menjauhinya.

"Haruki?"

Umehara menghampiri Hanazawa yang tiba-tiba saja melangkah ke arah jendela. Ia segera menangkap pundak pemuda itu sebelum tangan Hanazawa menyentuh kenop. "Aoi."

Tubuh Hanazawa Aoi tersentak sesaat. Pemuda itu menoleh ke belakang. Mata terbelalak melihat tatapan kelima teman sudah mengarah padanya. "A-apa?"

"Kau masih sadar, kan?" Umehara khawatir Hanazawa dirasuki sesuatu, hendak melakukan suatu hal menakutkan, menggoreskan kembali trauma dalam tali pertemanan mereka. Tidak ada sebab selain Hanazawa memiliki indera keenam yang membuatnya dijauhi pergaulan. Hanya mereka yang menerima keadaan pemuda itu 'sampai sekarang'.

Hanazawa mengangguk gugup sebagai balasan.

Umehara mengalungi leher Hanazawa, mengajaknya kembali ke tengah kelas.

"Yurie?!" Kedua mata Asakura terbelalak, sontak menutup mulut yang menganga dengan kedua tangan. Tubuh gadis itu membeku menghadap ke arah Hanazawa dan Umehara. "Jangan, Yurie! Jangan!" Asakura kembali menangis. Bicara gagap, menunjuk-nunjuk ke belakang dua pemuda tersebut. "Jangan ganggu kami! Tolong! Jangan!"

Sontak air muka Umehara berubah masam. Tubuhnya membeku, tapi tidak dengan aliran darah semakin cepat hingga membuat jantung bekerja dua kali lipat. Hanya bola mata yang dapat menoleh ke Hanazawa. Apa itu alasan Hanazawa menghampiri jendela? Apa karena ia melihat... 'yurie?'. Umehara melihat Asakura bergumam tidak jelas dan terlihat panik. Ketakutan gadis itu memicu ketegangan suasana dalam heningnya kelas yang dibalut kegelapan.

Asakura percaya dirinya dapat melihat Yurie yang sudah tiada. Arwahnya selalu bergentayangan dengan kepala penuh darah. Sejak kecelakaan dua tahun lalu, gadis itu selalu mengigau tidak jelas, panik sendirian, hingga menangis dalam waktu cukup lama. Banyak orang yang menyangka semua itu hanya khayalan Asakura yang trauma melihat jasad sahabatnya sendiri. Namun jika benar arwah itu hanya khayalan, mengapa lima temannya yang lain juga mengaku pernah melihat sosok Yurie tersebut? Bahkan teman-teman seangkatan yang pernah dekat dengan Yurie pun mengaku juga dapat melihat, baik itu sekilas ataupun terkadang merasa sosoknya masih ada di kursi yang pernah ditempati atau jendela tempat kecelakaan terjadi.

Ogawa menarik pergelangan tangan Umehara dan Hanazawa yang terpaku di tempat. "Sadarlah kalian!"

Keduanya membiarkan diri mengikuti langkah Ogawa, kembali ke tengah kelas.

"Terima kasih," gumam Umehara.

Ucapan tulus, meski hanya satu kata, mampu menyelimuti tubuh Ogawa yang hampir menggigil karena suasana. Bagaimana tidak? Ia bukan tipe pemberani yang mau tinggal di kelas pada malam hari, tanpa adanya lampu, seraya mengingat orang mati. Semua hal itu baginya bagaikan menghadapi maut itu sendiri. Namun, ia memberanikan diri menetap karena ada Umehara. Satu alasan yang bisa menguatkan dirinya yang lemah terhadap bumbu horor.

"Mie, tenanglah! Tenanglah!" Amamiya berusaha kembali memeluk Asakura. Tubuhnya lebih tinggi dari Asakura, berharap gadis itu dapat menutup wajah dalam pelukan, tidak menghiraukan semua yang membuatnya ketakutan. Amamiya menatap satu per satu temannya yang lain. "Kita sudahi saja semua ini! Kita harus pulang sebelum Mie pingsan!"

Ogawa, Umehara, dan Hanazawa mengangguk setuju. Ketiganya spontan meraih tas masing-masing. Hentakan keras dari papan tulis kembali menaikkan ketegangan di antara mereka. Semua pandangan mengarah pada Masuda. Pemuda itu memukul papan tulis dengan kepalan tangan, kedua alisnya menukik tajam. Kelima remaja lainnya serempak menahan napas sesaat.

"Tidak ada yang boleh pulang sebelum ada yang mengaku siapa pengirim surat kurang ajar ini!"

Masuda tidak terima teman masa kecilnya dipermainkan. Yurie lahir dalam keluarga kurang mampu. Hidupnya sejak kecil selalu susah dan terus menghadapi pertengkaran orang tua sendirian. Hingga menginjak remaja pun tidak ada kabar bahagia terdengar dari gadis itu. Namun Yurie selalu tersenyum dihadapan semua teman-temannya. Demi Yurie yang malang, ia tidak akan mundur untuk mengungkap 'orang kurang ajar' yang sudah memburukkan Yurie hingga akhir hayat, di tahun terakhir pendidikannya.

"Jika tidak, mulai detik ini sampai mati pun aku tidak akan mau berteman baik lagi dengan kalian semua." Masuda menunjuk ke arah Asakura. "Termasuk kamu, Asakura, tetangga pun aku tidak akan menyapamu."

"Masuda!" Amamiya menggertakkan gigi, geram dengan pernyataan tidak adil barusan. Baginya Asakura tidak bersalah. Semua yang terjadi pada Yurie bukan kehendak mereka. Kecelakaan. Permasalahan selesai.

Tangisan Asakura semakin terdengar pilu. Isakan yang sekuat tenaga ditahan demi menguatkan diri, akan tetapi gadis itu tidak pernah menang terhadap emosi yang terus meluap.

Dengungan pendek mengejutkan keenam remaja. Pelantang kelas mengeluarkan bising bak kantong kresek yang diremas-remas. Terdengar suara. Suara seseorang, tapi tidak jelas. Mereka kembali terhenyak, tubuh membeku, bagai menunggu lawan bicara telepon menemukan sinyal kuat untuk berbicara.

"...hi...ha...ta..ri...pa..."

"...ta..ka..se...pa...di...ma...ta..."

"Bercanda pun ini benar-benar gak lucu!" Ogawa memekik ketakutan. Ia segera mencari perlindungan pada Amamiya, memeluknya dari belakang, menenggelamkan wajah ke punggung gadis itu. Ogawa tidak kuasa meneteskan air mata. "Aku mau pulang...."

Amamiya membagi dekapan pada kedua teman perempuannya. Ia juga takut, sangat, tapi ia menegaskan diri karena telah berada di posisi sebagai pelindung yang diharapkan kedua teman masa kecilnya.

"Jangan-jangan, pengirim pesan ini ada di ruang penyiaran?" Umehara berpendapat, sekaligus berharap agar Masuda tidak lagi mencurigai teman sendiri.

"Sial!" Masuda memperbesar langkah menuju pintu.

Hanazawa segera menyusul, menahan pergelangan tangan Masuda untuk tidak pergi sendirian. "Tunggu, Kenichi!"

"Lepas!"

"Setidaknya dengarkan dulu." Hanazawa meminta dengan tatapan penuh harapan.

Masuda berdecak pelan. Ia mencoba menenangkan diri, menunggu suara lewat pelantang cukup jernih untuk dimengerti.

Bising dan suara kresek itu berhenti seketika. Hening. Mereka berenam saling menatap kebingungan, satu sama lain. Jelas ada yang mengerjai mereka. Orang itu, sang pengirim surat ancaman. Namun, siapa?

[Di mata kalian, aku apa?]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Seiko
651      480     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Harapan Gadis Lavender
3514      1414     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Siapa tengah malam di sekolah?
672      418     3     
Horror
Malam minggu menjadi agenda wajib rombongan geng Kapur. Mereka biasanya duduk dicafe menyanyikan lagu dan menyeduk segelas kopi. Malam minggu berikutnya mereka mendatangi sekolahnya. Kata orang-orang sekolah itu angker dihuni oleh teman-teman sekolah yang meninggal. Enam pasangan yang seharusnya berpesta di cafe kini bermain dalam gelap dengan riasan yang pucat. Pekikkan suara mereka tak s...
Teilzeit
1996      502     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...
Kisah-Kisah Misteri Para Pemancing
1707      803     1     
Mystery
Jika kau pikir memancing adalah hal yang menyenangkan, sebaiknya berpikirlah lagi. Terkadang tidak semua tentang memancing bagus. Terkadang kau akan bergelut dengan dunia mistis yang bisa saja menghilangkan nyawa ketika memancing! Buku ini adalah banyak kisah-kisah misteri yang dialami para pemancing. Hanya demi kesenangan, jangan pikir tidak ada taruhannya. Satu hal yang pasti. When you fish...
Salendrina
2499      928     7     
Horror
Salendrina adalah boneka milik seorang siswa bernama Gisella Areta. Dia selalu membawa Boneka Salendrina kemanapun ia pergi, termasuk ke sekolahnya. Sesuatu terjadi kepada Gisella ketika menginjakan kaki di kelas dua SMA. Perempuan itu mati dengan keadaan tanpa kepala di ruang guru. Amat mengenaskan. Tak ada yang tahu pasti penyebab kematian Gisella. Satu tahu berlalu, rumor kematian Gisella mu...
Hati dan Perasaan
1575      992     8     
Short Story
Apakah hati itu?, tempat segenap perasaan mengendap didalamnya? Lantas mengapa kita begitu peduli, walau setiap hari kita mengaku menyakiti hati dan perasaan yang lain?
The Ghost's Recipe
538      241     0     
Romance
Aku yang tidak bisa memasak, harus memohon kepada hantu agar bisa memasak kepadaku?! dimana harga diriku?!
The Savior
4490      1627     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
Unlosing You
485      338     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?