Pagi setelah malam penuh perasaan itu, Ardan terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Sejak malam itu, saat dia dan Raya saling mengungkapkan perasaan mereka, hidupnya seolah menjadi lebih terang. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Meskipun mereka sudah saling terbuka, Ardan merasa ada pertanyaan besar yang belum terjawab.
Pagi itu, setelah sarapan sederhana bersama Raya di villa, mereka duduk di teras dengan pemandangan danau yang masih terbungkus kabut tipis. Udara pagi terasa sejuk, membawa kedamaian di tengah kebingungannya.
“Ardan,” Raya memulai dengan suara pelan, matanya menatap ke kejauhan. “Kita sudah ngobrol banyak malam kemarin, kan? Tentang perasaan kita. Tapi ada satu hal yang ingin gue tanyakan ke lo.”
Ardan menoleh, menatap Raya dengan penuh perhatian. “Apa itu?”
Raya tersenyum lembut, namun ada sedikit kekhawatiran di matanya. “Lo yakin ini yang lo inginkan? Maksud gue, kita baru saling mengenal dalam waktu singkat. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, kan?”
Pertanyaan itu membuat Ardan terdiam sejenak. Selama ini, ia merasa bahwa hubungan mereka berkembang begitu alami, tanpa paksaan. Tetapi, kini dia merasa cemas. Apa yang mereka rasakan memang indah, namun dunia nyata selalu penuh dengan tantangan.
“Gue nggak tahu, Raya,” jawab Ardan jujur, matanya penuh dengan kebingungan. “Tapi yang gue tahu, gue ngerasa nyaman banget sama lo. Gue nggak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Jadi, gue pengen coba ini. Gue pengen lebih dekat sama lo.”
Raya menundukkan kepala, seolah merenung. “Tapi kita juga harus tahu, kan, bahwa hidup itu nggak selalu berjalan seperti yang kita harapkan? Ada banyak hal yang bisa mengubah segalanya. Mungkin kita nggak selalu bisa tetap bersama seperti sekarang.”
Ardan merasakan kekhawatiran yang sama. Meskipun ia merasa sangat terhubung dengan Raya, ada keraguan yang menghantui pikirannya. Bagaimana jika hubungan ini hanya sementara? Bagaimana jika tantangan hidup membuat mereka terpisah?
“Apa lo ragu sama gue?” tanya Ardan dengan suara rendah, sedikit terluka meski mencoba menahan diri.
Raya mengangkat kepala dan menatap Ardan dengan tatapan penuh penyesalan. “Gue nggak ragu sama lo, Ardan. Tapi gue ragu dengan waktu. Gue ragu kalau kita bisa bertahan, karena kita belum tahu apa yang akan datang. Gue nggak mau lo merasa terbebani sama perasaan yang mungkin nggak bisa gue jaga terus.”
Ardan merasa seolah-olah ada sesuatu yang menghimpit dadanya. Perasaan yang awalnya indah kini terasa rumit. Namun, dia tahu bahwa tidak ada hubungan yang sempurna, dan mereka berdua sedang belajar untuk menerima kenyataan ini.
“Gue ngerti,” jawab Ardan perlahan. “Tapi gue nggak mau menyerah sebelum mencoba, Raya. Kita nggak akan tahu kalau nggak berusaha.”
Raya terdiam, merenung. Ardan bisa merasakan beban yang ia bawa, meskipun dia juga tahu bahwa perasaan mereka adalah sesuatu yang tulus. Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan, tetapi mereka memiliki kesempatan untuk membuat masa sekarang menjadi lebih berharga.
Mereka duduk dalam diam beberapa lama, menikmati ketenangan dan mengatasi keraguan yang ada di hati masing-masing. Ardan merasa bahwa meskipun ada ketidakpastian, ia ingin terus bersama Raya. Karena kadang-kadang, perasaan yang tulus lebih kuat daripada segala rencana dan ketakutan akan masa depan.
Akhirnya, Raya mengangkat kepala dan tersenyum. “Mungkin kita bisa mulai dengan sesuatu yang sederhana dulu. Nggak perlu terburu-buru mikirin masa depan. Yang penting, kita nikmatin waktu yang ada.”
Ardan tersenyum lega, meskipun dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. “Ya, lo bener. Kita bisa mulai dari sini. Dari sekarang.”
Setelah mereka berdua menyelesaikan sarapan, mereka berkeliling di sekitar villa, menikmati pemandangan dan mengobrol ringan. Namun, meskipun hari itu terasa menyenangkan, Ardan tak bisa sepenuhnya menghilangkan keraguan yang masih ada di hatinya. Tetapi, dia tahu satu hal—bahwa dia ingin bersama Raya, apapun yang akan terjadi.
Hari itu berakhir dengan suasana yang tenang dan penuh harapan, meskipun ada pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung di udara. Mereka berdua tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan meskipun jalan yang mereka pilih tidak pasti, mereka siap untuk melangkah bersama.