Rasa yang Tak Diizinkan Hidup
Prolog
“Beberapa rasa tak pernah lahir untuk dirayakan, tapi hanya untuk dikenang dalam diam.”
Beberapa rasa tidak lahir untuk dirayakan.
Ada yang hanya tumbuh diam-diam,
kemudian dibiarkan layu tanpa pernah diberi nama.
Begitulah rasaku padanya—
cinta pertama yang tak pernah benar-benar selesai,
karena aku sendiri yang memintanya berhenti.
Sejak kepergian itu, aku hidup dengan dua versi diriku.
Yang satu tersenyum dan melanjutkan hidup,
yang satu lagi duduk diam di ruang terdalam,
memanggil namanya dalam bisu,
berharap waktu bisa sesekali mundur walau hanya sebentar.
Aku pernah mencintainya,
dengan ketakutan yang tak bisa kuterjemahkan.
Kupilih pergi saat aku seharusnya tinggal,
kupilih diam saat aku seharusnya jujur,
kupilih hidup…
tanpa dia.
Dan sejak hari itu,
aku belajar hidup bersama rasa yang tak lagi diizinkan tumbuh.
Rasa yang tak kubiarkan hidup,
tapi juga tak pernah mampu kubunuh sepenuhnya.
Di dunia luar, aku baik-baik saja.
Tapi di dalamku,
masih ada satu nama yang berdenyut pelan,
seperti luka yang tak pernah benar-benar kering.