Sebagai salah satu idol pertama yang didebutkan Music High Entertainment, Hajoon telah menyaksikan perubahan kantor agensinya dari tahun ke tahun.
Bermula dari menyewa gedung bekas kantor pos angker, mereka pindah ke gedung perkantoran yang lebih layak. Setahun sebelum para anggota CALYTRIX memulai wajib militer, mereka berhasil menyewa tempat di Distrik Mapo.
“Yongsang? Bukannya CEO Jun ingin punya kantor di Gangnam?” Di rooftop, Gaeul dan Hajoon tengah menikmati makan siang selepas meeting untuk comeback. “Dia terdengar optimis membahas kepindahan seolah-olah kita bakal memperpanjang kontrak.”
“Pelankan suaramu, dinding di sini punya banyak telinga,” Hajoon memperingatkan.
Gaeul mendesis sebal, lalu meneguk jus lemonnya sampai habis. Belum sepekan keluar dari barak militer, pria itu kena semprotan orang-orang yang belum menerima kepergian Yulyeon. Rata-rata isi pesan yang disampaikan pun sama: Kamu tak akan pernah bisa mengganti posisi maknae bertalenta kami.
“Bertahanlah, paling tidak untuk satu tahun ke depan.” Ditepuknya punggung Gaeul sebelum Hajoon beringsut dari bangku. “Setelah itu kita dapat memulai dari awal atau saling mendukung kalau memilih jalan sendiri-sendiri.”
“Hyung, jangan bilang begitu. Aku tetap ingin bermusik bersama kalian.” Gaeul mengikutinya menuju pintu yang mengarah ke tangga. “Kami tahu alasanmu sulit membangkang. Kematian Yulyeon—”
Ucapan itu terhenti kala Hajoon mengangkat tangan. Dia sadar ke mana arah kalimat tersebut bermuara. Sejak mendengar pencarian Nona Ungnyeo, pria itu menerka tinggal menunggu waktu sampai kabarnya sampai ke telinga CEO Jun.
Tebakannya tak memelesat. Kala meeting pagi ini selesai, CEO Jun meminta staf dan anggota CALYTRIX selain dirinya keluar ruangan. Itu berarti satu hal: mereka akan membuka kotak Pandora yang telah lama tertutup.
“Starry Flowers pasti senang kalau saya memberitahu keberadaan Nona Ungnyeo.” Tengkuk Hajoon meremang mendengar perkataan pria berusia 45 tahun itu. “Dedikasinya kepada CALYTRIX benar-benar mengagumkan. Kita bisa mengajaknya bergabung pada perayaan anniversary ketujuh debut kalian—”
“Sajang-nim, aku mohon, jangan libatkan dia,” pinta Hajoon, tegas. “Hidupnya sangat hancur sepeninggal kematian ibunya. Aku tak mau keterlibatannya dalam CALYTRIX bakal membuka luka lama dan….”
Lidahnya seketika kelu. Di hadapannya, CEO Jun memasang senyum ketus.
“Lalu apa, Nam Hajoon?” tantangnya. "Ingat perjanjian yang kita sepakati atas permintaan orangtua Yulyeon? Ingat bukti fisik yang dia berikan padamu? Hanya dengan satu email atau pertemuan, Nona Ungnyeo akan tahu sepecundang apa leader CALYTRIX.”
Panas telinga Hajoon menyimak hinaan pria itu, tetapi sia-sia saja dia melawan.
“Kalau kamu dan teman-temanmu berniat meneruskan karier tanpa saya, silakan.” Ucapan yang terasa kontras dari cengkeraman pada pundak Hajoon. “Hanya saya, kamu perlu memenuhi satu syarat: bawa Nona Ungnyeo kembali. Jika semuanya berjalan sukses, saya tak akan menahan kalian untuk pergi dari agensi ini.”
*
Namun, bagaimana Hajoon harus membawa Nona Ungnyeo?
“Saya yang akan membawamu padanya,” ujar CEO Jun, seolah-olah menyadari kebingungan Hajoon yang tak tahu posisi sosok itu. “Tinggal tunggu saja aba-abanya.”
“Apa aku perlu memberitahu yang lain mengenai rencana ini?”
“Silakan, mungkin mereka punya ide buat membantumu. Tapi ingat,” sang lawan bicara menempatkan telunjuk di depan bibirnya, “jangan bicara sembarangan.”
Bunyi klakson mengejutkan Hajoon yang hendak menyeberang. Lututnya seketika lemas. Selama beberapa detik dia bersandar di dinding sebuah kafe. Tinggal 200 meter lagi menuju tempat Bibi Areum dan Hajoon dapat menjernihkan pikirannya.
Seperti biasa, Hajoon mengabari kedatangannya agar Bibi Areum dapat bersiap membukakan pintu belakang. Perempuan itu juga akan meminta karyawan atau anak magang menjaga kasir selama menemaninya mengobrol di lantai dua.
“Bukankah di pertemuan sebelumnya kamu bilang tak akan mampir?” todong Bibi Areum saat menaruh seporsi odeng. “Hmm, pasti ada masalah baru yang menekanmu.”
Hajoon mengambil setusuk odeng, lalu mulai mengunyahnya. Bibi Areum hanya berdecak dan menaruh soft drink favoritnya untuk teman makan..
“Bi,” Hajoon mengguncang-guncang kaleng soft drink-nya, “apa Bibi pernah punya rahasia yang akan Bibi bawa sampai ke alam baka?”
Alis perempuan itu terangkat. “Aku sudah sering mendengar pertanyaan-pertanyaan serius darimu, tapi baru kali ini kamu menyinggung rahasia.”
“Karena rahasianya memang tak bisa aku sebar sembarangan,” katanya sambil tersenyum getir. “Kukira hal ini dapat kusimpan dan kubawa sampai melepas napas terakhir. Hanya saja belakangan aku merasa cepat atau lambat… dia akan mengetahui kebenarannya.”
Ada jeda sejenak sebelum Bibi Areum balik bertanya, “Apakah ini berkaitan dengan pencarian Nona Ungnyeo?”
“Kurang lebih,” Hajoon meringis. “CEO Jun ingin melibatkannya untuk comeback.”
Menilai dari peran dan pola kemunculan Nona Ungnyeo, Hajoon dapat menebak tujuan yang ingin dicapai CEO Jun.
“Bibi barangkali tahu Gaeul sering disudutkan sejak kematian Yulyeon,” dia meneruskan. “Posisinya yang otomatis jadi maknae dikatakan tak satu level, apalagi Yulyeon sudah lama dianggap sebagai golden member.
“Starry Flowers lantas terpecah jadi dua kubu. Satu yang menerima bahwa kami sekarang hanya empat orang. Satu lagi akan selalu menganggap grup kami berisi lima orang.”
Walau mengetahui perpecahan tersebut, Hajoon perlu melakukan penelusuran sampai menemukan pemicu pencarian Nona Ungnyeo dari sudut pandang penggemar.
“Beberapa penggemar berharap kehadiran Nona Ungnyeo dapat menyelesaikan konflik ini.” Hajoon memijiti keningnya. “Sebagai salah satu pengikut dari masa pre-debut, dia dianggap mampu menyatukan fandom dan membuat comeback kami makin berkesan.”
Bibi Areum yang menyimak dalam diam menggumam paham. “Menurutmu apa Nona Ungnyeo bersedia menerima tawaran kalian untuk mendamaikan Starry Flowers?”
Pertanyaan tadi tak asal meluncur dari Bibi Areum. Dia menyaksikan hal-hal yang Starry Flowers tak ketahui dari Nona Ungnyeo. Termasuk sosoknya yang menghilang tanpa kabar selang dua minggu selepas kepergian Yulyeon.
Bukan hal sulit bagi Hajoon memprediksi respons Nona Ungyeon. Sayangnya, mengingat hari-hari terakhir yang dilewatinya bersama perempuan itu kurang baik, dia ragu permintaan CEO Jun bakal diterima begitu saja.
“Entahlah. Dia jauh dari jangkauanku.” Hajoon menaikkan tudung jaket; bersiap meninggalkan toko. “Omong-omong, Bibi belum menjawan pertanyaanku.”
“Kurasa hampir semua orang punya rahasia yang ingin dibawa sampai mati.” Perempuan itu tersenyum simpul. “Aku juga tak akan menghakimimu, Hajoon-ah. Hanya saja, kamu perlu bersiap memikul rasa bersalah yang bakal mengikutimu seumur hidup.”
***