Seorang pria dan wanita masuk ke sebuah gubuk kecil yang terbuat dari bambu. Ruangan itu berisi tumbuh-tumbuhan herbal yang kering. Tidak ada yang menarik di dalamnya. Sebelum sang pengintip itu berbalik matanya dikejutkan dengan cahaya berkelap-kelip. Tiba-tiba ruangan itu berubah menjadi gudang penyimpanan mewah. Matanya mengucek beberapa kali untuk melihat dengan jelas. Seorang wanita memegang gading gajah berwarna putih. Tangannya mencuil sedikit dari gading itu dan menaburkannya di atas mangkok yang terbuat dari batok kelapa. Cuilan dari gading putih itu tiba-tiba berubah menjadi bubuk.
Sang pengitip itu melihat dengan saksama tetapi wanita dan pria itu merasakan auranya. Sebelum dia tertangkap basah, dia berlari dan masuk ke dalam rumah. Jantungnya berdegup dengan kencang. Pintu di belakangnya tiba-tiba bergerak. Dia menutup matanya dan berteriak.
Begitu matanya terbuka dia menyadari bahwa pagi hari telah menyambut kota kecilnya. Cahaya jingga matahari masuk ke celah-celah jendelanya. Dia meregangkan tubuhnya dan menatap siluet pria dan wanita yang sedang menanam tanaman. Dia membuka gordennya. Kedua sosok itu terlihat dengan jelas.
Wanita di sana berkacak pinggang sambil menatapnya. “Bagaimana tuan putri, sudah bangun?” tanya wanita itu dengan nada jengkelnya.
“Ibu lihat saja. Apa mata ini masih terbuka atau tidak?” Dia membalas dengan datar. Matanya beralih menatap anak gadis SMP yang sedang menyirami tanaman. Sungguh pencari perhatian yang luar biasa.
“Lihat adik kamu ini. Bangun pagi, terus bantu ibu dan ayah. Kamu? Kamu baru bangun jam segini.” Wanita itu mengomel sambil menancapkan satu persatu temulawak ke dalam tanah.
Sejujurnya dia jengah melihat keseharian orang tuanya yang hanya menanam tanaman obat, menggerutu, mengomeli dirinya, dan menyuruh-nyuruhnya. Dia tidak suka diperintah. Impiannya adalah menjadi seorang wanita karir di kota besar dan meninggalkan kota kecil yang tidak ada apa-apanya ini.
Dia juga tidak suka dengan tetangganya yang memiliki seribu mulut dan mata. Benar-benar menyebalkan. Jika bisa membuat bom, dia sudah pasti akan mengujinya langsung kepada mereka semua. Sayangnya dia tidak pandai dalam merealisasikan niat jahatnya itu.
“Sudah-sudah. Kina dan Gyn, kalian mandi, nanti ayah antarkan.” Ayah terkadang menjadi penengah yang baik, terkadang juga tidak melakukan apa pun jika semua orang di rumah sedang berdebat. Ya ayah hanya akan berbicara ketika dibutuhkan.
Kina mengambil baju-baju pakaiannya. Sejenak dia termenung dan baru mengingat sosok di dalam mimpinya. Kedua sosok itu seperti orang tuanya. Apa mereka memang memiliki kekuatan ajaib? Mereka menyembunyikan sesuatu dari semua orang? Atau itu hanya bunga tidur seperti biasanya? Kina merasa mimpi itu seperti nyata. Dia bahkan lupa jika pernah masuk ke dalam gudang obat. Mungkin dia akan masuk ke gudang obat untuk mengecek mimpinya itu.