Urusannya dengan Dirga bisa dibilang tuntas, tapi Monita belum bisa tenang begitu saja. Kado ulang tahun yang hilang masih menjadi misteri. Hanya Aceng yang bisa menjelaskannya. Untuk memancingnya, Monita harus membuat Aceng mau kembali satu tim. Namun, dia belum menemukan cara yang kasual dan tidak terkesan mendadak. Sudah tiga hari mereka terjebak dalam suasana dingin, hanya berbicara seperlunya saat di kelas. Di luar itu, kembali menjadi orang asing. Aneh saja jika tiba-tiba dia menghampiri Aceng, memberi senyum ramah, dan tanya kabar atau basa-basi soal cuaca.
Monita menghela napas panjang, menatap pantulan wajahnya pada layar laptop yang masih hitam, dan mencoba tersenyum kecil untuk menghilangkan kerutan di kening.
"Delia sama Priska jadi ikutan?"
Ibunya bertanya sambil membawa toples-toples berisi makanan ringan ke meja bundar ruang tamu.
"Janjinya sih gitu, Mi," jawab Monita, mencoba menyingkirkan kecemasan dengan menyalakan laptop di hadapannya.
Siang ini teman-temannya sudah sepakat untuk merampungkan video Merpati Putih. Sebenarnya kemarin sepulang sekolah mereka sudah usaha maksimal, tapi karena hanya Kana dan Jhoni yang mengerti menjalankan aplikasi edit video, ditambah keduanya juga masih belum terlalu familiar, proses berjalan lambat. Alhasil, perjuangan mesti diperpanjang ke hari Minggu.
Monita pikir penderitaan itu bisa diubah jadi peluang emas. Satu-satunya alasan yang bisa digunakan untuk berinteraksi dengan Aceng hanyalah tugas sekolah. Jadi, demi kepentingan bersama, Monita mengusulkan untuk kerja kelompok di rumahnya. Kali saja Aceng bisa makin ramah sehabis bertamu.
Karena rumah Monita dekat dengan sekolah, jadi yang lain bisa berangkat sama-sama, teman-temannya setuju. Monita pun merasa hampir dekat dengan tujuannya, sampai di akhir diskusi Kana dengan segala hormat mengundang kelompok Delia (khususnya Kevin) untuk membantu mereka.
Ide itu jelas mengancam kedamaian Monita.
Desas-desus soal cinta pertama masih jadi perdebatan sengit di Raya Jaya. Sejak siaran acara musik Sabtu kemarin, satu pertanyaan besar terus beredar. Bunyinya kurang lebih seperti ini: Dirga diam-diam punya gebetan (mungkin udah jadi pacar), siapa orangnya?
Anak Raja pun terbagi menjadi tiga tim. Yang pertama diisi oleh orang-orang yang suka menghubung-hubungkan fakta dan teori. Lagu yang dinyanyikan Dirga dihubungkan dengan kabar miring 'liburan bareng' yang sempat heboh. Mereka percaya, Monita adalah tersangka utama.
Namun, anggapan itu dibantah oleh tim kedua, yang lebih mengutamakan bukti. Selama Dirga tidak menyebutkan nama, sebaiknya tidak terlalu cepat ambil kesimpulan. Apalagi perempuan yang dekat dengan Dirga bukan cuma Monita. Bisa jadi cinta pertama yang dimaksud adalah teman sekelas, atau sama-sama anggota panitia prom night, atau mungkin orang yang selama ini tidak pernah mereka duga. Siapa pun itu, dia cewek yang beruntung dan mesti didukung, kata salah satu dari mereka.
Mendengar itu, muncullah pemikiran "bisa jadi gue", yang dipercaya oleh tim ketiga—berisi orang-orang percaya diri, tapi cuma berani di belakang layar. Monita yakin Delia masuk di antara mereka.
Mengundang kelompok Delia sama saja mengundang bencana. Bagaimana jika Dirga juga datang? Bisa-bisa kerja kelompok jadi diisi dengan wawancara selipan.
"Kalau gitu, Mami harus pesan lumpia kesukaan mereka," kata ibunya setelah selesai menata toples makanan ringan. Monita hanya mengangguk kecil, dalam hati berharap perhatian ibunya bisa membawa keberuntungan kecil untuknya hari ini.
Ajaibnya, keberuntungan itu datang terlalu cepat, bahkan sebelum lumpia dipesan. Rombongan teman-temannya tiba di depan rumah dengan ceria. Jumlah mereka kurang dua dari seharusnya.
"Dirga sama Yoga ada acara yang nggak bisa di-cancel. Wajar sih, soalnya kalian ajaknya dadakan banget," jelas Delia saat memasuki ruang tamu.
Keajaiban lainnya, tidak ada satu pun yang menyinggung soal cinta pertama. Mereka benar-benar 'kerja kelompok' seperti pelajar budiman; duduk mengelilingi meja, bagi-bagi tugas, dan larut dalam kerjaan masing-masing. Kevin dan Kana langsung kompak mengulik fitur-fitur di aplikasi edit video. Kevin mencontohkan beberapa trik transisi dan Kana mengikuti dengan antusias. Di sebelah mereka, Jhoni dan Aceng ikut memantau, memberi usul jika diperlukan, sambil sesekali mencomot kacang madu dari dalam toples. Di sisi lain meja, Risma dan Fara sibuk mengedit foto, menyeragamkan terang dan gelap. Sementara itu, Delia dan Priska hanya duduk asyik di sofa, menonton episode terbaru drama korea setelah mewanti-wanti Kevin agar hasil editannya tidak sama dengan video mereka. Meski tidak terlalu membantu, kehadiran mereka setidaknya tidak mengganggu.
Monita bersyukur bisa duduk tenang memilih musik-musik bebas hak cipta untuk disematkan di video. Meski sebenarnya masih ada yang menggelitik.
Di sebelah laptop yang dia gunakan, berdiri sebotol minuman yoghurt yang permukaannya dipenuhi embun karena tidak tersentuh sejak tadi. Sebelum berangkat, Jhoni dan Aceng sempat singgah ke minimarket dekat sekolah untuk membeli makanan dan minuman ringan. Sebenarnya Monita tidak menitip apa-apa, tapi tiba-tiba minuman itu disodorkan padanya.
"Nih, Mon," kata Jhoni sewaktu menata cemilan di atas meja.
"Buat gue?" tanya Monita.
Jhoni mengangguk.
Monita ingin bertanya, siapa yang belikan, atau kenapa harus minuman yoghurt, tapi tertahan begitu melihat botol minuman serupa diletakkan di dekat Aceng.
Apakah ini keajaiban ketiga? Mungkinkah ini cara Aceng mengikis kecanggungan di antara mereka? Kalau begitu, dia hanya perlu berterima kasih dan hubungan mereka bisa kembali mengalir seperti semula. Namun, baru sempat Monita tersenyum kecil, Jhoni mengaku, "Tadi ada promo beli satu gratis satu."
Bahu Monita seketika merosot. Dia hanya bergumam kecil, "Oke, thanks," memilih untuk tidak berpikir terlalu jauh dan mengabaikan minuman itu.
"Na, coba cek, udah oke atau belum?"
Risma dan Fara yang tadinya duduk lesehan di sebelah Monita berpindah tempat ke sofa yang ada di belakang Kana untuk menunjukkan foto-foto yang sudah selesai diedit. Monita semakin tergerak untuk cepat-cepat menyelesaikan daftar musiknya. Dia tidak boleh tertinggal jauh. Sesuai dengan pesanan, musik ceria dan serius sudah didapat. Tinggal cari yang tenang untuk diletakkan di akhir video.
Namun baru saja mulai fokus, Risma tiba-tiba berkomentar, "Oh ... jadi ini fotonya ...."
Monita spontan melepaskan earphone yang dia gunakan. Rupanya Risma tengah asyik mengeksplorasi dinding yang mengarah ke ruang makan selagi menunggu Kana memeriksa hasil editan foto.
"Kalau dilihat langsung, lebih keren ternyata," lanjutnya sambil mundur beberapa langkah dari sebingkai besar kolase foto—kado dari Kana, Delia, dan Priska. Jika dilihat dari dekat, bingkai itu memuat foto-foto kebersamaan mereka mulai dari awal SMA hingga beberapa hari sebelum pesta ulang tahunnya yang ketujuh belas. Jika dilihat dari jauh, bingkai itu menunjukkan wajah Monita yang sedang tertawa riang. Monita sempat mengunggahnya di sosial media.
"Pasti, dong! Secara bikinnya effortful banget." Delia ikut menyahut di sela tontonannya.
Priska menambahkan, "Nyusunnya juga semalam suntuk. Mana Kana salah kasih alamat lagi. Seharusnya kan langsung diantar ke sini, malah jadi ikut ke lokasi pesta."
Monita seketika teringat kekisruhan kecil saat mereka mencari cara untuk memasukkan bingkai sebesar jendela kamarnya ke dalam bagasi mobil bersamaan dengan kado lainnya.
Kana ikut memandang ke arah kolase foto sambil tersenyum geli. "Sorry, gue rada blunder waktu itu. Untung aja bisa nyampe dengan selamat, ya."
Ide membuat kolase foto itu diprakarsai oleh Kana, beberapa bulan sebelum hari ulang tahun. Langsung disetujui oleh Delia dan Priska. Mereka lantas diam-diam mengumpulkan foto-foto lama dan jadi lebih sering mengambil gambar setiap kali sedang bersama. Monita awalnya sempat kesal saat Delia meminta bantuan orang di meja sebelah mereka untuk mengambil foto saat lagi istirahat di kantin.
"Del, please jangan norak," protes Monita saat itu.
Belakangan Monita akhirnya sadar bahwa itu satu-satunya 'foto kantin sekolah' yang mereka punya.
Mengingat betapa gigihnya Kana, Delia, dan Priska menyiapkan hadiah terbaik untuknya, Monita jadi merasa bersalah. Meski sehari-hari melewati dinding itu, hanya sekali dia berhenti lama seperti yang dilakukan Risma saat ini, tepatnya hanya saat pertama kali dipasang.
"Niat banget, ya." Fara ikut memuji.
"Yang lain juga nggak kalah keren, kok." Monita berusaha bijak. Meski sejujurnya dia harus sedikit berusaha keras untuk bisa mengingat hadiah apa-apa saja yang diberikan teman-temannya.
Agar yang lain kembali fokus, Monita memilih asal musik terakhir dan segera melapor. "By the way, gue udah dapat musiknya, nih," serunya sambil mencabut kabel earphone dari laptop.
Usahanya berhasil. Kana dan lainnya kini serentak menyimak musik yang diputar.
"Yang pertama oke menurut gue," kata Kana, yang lainnya mengangguk setuju.
"Tapi yang kedua agak pasaran, nggak sih?" Risma berkomentar.
"Benar itu. Sering dipake di video-video DIY," tambah Jhoni, membuat yang lain terbahak.
Saat Monita memutar musik terakhir, baru beberapa detik, Delia langsung memotong, "Ini sama dengan yang di video kita, kan Vin?"
Kevin yang sejak tadi tidak banyak bicara mengangguk setuju. "Tapi nanti bisa diganti."
"Eh .... Jangan ...." Fara menolak.
"Santuy aja, Vin. Kita masih punya waktu buat cari yang lain," tambah Risma yang sekarang ikut menonton drama korea dari ponsel Priska.
Monita ikut setuju dengan mereka. Video kelompok Delia sudah rampung lebih dulu, jadi mereka yang harus mengalah.
"Oke. Gue coba cari-cari lagi, ya," ucap Monita ringan.
Saat akan kembali memasang earphone, Jhoni tiba-tiba menyenggol lengan di sebelahnya dan memberi usul, "Bantuin lah, Ceng. Lo pasti lebih ngerti mana yang nyambung sama Merpati Putih, mana yang enggak."
Aceng dan Monita saling bertatapan sejenak. Ini termasuk keajaiban keempat atau malah awal dari bencana?
🕶️