Delia dan Priska tidak mengajukan pertanyaan apa pun, dan Monita tidak tahu harus bersyukur atau waspada. Semua berjalan wajar. Bel istirahat berbunyi seperti biasa, mereka berempat ke kantin seperti biasa, duduk di meja seperti biasa, memesan jajanan seperti biasa, dan mengobrol seperti biasa. Tidak ada yang menyinggung soal tadi pagi. Monita sempat berpikir, apa mungkin Delia dan Priska percaya dengan alasan "dipanggil ke ruang guru"? Sungguh hal yang langka.
Sambil bersandar di kursi kantin dan mengunyah roti isi yang dibagi-bagikan Kana dari kotak bekalnya, Monita menyimak obrolan dan mengamati gerak-gerik Delia yang duduk di hadapannya. Delia hanya menghabiskan roti isinya dan sedang meneguk air mineral dingin. Saat itu dia menyadari benda yang melekat di pergelangannya berbeda dari biasanya.
"Jam baru, Del?" Ternyata Kana juga menyadari hal yang sama. Jam tangan yang dikenakan Delia bukan lagi jam tangan pemberian Dirga.
Delia menaikkan kedua alisnya sambil menutup botol air mineral. "Ah, yeah, bosan aja sama yang lama," katanya sambil memain-mainkan jam tangan dengan rantai perak di pergelangan kirinya. Meski desainnya sederhana, jam tangan itu membuat penampilannya lebih elegan. Jika Monita jadi Delia, dia juga akan lebih memilih jam tangan yang sedang dikenakan, daripada jam tangan ungu yang diberikan Dirga. Namun, mengingat betapa bangganya Delia saat memamerkan jam tangan ungu itu, agak mengherankan jika dia begitu cepat berubah pikiran.
"Perasaan lo senang banget pas Dirga kasih jam itu ...." Monita tidak bisa menahan diri untuk berkomentar.
"Itu dulu. Sekarang mah Delia udah move on." Priska yang duduk di sebelah Delia mencoba membela.
Sementara itu, Delia yang awalnya masa bodoh mulai tertawa kecil dan menerangkan, "Kayaknya kalian salah paham, deh. Gue memang dulu kelihatannya nge-crush ke Dirga. Tapi itu nggak serius-serius amat, tau. Dirga lebih asyik dijadiin teman."
Mendengar itu, Monita mencoba mengingat kembali tindak-tanduk Delia beberapa hari belakangan. Sejak kejadian di kafe tantenya Dirga, dia tidak pernah lagi mengorek-ngorek info tentang kado. Saat meliput Merpati Putih Jumat lalu pun, setelah Monita dan Dirga kembali dari kantin, baik Delia dan Priska, tidak satu pun mencoba menginterogasi. Begitu pula tadi pagi, saat Monita menghampiri Kevin. Apa benar Delia sudah tidak peduli? Seharusnya ini berita baik. Teror semakin berkurang. Ruang gerak Monita jadi lebih leluasa. Namun, Monita tetap merasa gundah. Rasanya seperti Delia telah mencapai garis finis di perlombaan lari maraton, sementara Monita tertinggal jauh di belakang.
"Gimana kalo kita cariin kandidat gebetan baru buat Delia?" Tiba-tiba Kana mencetuskan ide cemerlang.
Priska tergelak, "Boleh juga! Siapa ya kira-kira yang cocok?"
Kana dan Priska pun mulai menyebutkan beberapa nama yang terlintas di pikiran mereka. Mulai dari yang terkenal karena fisik, hingga yang terkenal karena prestasi. Delia hanya menanggapi dengan berdecak acuh tak acuh, sesekali menggerutu kecil ketika nama yang terdengar terlalu asal-asalan.
"Hm ... Jhoni gimana? Dia orangnya care, loh." Kana mengusulkan calon berikutnya.
"Nooooo!" Delia menggeleng cepat. "Mending Aceng."
Gigitan terakhir roti isi sudah masuk ke dalam mulut Monita. Saat mendengar kalimat terakhir yang Delia lontarkan, dia berusaha berkonsentrasi penuh mengunyah selama mungkin, demi menyembunyikan ketidaknyamanan yang tiba-tiba mengusik.
"Setelah gue lihat-lihat, dia orangnya cool juga. Kayaknya seru buat dideketin," tambah Delia.
Monita masih terus mengunyah dan menahan diri untuk tidak menunjukkan reaksi yang tidak perlu. Namun, Priska malah menyeretnya masuk ke permainan mereka.
"Nah! Moni kan lumayan dekat sama Aceng. Bisa nih jadi makcomblang," katanya.
Setelah menelan roti isi—yang masih terasa seperti gumpalan besar meski sudah dikunyah berkali-kali, Monita langsung menghindar, "Kita nggak dekat-dekat amat. Cuma urusan tugas aja."
Sayangnya, meski sudah berusaha memasang tampang senetral mungkin, jawaban Monita tetap terdengar dingin. Suasana yang tadinya ceria, penuh celotahan jenaka, mendadak berubah menjadi canggung. Itu membuat Monita merasa seperti nenek-nenek rewel yang mengusir anak-anak bermain di pekarangannya. Untuk menyelamatkan diri, dengan cepat Monita berdeham kecil dan mengalihkan topik. "Oh iya! Ngomong-ngomong soal tugas, kalian sekelompok dengan Kevin juga, ya? Gue nggak sengaja lihat dia ngedit video Merpati Putih."
"Lo jumpa Kevin di mana?" Kana bertanya penasaran.
Kembali Monita menyesali telah menggali kuburan sendiri. Kana belum tahu ada kejadian tadi pagi, Delia dan Priska juga sudah berbaik hati tidak bertanya lebih lanjut, seharusnya dia menutup mulut rapat-rapat, bukan malah memancing kecurigaan.
"Kebetulan tadi pagi ada guru yang minta gue panggil Kevin, jadi gue samperin dia ke kelas," jawabnya sesantai mungkin.
Untung saja setelah itu Priska tidak keberatan kembali ke pertanyaan awal. "Kevin memang gabung bareng kita. Kemarin dia nggak ikut liputan karena ada bimbel. Tapi, dari awal dia udah bikin template, jadi tinggal masuk-masukin foto sama video," jelasnya.
Delia mengangguk, sama sekali tidak menunjukkan keengganan dan malah menambahkan dengan puas, "Progress kita bisa dibilang udah 80%."
Pantas saja ceria. Ternyata Delia ingin adu kelompok. Monita menggerutu dalam hati.
Sebaliknya, Kana malah terdengar terpesona. "Wih, serius? Kenapa gue nggak kepikiran pake cara Kevin, ya .... Dia pakai aplikasi apa? Gimana kalau kita kerja kelompok bareng?"
Selagi Priska menanggapi serba-serbi pertanyaan Kana, ponsel Delia di atas meja tiba-tiba menyala, bersamaan dengan itu, Monita merasakan ponselnya juga bergetar singkat di saku roknya. Karena duduk berhadapan dan ponsel Delia diletakkan di antara mereka, Monita sempat membaca sekilas notifikasi yang muncul. Dirga baru saja memosting Instagram Story.
Jika benar sudah move on, kenapa masih menyalakan lonceng? Monita memicing curiga. Kemudian dia mengingat ponselnya juga berdering di waktu bersamaan. Segera dia memeriksa dan mendapati notifikasi serupa.
Dirga membagikan ulang postingan akun majalah musik. Setiap dua minggu sekali mereka menyiarkan acara ngobrol santai di saluran YouTube, dan episode kali ini Dirga jadi salah satu bintang tamu. Di Instagram Story, Dirga mengajak pengikutnya untuk ikut meramaikan episode baru yang sedang tayang perdana.
Monita berniat menonton saat ada waktu luang, tetapi tampaknya Delia berpikir sebaliknya.
"Girls, ada Dirga, nih." Dia menginterupsi sambil meletakkan ponsel di tengah-tengah mereka.
Monita sempat menangkap samar meja di belakang mereka juga memperdengarkan musik pembuka yang sama. Jika diperhatikan lagi, beberapa Anak Raja di meja lainnya juga terlihat asyik memperhatikan layar ponsel. Bukan hanya itu yang mengusik Monita, suara gitar yang dimainkan Dirga terdengar sangat familiar. Spontan Monita ikut melirik ke layar ponsel Delia dan memasang telinga lebih tajam.
Untuk membuka acara, ternyata Dirga membawakan satu buah lagu, dan lagu itu adalah lagu yang pernah dinyanyikan di pesta ulang tahun Monita. Seketika benak Monita kembali mengulang jawaban Dirga saat Priska bertanya lagu apa yang akan Dirga bawakan di malam ulang tahun Monita.
Pastinya lagu spesial, soalnya buat orang yang spesial.
Waktu pertama kali mendengar itu, Monita terlalu yakin orang spesial yang dimaksud Dirga adalah dirinya. Hanya saja, semakin lama, interaksi antara dia dan Dirga rasa-rasanya terlalu jauh untuk bisa dikategorikan "spesial". Mungkin malam itu dia terlalu narsis sampai-sampai lupa diri. Namun, jika bukan dia, siapa lagi? Dan kenapa pula dibawakan tepat di hari spesial Monita?
Pertanyaan Monita sepertinya agak selaras dengan episode yang sedang mereka tonton. Setelah lagu selesai dinyanyikan, acara ngobrol santai dimulai, saat itu barulah Monita mendengar tema episode kali ini: Cinta Pertama.
"Wih, menarik nih," komentar Priska.
Delia semakin menaikkan volume suara ponselnya.
"Biasanya kan cinta pertama itu identik sama masa-masa sekolah," kata salah satu pembawa acara, "nah, lo kan masih SMA nih, pasti masih ingat jelas dong momen-momen pas lo pertama kali naksir seseorang—"
"Atau bisa aja MASIH naksir, nih." Pembawa acara yang lain menambahkan.
Dirga tertawa kecil, sedikit tersipu malu, "Pasti dong, pasti ...."
"Pasti yang mana nih? Pasti masih ingat atau pasti masih naksir?"
Meski masih tersenyum malu, Dirga mampu menjawab dengan tenang, "Dua-duanya. Kebetulan kita sekarang satu sekolah ...."
Kedua mata Delia dan Priska sontak terbuka lebar. Bukan hanya itu, Monita bisa merasakan suasana kantin seketika sedikit lebih senyap. Sebagian besar perhatian Anak Raja yang ada di sekelilingnya terarah ke arahnya, karena kemudian Dirga dengan jelas melanjutkan, "Lagu barusan juga sebenarnya spesial gue bawain buat dia."
🕶️