Loading...
Logo TinLit
Read Story - Monday vs Sunday
MENU
About Us  

Selesai dengan dibilas air, Pak Hans memberikan handuk kecil dan salep dalam kemasan botol kecil, pada Rei. Kembali duduk di meja mereka, tanpa memberi kesempatan pada Nara yang bisa melakukannya sendiri, Rei mengerikan luka Nara dengan handuk secara pelan-pelan, setelanya mengoleskan salep dengan lembut.

Nara berpikir bahwa apa yang Rei lakukan adalah bentuk rasa bersalah. Nara tidak berpikir sama sekali bahw Rei mungkin memiliki perasaan padanya walau sedikit.

Dari salah satu meja di mana Sheila berada, Sheila pun mulai bertanya-tanya perihal sikap perhatian Rei. Apa Rei memiliki perasaan pada Nara? Tapi, kadang sikapnya begitu dingin dan tidak peduli pada Nara. Benar-benar membingungkan..

Mengobati Nara pun selesai, dan Nara bernafas lega bahwa tangannya tidak perlu disentuh Rei lagi. Bukan karena jantungnya berdetak keras, melainkan Nara tidak ingin memancing emosi siapa pun.

"Sebelum pertemuan ini dibubarkan Bapak akan memberikan kalian pr yang akan dikerjakan secara kelompok! Amati 5 bahan dapur/rumah tangga dan uji apakah mereka bersifat asam atau basa. Akan dikumpulkan saat pertemuan selanjutnya!" Setelahnya kelas dibuburkan.

Rei berlalu begitu saja bersama Liam dan Affandra. Bersikap seperti tanggung jawab Rei sudah selesai, tidak ada yang perlu dilakukannya lagi. Sheila hampiri Nara yang masih terduduk di sana, memandangi lukanya yang sudah tidak terasa sepanas sebelumnya.

"Rei memang langsung mengobati luka kamu, tapi apa dia sudah meminta maaf?" tanya Sheila sembari menatap Nara.

Nara menggelengkan kepalanya. "Biarkan saja, lagi pula dia sudah mengobati luka aku. Terlebih Rei gak sengaja."

"Hanya dalam sehari Rei 2 kali membuat orang-orang semakin penasaran dengan hubungan kalian." Lalu, Sheila menghela nafas.
.
.

Malam telah datang menyapa Nara yang tengah melamun sembari memandangi luka-nya itu. Di depan tv yang menyala tapi tidak mendapat perhatian Nara. "Kerjaan kamu itu ya, kalau gak main game, nonton drakor, nonton orang korea yang nari-nari itu, melamun," kata Ibu-nya yang baru saja tiba dengan wajah selalu tak habis pikir dengan Nara. Ibu-nya ikut duduk di sofa panjang, samping Nara.

Tidak mendapat respon dari Nara yang masih saja melamun, ditepuknya lengan Nara dengan sedikit keras. Lamunan Nara pun buyar. "Sakit, Ibu!" keluh Nara.

"Belajar sana! Memangnya ada yang didapat dari melamun? Kamu tiba-tiba jadi jenius?" tanya Ibu-nya yang lebih ke menghina.

"Nara gak harus sempurna." Itulah kalimat andalan Nara saat Ibu-nya mulai marah-marah.

"Tapi, gak dengan sebodoh itu! Mau jadi apa kamu kalau nilai di rapot pas-pas'an banget gitu. Contoh lah Kakakmu itu yang sukses menjadi Dokter."

Selalu, selalu dan selalu. Ketika membicarakan kapasitas otaknya Nara, Ibu-nya berakhir membandingkan Nara dengan Almeira-Kakak Nara. Suka dibandingkan seperti itu membuat Nara kerap kali berpikir, apa ia bukan anak kandung Ibu-nya? Kalau keluarga ia yang sekarang bukanlah keluarga sesungguhnya.

"Gak semua orang seberuntung Kak Meira yang memiliki otak sepintar itu, Bu."

"Kalau gitu, berusaha!"

Nara menghela nafas. "Ibu pikir aku mau kayak gini?!"

"Kamu itu gak ada usahanya sama sekali makanya tetap aja kayak gini-gini juga."

Ibu-nya itu benar-benar tidak bisa lembut pada Nara yang sesungguhnya memerlukan support. Alih-alih bersikap tidak mau mengerti, bukankah seharusnya seorang Ibu merangkul anaknya? Memberikan pelukan hangat yang mereka butuhkan. Kata-kata yang membuat mereka semangat dalam menghadapi kerasnya dunia.

Nara yang tidak ingin melukai hatinya lebih dalam, memilih pergi dari sana. Meninggalkan Ibu-nya yang memasang wajah kesal pada Nara yang dianggapnya tidak mendengarkan kata-katanya dengan baik.

Mendudukkan diri di kursi depan meja belajar yang terdapat banyak notes yang tertempel di sana. Beberapa catatan singkat dari pelajaran yang selama ini ia coba pelajari namun tidak juga masuk ke dalam otaknya. Pada dasarnya hanya Nara yang tahu seberapa keras ia berusaha. Nara letakkan kepala di meja. Jika bukan dirinya sendiri yang mengerti, siapa yang akan mengertinya?

Tok tok tok

Nara lihat ke arah pintu yang terbuka, menampakkan Meira yang baru saja pulang. Nara tegakkan badannya, mencoba tersenyum. Meira tersenyum lembut pada adik satu-satunya itu.

Meira letakkan sebuah kotak dari merek cokelat terkenal. "Ayah memberikan 2 kotak sebagai ucapan atas naiknya jabatan Kakak, jadi Kakak akan membagi yang satunya sama kamu."

"Terima kasih, Kak."

"Ya sudah, kalau gitu. Kakak gak akan ganggu lagi." Meira kembali tersenyum, lalu menghilang dari sana.

Entah ada apa dengan keluarganya, selain Ibu-nya yang suka marah-marah, kadang menghina, sering membandingkan, Ayah-nya juga lebih perhatian pada Meira. Meira kerap kali mendapat hadiah dari Ayah-nya. Sedangkan Nara? Pernah mendapat hadiah dari Ayah-nya tapi saat ulang tahun saja, dan sejak SMP, Ayah-nya tidak pernah memberi kado ultah lagi.

Kadang, dunia terasa tidak adil untuk sebagian orang, tapi terlepas dari hal itu, seseorang harus tetap kuat dalam menjalani hidup ini.

"Apa aku lakukan tes dna saja kali ya? Siapa tahu aku beneran bukan anak Ibu sama Ayah," gumam Nara sembari menatap kotak cokelat, dengan wajah sendu.

Tiba-tiba terdengar suara notif masuk pada handphone-nya yang terdapat di meja belajar. Nara ambil handphone yang ada di hadapannya itu. Terdapat pemberitahuan bahwa Nara dimasukkan ke dalam grup chat yang isinya 4 orang oleh teman sekelasnya yang bernama Anin di mana sekelompok dengannya juga.

Anin : hello everyone

Terlihat dari nomor 08196**** sedang mengetik.

Dimas : singkat saja, siapa ketuanya?

Nara mencoba membalas : bukankah Rei sudah yang paling cocok jadi ketua?

Dimas : setuju gue

Anin : aku juga

Namun, si pemilik nama tidak juga menampakkan diri. Padahal pesan itu sampai ke Rei. Apa yang sedang dilakukannya sama tidak bisa membalas pesan? seperti itulah yang dipikirkan Nara.

Dimas : mana nih Rei .. woy, Rei

Rei akhirnya membalas : gimana kalau kasih kesempatan ke Nara?

Nara yang melihat itu menatap tak percaya. Setelahnya Anin dan Dimas tidak cepat membalas seperti sebelumnya.

Nara : ketua itu cocoknya buat yang pintar, karena tanggung jawabnya besar, kalau yang lain gak ngerti, ketua harus bisa membantu teman sekelompoknya

Tentu Nara tidak ingin dibebani dengan ketua kelompok.

Dimas : setuju

Anin  : setuju (2)

Rei : sudah gak usah pakai ketua, lagian Pak Hans gak bilang harus pakai ketua

Anin : iya sih, tapi kan biar terorganisir saja kalau ada ketuanya

Rei : gue lagi malas jadi ketua

Nara : demi ketenangan bersama, gak usah pakai ketua saja

Nara pun mencoba menjadi penengah, atau mencoba membela Rei?

Anin : okay, kalau gitu, tapi mau ngerjain di mana?

Dimas : Rumah Rei, gimana? boleh kan, Rei?

Rei : terserah

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Is it Your Diary?
201      163     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Trying Other People's World
178      149     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Happy Death Day
609      346     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
SABTU
3391      1348     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Semu, Nawasena
10147      3156     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
Rumah Tanpa Dede
180      121     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
40 Hari Terakhir
1150      724     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
Lost in Drama
1976      785     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Liontin Semanggi
1877      1088     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
My Sunset
7499      1621     3     
Romance
You are my sunset.