Loading...
Logo TinLit
Read Story - Halo Benalu
MENU
About Us  

Jangan lupakan hari bersejerah untuk SMA Merah Putih kali ini. GBK Basketball Hall Jakarta menjadi tempat puncak dari segala penantian panjang anak-anak basket yang dipimpin oleh Saka. Setelah memenangkan turnamen panjang selama 8 bulan berturut, kini SMA Merah Putih telah berhasil masuk pada tahap nasional. Lawan yang cukup seimbang dengan perwakilan kemenangan dari sekolah kejuruan Yogyakarta.

 “Ini kali pertama SMA kita masuk sampai ke nasional. Bangga banget,” seru Sheren di kursi penonton bersama Rhesya.

 “Moga aja kita menang. Ini kali terakhir juga lihat tim-nya Kak Saka main basket,” harap Rhesya.

 Seorang perempuan ikut duduk bergabung di sebelah bangku Rhesya yang kosong sedari tadi. Genta duduk terpisah denganya di bagian depan bersama Alvian dan Izal. Mereka begitu memberi support teman-temanya di bawah sana yang sedang melakukan briefing ringan sebelum pertandingan besar ini dimulai.

 “Mau?” tawar Acha menunjukan dua cup milkshake rasa alpukat pada Rhesya.

 “Cha?”

 “Halo, Sya. Lama nggak ketemu. Nih, satu sama buat itu temen lo.”

 “Makasih banyak, Cha,” senyum Rhesya meraih dua cup minum dari tangan Acha, lantas ia berikan satu pada Sheren.

 “Makasih Acha.” Sheren begitu berbinar menerimanya.

 “Hm.”

 Baru satu tegukan sedotan masuk ke dalam kerongkongan Rhesya, ia tiba-tiba dikejutkan dengan Sheren yang menepuk keras pundaknya. Seolah sedang melihat hantu, wanita di sebelah Rhesya itu sangat heboh menunjuk ke arah pintu masuk GBK. Rhesya pun tidak kalah terkejutnya ketika mengikuti arah telunjuk Sheren, juga Acha yang ikut membulatkan mata.

 Hito memasuki GBK menggunakan jaket putih yang seolah menyatu dengan kulitnya, lengkap dengan topi hitam, bersama seorang wanita yang terlihat begitu cantik. Siapa lagi jika bukan Aureen. Melihat bagaimana cara Hito meraih pinggang ramping Aureen yang berbalut sweater crop top berlengan pendek itu, semua orang dapat menduga jika hubungan mereka kembali membaik. Beberapa wanita penggemar Hito pun perlahan melemah ketika melihat bagaimana tinggi wanita yang menjadi standar kekasih untuk bersanding dengan Hito.

 “Cantik gila, mulus banget. Baru pertama kali lihat Kak Aureen secara langsung gini. Nggak ada bedanya sama di Instagram apa photo shoot,” bengong Sheren.

 “Tuh hidung mancung banget woy, beneran kayak orang-orang Turki.” Acha pun sampai memuji tanpa kedip.

 Rhesya hanya dapat membatin. Ia jadi teringat ucapan Genta terkait permasalahan Ethan dan Hito karena seorang wanita. Bagaimana bisa Ethan menolak wanita se-cantik dan se-modis Aureen? Rhesya semakin tidak habis pikir dengan manusia-manusia yang memiliki kehidupan seperti mereka.

 Aureen terlihat membenarkan topi hitam yang sama dengan milik Hito untuk menutupi rambut layer panjangnya yang berkilau keabuan di bagian ujung ikal gantungnya. Hito mengajak wanita itu berjalan menuju tempat duduk Alvian, Genta, dan Izal yang sukses mencuri perhatian semua orang. Rhesya dapat melihat untuk pertama kalinya interaksi Genta dan Aureen yang tampak begitu dekat.

 “Gila, kalau udah gini fans Hito mundur sih, harusnya.” Acha meneguk milkshake stroberi dengan mata yang masih terarah pada kedua pasangan yang sudah duduk di bangku depan. Melihat bagaimana lengan Hito merangkul pundak wanita itu saja, sudah sangat membuat Acha berdecak kagum, betapa serasinya mereka ketika bersama.

 “Maksud lo apaan?!” Sheren tidak terima menatap Acha.

 “Lo mau saingan sama barbie itu? Lo? Manusia kayak lo?” tanya Acha dengan nada suara menyebalkan.

 “Apa? Kayak apa?!”

 “Kalian ngapain sih?!” Rhesya mendorong tubuh keduanya untuk duduk normal kembali di bangku masing-masing, “itu mau mulai. Berantem mulu.”

 Sheren menunda amarahnya pada Acha ketika peluit pertama berbunyi. Sorak-sorak pengunjung GBK yang sungguh meriah dan memekakan telinga terdengar bergemuruh. Tidak henti-hentinya mereka meneriaki nama Ethan dan Lana yang bersinar di bawah sana. Rhesya pun mengakuinya dalam hati. Ketika bola berada di tangan Ethan, Rhesya selalu merasakan pergerakan Sheren yang menyiku tanganya, seolah memberi tahu jika pria itu terlihat begitu tampan di tengah lapangan. Rhesya tahu, Rhesya sudah memerhatikanya sedari tadi.

 Mereka tetap semangat meski kehilangan pemain shooting guard seperti Hito yang memberikan banyak peluang timnya untuk mencetak three point. Padahal biasanya, dalam kuarter pertama saja, Hito sudah mampu mencetak banyak angka, namun kini, sepertinya posisi itu dikuasai Juan dengan baik, meskipun tidak dapat sesempurna Hito.

 Suara penonton kembali riuh ketika Ethan menerima bola dari Saka yang berada di posisi play maker dalam timnya, untuk kemudian Ethan menggunakan teknik lay up, pada sasaran posisi yang tepat dan begitu cepat. Bola di tangan pria itu masuk secara rapih dan mencetak 2 poin dalam papan skor, bersamaan dengan peluit akhir kuarter pertama yang berbunyi.

 Semua orang bertepuk tangan dan menyanyikan yel-yel tim mereka untuk menunggu waktu istirahat kuarter pertama. Rhesya melihat Hito bangkit dari duduknya, kemudian mendekat pada palang di mana tim basket Merah Putih sedang berunding kecil. Pria berdarah Jepang itu terlihat sedikit memberikan arahan untuk mereka, terutama pada Saka yang posisinya begitu diuntungkan sebagai play maker karena postur kecil tubuhnya dalam permainan ini.

 Demi apapun, Rhesya tidak dapat melepaskan tatapanya dari Ethan yang sedang sibuk mendengar bicara Hito dan Saka, sambil sesekali meneguk air mineral dalam botol kemasan. Semakin membuat Rhesya tidak berkedip ketika tepat pada peluit kuarter kedua berbunyi, Ethan mengenakan bandana hitam di keningnya untuk menghindari rambut depan pria itu yang jatuh mengenai mata. Kapan lagi dapat melihat Ethan dengan rambut yang mulai memanjang itu? Biasanya ia akan melihat Ethan dengan rambut pangkas rapih karena kegiatan paskibra. Namun kini?

 Pada kuarter kedua, pertandingan berjalan sangat seimbang. Lawan mereka cukup tangguh juga untuk masuk dalam kancah nasional. Tetapi bukan Saka, si play maker dalam timnya yang lemah untuk menggiring bolanya pada pemain yang bertugas menjadi penembak bola ke dalam ring. Lana, pria itu yang pertama mencetak dua poin berturut dalam kuarter kedua. Pria dengan ikat rambut kecil di kepalanya itu begitu mendominasi permainan pada babak ini. Larinya begitu kencang dengan operan bola yang akurat pada pemain lainya.

 Pada detik terakhir kuarter, Juan lagi-lagi mendapat peluangnya untuk memasukkan bola dalam jarak jauh dan mencetak three point. Namun ketika Hito pun sudah memberi arahan dari tempatnya duduk, Juan masih saja ragu menembakkan bolanya ke ring, padahal ini adalah waktu yang paling tepat. Tidak dapat dilakukan, pria itu akhirnya mendapat pelanggaran dari pemain lawan yang menyikunya begitu keras. Peluit berbunyi bersamaan dengan Juan yang jatuh ke lantai dan berakhirnya permainan kuarter kedua.

 “Kak Juan kenapa deh…” Acha berdecak kesal, “Kak Saka salah nih milih pengganti Kak Hito. Udah bener Kak Ethan aja atau Kak Derren.”

 “Apa parah? Sampai diganti lemparan bebasnya?” tanya Sheren, melihat Ethan yang justru akan melakukan free throw menggantikan Juan yang sudah dipindahkan ke sisi lapangan.

 “Moga aja masuk, meskipun cuma dapet satu poin,” gumam Acha.

 Suasana mendadak berubah hening, ketika Ethan sudah bersiap dengan bolanya dan fokus pada ring di atas sana. Suara peluit berbunyi, dan momentum yang ditunggu pun datang. Ethan dengan posisi badan yang sempurna, berhasil menembakkan bola dan masuk mencetak satu poin di papan skor, mengakhiri babak permainan kedua.

 Rhesya bertepuk tangan semangat ketika melihat Ethan tersenyum begitu manis dan ber-high five dengan pemain lainya. Waktu istirahat pada babak ini lebih lama daripada babak pertama. Rhesya melihat papan skor antara guest dan home. Selisih 10 poin dengan SMA Merah Putih yang lebih banyak memimpin. Masih ada dua babak tersisa. Rhesya sangat berharap mereka bisa pulang membawa kemenangan.

 “Lo gantiin Juan aja, Than,” ujar Saka.

 “Gue?”

 “Hm. Nanti Derren biar masuk gantiin lo. Juan nggak bisa main lagi. Perutnya kena.”

 Ethan berpikir keras. Posisi shooting guard, ya? Itu hanya posisi dengan kemampuan seperti Hito. Bahkan Juan saja ragu melakukanya berkali-kali. Tembakan jarak jauh Ethan tidak sebaik itu, ia lebih menguasai tembakan jarak dekat dan menengah.

 “Derren bisa megang small forward-nya. Tolong, Than. Nggak ada yang bisa ngelakuin sebaik Hito.”

 “Pun gue juga mana bisa.”

 “Ethan, gue percaya sama lo. Dua babak lagi, Than.” Saka tidak hentinya memberi keyakinan.

 “Nggak bisa, Ka.”

 “Bisa. Kita harus buat Pak Ali bangga…” Saka menepuk pundak Ethan pelan, “dia udah banyak lakuin hal buat kita sampai di titik ini. Than, lo mau bantu gue, kan? Cuma lo yang bisa gue percaya, Than.”

 Ethan ragu. Baru pertama kali dalam hidupnya mendapatkan rasa takut dan keraguan seperti ini. Apalagi di tengah pertandingan. Ia tidak pernah memegang posisi Hito selama ini. Bukan tanpa alasan, melainkan tidak ada yang bisa menggantikan posisi pria itu dalam permainan basket. Tembakan jarak jauh adalah zona bermain Hito yang sangat mudah, namun tidak untuk lainya.

 “Than! Ayolah!” Hito berseru dari palang.

 Ethan tidak terlalu yakin, namun ketika melihat detik waktu yang terus berjalan dan ia melihat wasit kembali hendak meniup peluit untuk memulai babak ketiga, Ethan tidak memiliki pilihan selain mengangguk. Saka tersenyum lega dengan jawaban Ethan yang begitu ia harapkan. Pria itu menepuk pundak Ethan satu kali, lantas mengumpulkan formasi timnya untuk memberi semangat dan arahan kecil, sampai peluit berbunyi.

 Babak ketiga dengan beberapa pergantian posisi pemain yang sedikit mengejutkan penonton. Juan tidak ada lagi di tengah mereka. Digantikan Derren, pemain cadangan yang mengambil posisi Ethan. Saka berteriak lantang menyemangati lainnya untuk kembali membuka serangan demi serangan.

 Tidak heran bagaimana tim basket lawan begitu banyak meraih poin pada babak ini, sampai hampir menyejajarkan angkanya dengan sekolah Merah Putih. Semua orang bersorak ketika skor mereka dibilang sangat seimbang untuk sampai di titik sejauh ini. Pemain asal Yogyakarta itu hampir mendekati puncak unggulan dalam papan poin skor olahraga povinsi. Tidak salah lagi.

 Dua puluh menit di babak ketiga berjalan tanpa celah keraguan. Mereka juga sering diuntungkan lewat lemparan bebas karena beberapa kali pelanggaran kecil yang dilakukan. Rhesya juga banyak melihat Saka mencoba menyabarkan teman-teman lainya untuk bermain secara sehat tanpa menimbulkan perselisihan di akhir pertandingan.

 “Kak Ethan…” Acha duduk tegak ketika melihat bola sudah ada di tangan Ethan dalam jarak yang cukup jauh, tepat di luar garis three point. Hito pun terlihat menegakan tubuhnya, sambil berharap Ethan dapat melakukanya dengan baik.

 “Ayo…” gumam Rhesya takut-takut ketika Ethan mulai menembakkan bolanya ke udara, menimbulkan bunyi sepi dan sunyi.

 “Yha!!” teriak semua orang yang membuat Rhesya pun hampir tidak percaya.

 Bola itu melambung sempurna dan masuk mencetak three point pertama untuk SMA Merah Putih. Hito bersorak di tempatnya duduk dan ber-high five bersama ketiga kawanya. Rhesya melihat Saka tertawa bangga pada Ethan. Permainan masih berlanjut, sampai berakhir peluit panjang di babak ketiga. Semua orang bertepuk tangan bangga dengan perolehan skor di menjelang babak akhir. Selisih yang lagi-lagi tidak terlalu jauh, meskipun Merah Putih masih unggul dua poin daripada skor lawan.

 “Jadi gue yang deg-degan, astaga.” Sheren mengelus sendiri dadanya sambil meminum milkshake dalam cup yang tersisa setengah.

 Rhesya tersenyum ringan menatap Ethan yang mendapat banyak pujian dari rekan satu tim-nya. Ia juga melihat Pak Ali yang berangsur datang setelah sedari tadi duduk terpisah dari mereka dalam tiga babak terakhir. Lelaki itu menepuk pelan kepala Ethan, pria yang membuatnya kesal di gladi kotor basket, yang kini tiba-tiba saja membuatnya merasa bangga.

 “Merah Putih! Merah Putih! Merah Putih!” sorak anak-anak di antara deretan Acha, Rhesya, dan Sheren menyerukan nama sekolah mereka dengan berbagai alat musik. Suasana semakin hiruk-pikuk ketika babak akhir penentuan di buka.

 “Buka serangan, Lan!” Saka menginterupsi, “Derren fokus ambil bola dari gue, pertahanin offensive lo! Rival, fokus rebound! Ethan…”

 Ethan hanya mengangguk ketika Saka mencoba memberinya peringatan. Seolah mengerti, tugas terakhir Saka menjadi kapten akan berakhir pada pertandingan ini. Entah kalah ataupun menang, Saka akan kembalikan semuanya pada takdir dan Tuhan. Jika kali ini pun ia gagal, ia yakin akan menjadi orang paling beruntung dan terhormat telah diberikan tanggung jawab sebagai kapten basket Merah Putih sampai pada puncak nasional. Mendampingi mereka dengan banyak lelah dan tangis air mata. Mengingat tanpa ada Hito di tengah mereka, Saka hanya bisa berdoa dan yakin pada kemampuan tim yang tersisa sekarang.

 Ethan sendiri tidak akan mengecewakan Saka. Ia sudah melihat bagaimana kerja keras dan pengorbanan Saka membawa mereka berdiri di titik ini. Apapun hasilnya, Ethan tidak akan mengecawakan pria itu dalam puncak besar akhir pertandingan basket mereka selama menjabat di kegiatan basket sekolah. Suara sorakan penonton semakin mengobar semangat mereka. Ethan tidak bodoh untuk mengucapkan terima kasih-nya pada Saka. Ia berkali-kali berhasil menembakkan bola ke dalam ring di beberapa situasi.

 “Satu lagi,” gumam Sheren menggigit bibirnya, ketika waktu di papan skor menunjukkan menit-menit akhir pertandingan.

 Lana berhasil membendung pertahanan lawan dan merebut bolanya, sebelum berlari menyusup, kemudian mengoper bolanya dengan mudah pada Saka yang siap menghancurkan seluruh pertahanan lawan. Ketika bola sampai pada tangan Derren, hanya tinggal butuh waktu satu menit, untuk bola itu masuk ke ring dalam jarak dekat, namun gagal. Bola itu memantul menabrak ring, yang membuat rasa gusar penonton semakin tidak terkendali.

 Dianggap gagal, Saka kembali merebut bola di tangan lawan, mengoper kembali pada Derren. Pria itu merubah strategi. Tiba-tiba pria berdarah China itu melakukan overhead pass pada Lana, yang kemudian pria itu menggiring bolanya dan melakukan chest pass pada Ethan yang berdiri di luar garis three point.

 “Than!” teriak Lana.

 Ethan menerima bola dari Lana dengan sempurna, sebelum memutar tubuhnya seimbang, lantas melempar bolanya ke ring dalam jarak yang cukup untuk menandingi kemampuan Hito. Tepat ketika detik menujukkan akhir pertandingan, bola basket tembakan Ethan menerobos masuk ke dalam ring dengan rapih dan tepat.

 Prit!!

 Poin skor berubah, pertandingan berakhir, dan Ethan berhasil mencetak tiga poin untuk kedua kalinya dalam pertandingan nasional. Semua orang berteriak histeris dan bangkit dari tempat duduknya untuk kemudian bersorak bahagia. Rhesya, Sheren, dan Acha saling berpelukan dan melompat kecil bersamaan. Beberapa penonton yang terdiri dari orang tua pemain bahkan menangis haru, ketika melihat Ethan jatuh berlutut di lantai diikuti anak-anak basket lainya yang ikut berkerumun berlutut bersama Ethan dan mengusap kepala pria itu.

 Kemenangan ini, milik kita semua. Piala di tangan Saka dan medali untuk para pemainya, yang berhasil membawa pulang juara di akhir kepemimpinan Saka. Rhesya melihat bagaimana di pinggir lapangan, Saka di arak oleh pemain lainya, juga Hito, Alvian, Genta, dan Izal yang ikut turun ke lapangan merayakan semuanya di bawah sana.

“Kami akan catat hari penting ini. Hari bersejarah bagi SMA kami, Merah Putih Kami”, tulis banner yang turun menghiasi kursi penonton.

 Ketika Rhesya menatap lurus pada Ethan, pria itu juga tiba-tiba berbalik menatapnya di sisi lapangan. Degup jantung Rhesya bertalu cepat, meskipun bibirnya tersenyum tipis pada Ethan. Semuanya berakhir kan, Kak? Batin Rhesya, yang tiba-tiba mendapatkan anggukan dengan senyum manis dari Ethan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
322      273     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1360      894     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Paint of Pain
1082      734     33     
Inspirational
Vincia ingin fokus menyelesaikan lukisan untuk tugas akhir. Namun, seorang lelaki misterius muncul dan membuat dunianya terjungkir. Ikuti perjalanan Vincia menemukan dirinya sendiri dalam rahasia yang terpendam dalam takdir.
Sendiri diantara kita
1249      722     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Manusia Air Mata
1164      709     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
FAYENA (Menentukan Takdir)
533      348     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Tanpo Arang
53      44     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
I Found Myself
50      46     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
In Her Place
998      656     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Ikhlas Berbuah Cinta
1217      829     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...