Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

“Mama lagi apa?” suara kecil itu datang bersamaan dengan langkah Ray yang mendekat sambil membawa boneka dinosaurus kesayangannya.

Aku mengangkat wajah dari layar laptop, senyum refleks muncul. “Mama lagi nulis, Sayang.”

Ray memanjat duduk di sebelahku di sofa, mencondongkan tubuh kecilnya, mencoba melihat ke arah layar. Matanya membulat. “Cerita lagi?”

“Iya,” jawabku sambil menyimpan draft sementara. “Cerita. Kayak yang Mama ceritain sebelum Ray tidur itu, tapi ini Mama tulis di laptop.”

Dia mengangguk-angguk. “Aku suka cerita Mama. Seru. Dinosaurusnya bisa ngomong, terus ada yang nyasar ke planet roti.”

Aku tertawa kecil. “Yang itu, Mama belum tulis. Baru Mama ceritain buat Ray.”

“Mama tulis dong,” katanya semangat, “Biar bisa dibaca banyak orang.”

Aku diam sejenak. Kata-kata polos Ray menghantamku seperti cahaya yang hangat. Dalam beberapa minggu terakhir, aku memang sudah mulai berani. Mengunggah tulisan di platform online, lalu pelan-pelan menerima DM dari orang-orang tak dikenal yang bilang mereka suka tulisanku. Bahkan beberapa puisi dan cerita pendek yang aku kirim ke penerbit sudah lolos seleksi untuk terbit.

Tapi baru kali ini aku benar-benar sadar: yang pertama kali percaya pada ceritaku… adalah Ray.

“Mama punya mimpi baru sekarang,” kataku, lebih kepada diriku sendiri, tapi cukup lantang untuk didengar Ray.

“Kayak mimpi aku pengen jadi astronot?” katanya bangga.

Aku tersenyum. “Iya, kayak gitu. Tapi mimpi Mama itu… nulis buku. Banyak buku. Cerita-cerita yang bisa dibaca orang, didengerin anak-anak, bahkan mungkin disimpan orang tua untuk diceritakan ke anaknya.”

Ray mengangguk dengan gaya yang terlalu dewasa untuk anak seusianya. “Mama bisa. Aku suka kalau Mama cerita.”

Aku mengelus rambutnya. “Makasih, Ray. Kamu tahu nggak? Karena kamu suka dengar Mama cerita… Mama jadi ingat kalau Mama dulu juga suka cerita. Suka nulis. Dan ternyata, Mama kangen. Kangen banget ngerasain hidup sambil ngikutin mimpi.”

“Mama senyum. Mama seneng ya?” tanyanya sambil menyentuh pipiku.

“Iya, Mama senang,” kataku jujur. “Nulis bikin Mama deg-degan, tapi juga bikin Mama ngerasa hidup.”

Beberapa jam kemudian, setelah Ray tertidur, aku kembali membuka laptop. Menyelesaikan cerita yang sempat tertunda.

Aku menarik napas. Jemariku kembali menari di atas keyboard. Bukan sekadar untuk menulis cerita. Tapi untuk membangun sesuatu yang baru: versi diriku yang lebih berani, lebih baik, dan lebih hidup.

***

Malamnya, aku dan Radit duduk berdua di ruang tengah. Lampu redup, suara kipas angin berputar lembut, dan secangkir teh hangat menunggu di antara kami. Aku ragu-ragu sejenak, lalu akhirnya membuka suara.

“Dit…”

“Hm?” Radit menoleh, masih dengan mata yang tenang seperti biasa.

“Aku… kayaknya mau serius nulis.”

Dia mengangkat alis. “Serius nulis? Maksudnya?”

“Kayak… nulis-nulis. Cerpen. Puisi. Novel mungkin. Aku kirim ke penerbit, ikut lomba. Posting di platform, gitu-gitu.” Aku tertawa kecil, gugup sendiri. “Aku tahu mungkin kedengerannya… kekanakan. Atau telat. Tapi rasanya ini hal pertama yang bikin aku benar-benar hidup lagi, Dit.”

Radit tidak langsung menjawab. Dia hanya menatapku, lama. Bukan dengan tatapan bingung atau skeptis. Tapi seperti sedang mencoba memahami lebih dalam.

“Kamu yakin?” tanyanya, suaranya pelan.

Aku mengangguk. “Yakin. Aku nggak tahu ke mana arahnya. Tapi aku tahu, ini bikin aku gemetar. Bikin aku pengen bangun pagi, pengen buka laptop. Kayak… ada yang bergetar lagi di dada. Dan aku udah lama banget nggak ngerasain itu.”

Radit tersenyum kecil. Lalu menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya menyentuh tanganku.

“Nara, aku nggak pernah anggap mimpi kamu telat. Kamu ibu hebat, istri yang luar biasa… dan kalau sekarang kamu ngerasa hidup lagi karena nulis—ya kejar. Aku dukung seratus persen. Seribu persen.”

Aku mengerjap. Sedikit tak percaya mendengar kalimatnya yang begitu ringan tapi penuh makna.

“Serius?”

“Serius.” Dia mengangguk. “Apa pun yang kamu tulis, aku mau jadi pembaca pertamanya.”

Hatiku terasa penuh. Bukan hanya karena kata-katanya. Tapi karena aku tahu, ini bukan bentuk basa-basi. Radit memang bukan tipe yang romantis dengan kejutan atau pujian manis, tapi ketika dia bilang dukung, dia benar-benar akan ada di sana—meski aku jatuh, meski aku mulai ragu sendiri nanti.

Malam itu, aku membuka laptopku lagi. Tapi kali ini bukan dengan rasa takut atau ragu. Ada Ray yang percaya padaku. Ada Radit yang mendukungku. Dan ada aku—yang akhirnya mulai percaya lagi pada diri sendiri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
629      284     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Matahari untuk Kita
695      403     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Andai Kita Bicara
573      458     3     
Romance
Revan selalu terlihat tenang, padahal ia tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Alea selalu terlihat ceria, padahal ia terus melawan luka yang tak kasat mata. Dua jiwa yang sama-sama hilang arah, bertemu dalam keheningan yang tak banyak bicaratetapi cukup untuk saling menyentuh. Ketika luka mulai terbuka dan kenyataan tak bisa lagi disembunyikan, mereka dihadapkan pada satu pilihan: tetap ...
Glitch Mind
45      42     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
354      260     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
116      93     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Deep Sequence
564      467     1     
Fantasy
Nurani, biasa dipanggil Nura, seorang editor buku yang iseng memulai debut tulisannya di salah satu laman kepenulisan daring. Berkat bantuan para penulis yang pernah bekerja sama dengannya, karya perdana Nura cepat mengisi deretan novel terpopuler di sana. Bisa jadi karena terlalu penat menghadapi kehidupan nyata, bisa juga lelah atas tetek bengek tuntutan target di usia hampir kepala tiga. N...
Tumbuh Layu
381      253     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Help Me Help You
1707      1009     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Switch Career, Switch Life
351      295     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...