Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Ada rasa yang sulit dijelaskan tiap kali aku menutup pintu rumah pagi-pagi sekali. Anakku belum bangun, atau kadang baru membuka mata dan menggeliat, menatapku lama dengan mata yang masih setengah mengantuk. Ia tak mengucap apa-apa—karena memang belum bisa. Tapi sorot matanya seperti bertanya, “Mama ke mana?”

Dan aku harus membalas tatapan itu dengan bisikan di hati, “Mama kerja dulu, ya…”

Hati seperti tertinggal di balik pintu. Kakiku melangkah ke kantor, tapi pikiranku tak pernah benar-benar lepas dari rumah.

Setiap hari aku mencoba menjadi ibu yang baik dan pekerja yang andal. Tapi yang kurasa malah sebaliknya. Di kantor, aku sering merasa tidak berguna. Banyak pekerjaan admin persuratan yang sudah dikerjakan lebih dulu oleh rekan lain. Aku datang terlambat karena anakku rewel semalaman. Aku izin karena anakku demam. Aku cuti karena nanny mendadak pergi. Ada hari-hari di mana aku hanya duduk di meja kerja, berusaha kelihatan sibuk, padahal dalam hati hanya ada satu pertanyaan: “Apa aku cukup baik?”

Rasa bersalah itu lekat sekali. Setiap menit yang kulewatkan tanpa anakku terasa seperti hutang waktu yang tak bisa kulunasi. Tapi aku juga tahu, aku bekerja bukan karena ingin meninggalkannya—aku bekerja agar kami bisa tetap hidup, agar dia punya cukup.

Tapi mencari orang yang bisa dipercaya menjaga anak di rumah juga bukan perkara mudah.

Nanny pertama hanya bertahan dua minggu. Awalnya rajin, lalu suatu pagi tiba-tiba menghilang. Ponselnya tidak aktif. Aku kelimpungan.

Nanny kedua sering sekali minta bon. “Mbak, bisa pinjam dulu? Nanti dipotong gaji bulan depan ya…” katanya dengan senyum yang entah kenapa bikin lelah. Aku tak tega menolak, tapi juga mulai merasa dimanfaatkan.

Nanny ketiga lebih parah. Terlalu sering izin. Bahkan saat aku harus mengantar anak ke dokter karena demam tinggi, dia malah mengabari lewat pesan, “Maaf mbak, saya nggak enak badan juga.” Padahal malam sebelumnya dia masih asyik update story nonton konser.

Lalu datang nanny keempat. Sopan, cekatan, bersih. Tapi… terlalu ramah ke Radit. Awalnya aku anggap wajar. Tapi lama-lama, setiap kali dia menyapa Radit dengan senyum yang terlalu lebar dan suara manja yang aneh, aku mulai merasa tak nyaman.

“Mas Radit nggak kerja hari ini?” tanyanya sambil berdiri terlalu dekat di dapur.

Atau, “Mas, pakai kemeja yang ini cakep deh, muda banget kelihatannya…”

Aku diam. Menahan risih. Tapi juga bingung, apa aku terlalu curiga? Atau memang perasaanku valid?

“Kayaknya aku mau cari pengganti deh,” kataku pelan suatu malam saat Radit baru selesai cuci piring.

Dia mengernyit. “Kenapa? Yang sekarang kan lumayan, nggak banyak drama kayak yang dulu.”

Aku menatapnya lama. Ingin bicara, tapi memilih menunduk.

“Ya udah, kalau kamu nggak nyaman, kita ganti,” ujarnya akhirnya.

Aku lega, tapi juga sedih. Kenapa bahkan soal begini pun harus jadi drama? Kenapa menjadi ibu terasa seperti ujian yang terus-menerus tak ada jeda?

Aku ingin menjadi ibu yang penuh kasih dan rumah yang tenang, tapi yang kudapat malah kekacauan setiap hari. Anak nangis. Pekerjaan numpuk. Drama nanny. Konflik dengan Radit. Kadang kami bahkan nyaris tak bicara selama dua-tiga hari. Perang dingin yang melelahkan.

“Kenapa semuanya harus serumit ini?” tanyaku dalam hati, saat malam-malam hanya bisa duduk di kamar mandi, meringkuk sambil menangis pelan.

Tapi seiring waktu, aku mulai belajar. Memilih nanny dengan sistem. Kontrak jelas, aturan tegas. Aku lebih berani menolak kalau sejak awal sudah terasa kurang pas. Aku juga mulai menerima bahwa aku tidak bisa menjadi sempurna di semua tempat.

Anakku tidak butuh aku menjadi ibu yang selalu ada, tapi ibu yang bahagia dan waras. Radit tidak butuh aku menjadi istri yang selalu bisa tersenyum, tapi setidaknya masih mau bicara dan mendengarkan. Dan aku—aku butuh memaafkan diriku sendiri.

Memaafkan kalau aku tak bisa menyusui eksklusif. Memaafkan kalau aku pernah marah dan membentak. Memaafkan kalau aku kadang ingin sendiri. Karena semua itu manusiawi.

Dan saat anakku memelukku sepulang kerja—dengan tangan mungilnya yang tiba-tiba meraih leherku, wajah kecilnya menempel di pundakku tanpa suara—aku tahu, dia rindu.

Dia belum bisa bicara, belum bisa bilang “Mama kangen…” seperti anak-anak lain. Tapi pelukannya cukup berkata-kata. Caranya menatapku lama, memegangi bajuku, atau menangis pelan saat aku bersiap pergi ke kantor… semua itu bahasanya sendiri. Dan aku belajar menerjemahkan cinta dalam bentuk yang paling sederhana: kehadiran.

Mungkin aku tidak selalu kuat. Tapi aku selalu kembali.

Untuknya.

Untuk kami.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SABTU
3131      1255     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
74      65     1     
True Story
Finding My Way
887      520     3     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Finding the Star
1395      991     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Kaca yang Berdebu
122      98     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
That's Why He My Man
1147      716     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
May I be Happy?
700      414     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Monologue
665      456     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
A Sky Between Us
53      47     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Ilona : My Spotted Skin
637      446     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...