Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hello, Me (30)
MENU
About Us  

Aku masih ingat hari itu seperti kabut tipis yang menolak pergi dari ingatan. Langit sedang mendung, cucian belum kering, dan aku bangun dengan rasa mual yang tidak biasa. Awalnya kupikir karena telat makan atau stres kerja. Tapi dua hari berturut-turut, aku tetap mual. Bahkan aroma nasi saja membuatku ingin muntah.

Radit yang pertama menyadari.

“Kamu hamil ya?” katanya setengah bercanda, saat aku buru-buru lari ke kamar mandi.

Aku menoleh dengan wajah pucat. “Enggak tahu. Masa sih?”

Dua garis merah itu muncul jelas di alat tes kehamilan yang kubeli dengan jantung berdebar. Aku duduk di lantai kamar mandi lama sekali, memandangi testpack itu seolah dia bisa bicara dan memberi jawaban atas semua rasa takutku.

Radit berdiri di ambang pintu. “Beneran?” tanyanya, suaranya pelan.

Aku hanya mengangguk. Mataku panas.

Kehamilan itu bukan berita buruk. Tapi juga bukan berita yang kami siap dengar saat itu. Gaji freelance Radit belum tentu kapan datangnya. Aku sedang banyak deadline di kantor. Tabungan kami hampir habis. Bahkan bulan lalu kami baru pinjam dari adikku buat bayar kontrakan.

“Aku belum siap, Dit,” kataku di malam yang dingin, dengan selimut setengah menutupi kaki.

Radit menggenggam tanganku. “Aku juga belum. Tapi mungkin kita akan siap karena ini.”

Kami tidak pernah membicarakan lebih jauh. Kami takut bicara tentang hal-hal besar, seolah itu bisa membuat kenyataan terasa lebih berat.

Tapi di balik kecemasan itu, diam-diam aku mulai membayangkan. Wajah mungilnya. Tawa kecil. Lalu aku beli buku catatan kosong. Rencananya ingin kutulis surat-surat kecil untuknya. Tapi belum sempat kutulis satu pun.

**

Subuh itu, aku terbangun dengan rasa kram yang aneh. Bukan seperti kram biasa. Ada nyeri di bawah perut yang datang bergelombang. Kupikir hanya efek kelelahan. Tapi saat berdiri, aku merasa basah. Dan ketika kulihat ke bawah…

Darah.

“Radit!” jeritku panik.

Dia bangun dengan wajah panik, lalu berlari ke arahku. Matanya melebar melihat darah yang mengalir di kakiku, mengenai lantai, mengenai piyamaku.

“Astaga… Astaga… Na, tahan ya! Aku panggil taksi, sekarang!”

**

Di rumah sakit, aku tak berhenti menangis. Perawat mencoba menenangkanku. Dokter bicara dengan suara pelan tapi tak terdengar apa-apa olehku. Rasanya seperti dunia di sekelilingku menghilang suara.

"Janinnya nggak bisa diselamatkan."

Aku tak bisa mendengar kalimat itu tanpa ingin menghantam dada sendiri.

Mereka bilang aku perlu dikuret. Aku mengangguk seperti robot. Di meja operasi, aku menggenggam tangan Radit yang dingin dan gemetar. Aku menangis—kencang, tak terkontrol, seperti tangisan anak kecil yang kehilangan sesuatu yang bahkan belum sempat disentuh.

**

Hari-hari setelah itu adalah kabut. Aku tidur dalam sunyi. Bangun dengan mata bengkak. Di satu titik, aku merasa tubuhku kosong—bukan hanya secara fisik, tapi seperti ada satu ruang dalam diriku yang kini berlubang.

Radit mencoba menghibur. Tapi dia juga berkabung dengan caranya sendiri. Kami tidak banyak bicara. Hanya duduk berdampingan. Kadang ia pegang tanganku lama sekali, seolah takut aku ikut hilang seperti calon anak kami.

**

Suatu malam, aku akhirnya menulis jurnal lagi. Tanganku gemetar, tapi aku menulis juga.

“Maaf, Nak. Mama belum siap waktu kamu datang. Tapi bukan berarti Mama nggak sayang. Kamu datang seperti cahaya kecil… lalu pergi sebelum sempat kami sambut. Tapi tahu nggak? Setelah kamu pergi, rumah ini terasa lebih sunyi dari biasanya. Dan sunyi itu seperti bukti bahwa kamu sempat hadir.”

“Mungkin kamu datang hanya untuk mengajarkan kami… bahwa hidup tidak bisa selalu ditunda sampai semua sempurna. Bahwa cinta pun bisa muncul dari ketakutan.”

**

Aku mengelus perutku yang kini datar. Tapi rasanya masih penuh. Penuh dengan kenangan yang tak sempat tumbuh. Di dalam hati, aku memanggilnya dengan nama yang hanya aku dan Radit tahu.

Fajar berikutnya, saat langit mulai oranye muda, aku menulis satu kalimat di dinding hati yang rapuh ini:

"Kau datang bukan untuk tinggal, tapi cukup lama untuk mengubah kami. Dan itu lebih dari cukup."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Winter Elegy
653      443     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Taruhan
62      59     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
38      36     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
Kelana
802      563     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Solita Residen
1937      953     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
YANG PERNAH HILANG
1772      662     24     
Romance
Naru. Panggilan seorang pangeran yang hidup di jaman modern dengan kehidupannya bak kerajaan yang penuh dengan dilema orang-orang kayak. Bosan dengan hidupnya yang monoton, tentu saja dia ingin ada petualangan. Dia pun diam-diam bersekolah di sekolah untuk orang-orang biasa. Disana dia membentuk geng yang langsung terkenal. Disaat itulah cerita menjadi menarik baginya karena bertemu dengan cewek ...
Monokrom
117      95     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
Rumah?
59      57     1     
Inspirational
Oliv, anak perempuan yang tumbuh dengan banyak tuntutan dari orangtuanya. Selain itu, ia juga mempunyai masalah besar yang belum selesai. Hingga saat ini, ia masih mencari arti dari kata rumah.
FAYENA (Menentukan Takdir)
570      355     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...
Maju Terus Pantang Kurus
1305      694     3     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...