Loading...
Logo TinLit
Read Story - 40 Hari Terakhir
MENU
About Us  

“APA?”

Kewarasan Sandy Bagaskara seolah hilang begitu mendengar penjelasan pria di hadapannya. Ponsel pintarnya jatuh ke atas lantai, beruntung tidak sampai pecah, yang kemudian segera diambil oleh Ali dan diletakkan kembali ke atas meja kerja atasannya tersebut.

“Saya tidak mungkin salah dengar karena ini langsung dari sumber terpercaya. Dan tampaknya perempuan itu sudah berada di sini sekarang.”

Sandy memajukan tangannya sebagai isyarat supaya pria di hadapannya diam. Lalu, dengan cepat menyambar ponsel pintarnya, sebelum meninggalkan ruangan.

“Dasar gila!” umpat Sandy. “Antar saya ke rumah sakit. Sekarang!” katanya pada Prabu, supir pribadinya begitu memasuki mobil.

Apakah Mardian sudah gila?

Dan memang begitulah menurut Sandy. Sejak mereka berpisah, tampaknya mantan istrinya itu telah kehilangan kewarasan.

Bisa-bisanya dia membawa Rindu datang ke sana? Untuk apa? Dan apa yang kira-kira akan dikatakan media bila mereka mencium berita ini? Terlebih nama Randy dan keluarga Bagaskara sedang tidak baik sekarang. Sudah bisa dipastikan mereka bakal jadi gorengan hangat para wartawan.

“Kamu langsung pulang saja, nanti kalau saya butuh akan kabari.” Kalimat itu dikatakan oleh Sandy pada Ali tepat sebelum dia keluar dari mobil, di halaman parkir depan rumah sakit yang sesak oleh lautan kendaraan. “Dan satu lagi, jangan bilang apa-apa ke Ibu. Kalau dia tanya, bilang saja saya masih di kantor.”

“Baik, Pak.”

Tanpa menunggu mobil berputar, Sandy segera masuk ke gedung rumah sakit, namun baru beberapa meter sebelum sampai ke mulut pintu, langkahnya terhenti saat seorang gadis mengabrak bahunya, dan hampir saja membuat lansia itu terjengkang. “Astaga!”

“Maaf, Pak! Saya nggak sengaja,” ucap si gadis sambil menangis.

Melihat pemandangan memilukan di tempat seperti ini, Sandy langsung mengambil kesimpulan bahwa gadis tersebut baru saja mendapat kabar buruk. Itulah kenapa dia tak mau menambahi kesedihannya. “Tidak apa-apa. Hati-hati kalau jalan ya?”

“Terima kasih.”

“Sayang!” Dari kejauhan seorang pria berlari, memanggil gadis itu. Namun, karena terburu-buru dan tak ada urusan denganya juga, Sandy segera berlari menuju lift.

*_*

“Kamu sudah gila?” Adalah pertanyaan yang keluar pertama kali dari mulut Sandy begitu bertemu dengan Mardian.

Mardian melepaskan cengkeraman tangan mantan suaminya kasar. “Iya. Aku memang gila. Kenapa?”

“Dian, dengar! Aku tidak ingin berdebat denganmu, jadi tolong jangan membuat semuanya menjadi rumit. Kau sadar apa yang sudah kau lakukan? Seharusnya kau mengajakku berunding dulu sebelum mengambil keputusan.”

“Jika aku mengatakannya, apakah kau akan setuju?” balas Mardian. “Bukankah yang ada di kepalamu hanya bisnis, bisnis dan bisnis? Kau saja tidak pernah peduli pada Randy.”

“Kata siapa aku tidak peduli?”

“Kau mengabaikannya!”

“Kau pikir siapa yang selama ini menutup semua skandal anakmu?” tuntut Sandy. “Asal kau tahu, Dian. Anak kesayanganmu itu tidak sebaik yang kau pikir. Dia membuatku gila dengan kelakuannya, dan kau bilang aku mengabaikannya? Jika aku tidak peduli padanya, sudah kubiarkan dia hancur sejak dulu, tapi tidak! Aku tidak melakukannya.”

Mardian bergeming, menatap Sandy penuh arti.

“Baiklah!” Sandy menghela napas pendek. “Karena sudah telanjur ..., di mana Ririn? Aku ingin bertemu dengannya.”

“Untuk apa?”

“Tentu saja memberinya uang. Bukankah itu yang dia inginkan?”

Mardian mencegah dengan memegang tangan kiri Sandy. “Jangan, Sandy!” Yang langsung mendapat tatapan bingung dari pria itu. “Aku mohon jangan lakukan itu. Kita yang butuh Ririn, bukan sebaliknya.”

“Kau bicara apa?”

“Anak itu dilahirkan!”

“Apa?” Seketika bulu kuduk Sandy meremang. “Kau bilang apa?” Dia mengguncang bahu Mardian keras. “Anak siapa?”

“Anak Randy! Cucumu.”

Bahu Sandy seketika turun. Napasnya pendek terhela. “Bukankah kau dulu sudah memintanya menggugurkan bayi itu?”

“Memang, tapi Ririn mempertahankannya.” Mardian kembali menjatuhkan air mata. “Anak itu sudah besar, Sandy. Dan dia mengenal Randy.”

“Randy tahu?”

Mardian mengangguk sesal. “Kau tidak tahu?”

“Astaga! Bagaimana mungkin?” Sandy menyandarkan kepalanya ke dinding rumah sakit.

Mardian yang hampir ambruk memegang pinggiran kursi besi di dekatnya, lalu menatap lorong rumah sakit yang sepi, tempat mereka mengasingkan diri dari yang lain. “Hidup mereka berantakan karena kita, Sandy.”

“Kalau begitu beri mereka uang.”

“Untuk apa?”

“Mereka –“

“Seluruh hartamu pun tidak akan bisa menebus dosa kita pada anak itu, Sandy!”

“Lalu apa yang dia inginkan?”

“Tidak ada! Dan kau tenang saja karena anak itu bahkan tidak mau mengakui Randy sebagai ayahnya.” Mardian menyeka air matanya. “Pernahkah kau berpikir bahwa dia mungkin satu-satunya hal yang diwariskan Randy untuk kita?”

“Jaga mulutmu, Dian. Anakku belum mati.”

Baru dua detik mulut Sandy terdiam, Dion mendadak muncul dari ujung lorong dengan terengah-engah. “Pak, Bu, Randy kena serangan jantung.”

*_*

“Gue benci dan nggak sudi lihat muka lo lagi!”

Ucapan Raina terus terngiang-ngiang di kepala Randy, dia seolah merasa tubuhnya baru saja dihantam ke bumi.

Anehnya, sekalipun ingin, Randy justru tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Akhirnya, dia hanya bisa menyaksikan Raina berlalu, disusul Rindu yang berlari mengejar putri mereka itu.  

Randy jatuh, bersimpuh di lantai dan membiarkan orang-orang berlalu-lalang melewatinya. Akan tetapi, tanpa disadari tubuhnya mendadak terangkat, diseret, lantas dilempar dengan sangat keras hingga tersungkur. Yang sesuai dugaannya, Malaikat Mautlah yang sudah absen berhari-hari akhirnya muncul lagi. Dengan tanpa rasa bersalah, wanita bergaya gotik itu malah mengisap lintingan tembakau di pinggir rooftop, sekaligus menikmati embusan angin malam.

“Sori. Gue kemarin ada acara. Jadi nggak bisa datang,” katanya tanpa menoleh. “Bagaimana progres lo?”

“Kenapa?”

“Heh?” Merasa baru saja dapat jawaban tak semestinya, Malaikat Maut menoleh. “Ah, benar juga.” Dia malah tertawa, keras seolah meledek. “Sudah ketemu pendamping lo?”

Randy meremas tangan-tangannya sendiri, lalu berdiri dan berlari hendak membogem muka perempuan itu, sayangnya, si Malaikat Maut mendadak lenyap. Berpindah posisi dengan muncul di belakangnya. “Apa sih mau lo? Kenapa? Kenapa lo melakukan semua ini? KENAPA?”

“Menurut lo, kenapa?”

Singkat tapi langsung membuat Randy terdiam.

“Randy ..., Randy ....” Malaikat Mau membuang puntung rokok ke lantai,  kemudian mematikan bara dengan menginjaknya. “Lo pikir orang seperti apa yang akan diberi kesempatan kedua oleh Tuhan?”

“Gue tahu, gue brengsek!” jawab Randy. “TAPI KENAPA HARUS RAINA? DIA NGGAK SALAH APA-APA! KALIAN SADAR NGGAK SIH KALAU APA YANG TERJADI SEKARANG ....

“LEBIH BAIK CABUT SAJA NYAWA GUE DARI AWAL DARI PADA KAYAK BEGINI!”

“Yakin?” sindir Malaikat Maut. “Kok aku ragu ya? Seorang Randy, tanpa pelajaran berharga ingin menukar nyawanya untuk orang lain?”

“Dia bukan orang lain.”

“Oh ya?”

“Dia anak gue!”

“Yang tidak pernah lo besarkan?”

“Itu karena gue nggak tahu!”

“Yakin kalau tahu sejak awal akan diakui?” Malaikat Maut kembali tertawa, keras dan penuh ledekan. “Yakin kalau lo nggak akan menjadi ayah yang  sama atau malah lebih buruk dari Siswoyo? Dan yakin di tengah karier gemilang ..., di tengah kebahagiaan ..., lo mau mengorbankan semuanya demi seorang yang anak mendadak muncul dan mengaku anak lo ..., akan lo sambut dengan tangan terbuka?”

Kata-kata itu menampar Randy.

“Bukankah alasan lo mengakuinya karena tubuh lo sekarang sedang sekarat, Randy?”

“Nggak! Itu nggak benar!” jawab Randy tanpa keraguan.

“Kalau begitu, mari kita buktikan?”

“Maksudnya?”

Malaikat Maut melangkah mendekati Randy, menepuk bahunya. “Gue dengar tabung kehidupan lo sudah terisi?”

Randy mengeluarkan benda itu dari dalam saku, lalu menyerahkannya. “Apa gue bisa hidup lagi?”

“Tentu bisa,” seruan itu membuat wajah Randy bunga. “Hanya saja, jika lo dibangkitkan sekarang, maka lo akan melupakan semuanya.”

“Semua –?”

“Apa yang sudah lo alami selama menjadi arwah,” jelas Malaikat Maut.

“Termasuk Raina?”

“Ya. Termasuk juga Raina.”

“KOK BEGITU?”

“Jangan banyak tanya lo. Masih untung dikasih kesempatan.”

“Tapi –“

“Tapi gue punya penawaran lain, jika lo keberatan.”

“Apa?”

“Lo nggak akan lupa semua kenangan itu, tapi sayangnya, penawaran ini agak berat karena lo ..., singkatnya lo habiskan kesempatan sampai hari keempat puluh untuk mendapatkan maaf Raina, tapi kalau nggak bisa maka gue akan datang lagi untuk menjemput lo balik.”

“Balik? Ke ..., mati, maksudnya?”

“Yup. Kelihatannya lo sudah tahu jawabannya.”

Randy terdiam, menatap langit malam yang mendadak menjatuhkan gerimis.

“Ini kesempatan bagus, Randy. Tuhan tidak memberi banyak penawaran.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Infatuated
845      552     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
Bifurkasi Rasa
138      118     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Singlelillah
0      0     0     
Romance
Entah seperti apa luka yang sedang kau alami sekarang, pada kisah seperti apa yang pernah kau lalui sendirian. Pada akhirnya semua akan membuatmu kembali untuk bisa belajar lebih dewasa lagi. Menerima bahwa lukamu adalah bentuk terbaik untuk membuatmu lebih mengerti, bahawa tidak semua harapan akan baik jika kau turuti apalagi membuatmu semakin kehilangan kendali diri. Belajar bahwa lukamu adalah...
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Cinta yang Berteduh di Balik Senja
1093      710     2     
Fantasy
Di balik kabut emas Lembah Fengliu tempat senja selalu datang lebih pelan dari tempat lain dua orang duduk bersisian, seolah dunia lupa bahwa mereka berasal dari dua keluarga yang saling membenci sejak tujuh generasi silam. Aurelia Virelle, putri dari Klan Angin Selatan, dikenal lembut dan berkelas. Kecuali saat dia lapar. Di saat-saat seperti itu, semua aura anggun luntur jadi suara perut ker...
The Reason
10587      1920     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
HARMONI : Antara Padam, Sulut dan Terang
1292      599     5     
Romance
HARMONI adalah Padam, yang seketika jadikan gelap sebuah ruangan. Meski semula terang benderang. HARMONI adalah Sulut, yang memberikan harapan akan datangnya sinar tuk cerahkan ruang yang gelap. HARMONI adalah Terang, yang menjadikan ruang yang tersembunyi menampakkan segala isinya. Dan HARMONI yang sesungguhnya adalah masa di mana ketiga bagian dari Padam, Sulut dan Terang saling bertuk...
Teman Khayalan
1685      731     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
CINTA SI GADIS BUTA
5222      1317     5     
Romance
Kemalangan yang dialami oleh seorang gadis yang bernama Reina. Reina, seorang gadis cantik dan juga baik hati di diagnosa oleh dokter terkena penyakit glaukoma. Dokter memperkirakan kalau dirinya masih dapat melihat dalam waktu 1 tahun. Tetapi, nasib baik tak lagi mau berpihak kepadanya. Kedua matanya buta hanya dalam 4 bulan setelah dia memeriksakannya. Dia hanya bisa pasrah menerimanya. Kehidu...
Anikala
904      431     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...