Loading...
Logo TinLit
Read Story - 40 Hari Terakhir
MENU
About Us  

 

Ditemani es teh dalam gelas plastik Raina berjalan menuju rusun, lengkap dengan sebungkus nasi goreng di tangan kiri, yang dibelikan oleh Maria sebelum dia pamit pulang tadi.

Lumayan, setidaknya makanan ini bisa dihangatkan untuk sarapan esok hari sehingga Raina bisa menghemat pengeluaran. Dengan kondisi keuangannya sekarang tentu dia harus menekan biaya hidup sebaik mungkin, supaya uang yang dia punya setidaknya cukup sebelum hari gajian tiba. Pun sekarang dia tinggal sendirian, tidak ada Leon yang akan berbagi makanan dengannya.

“Harusnya tadi lo nggak hanya minta nasi goreng.” Ucapan Randy hanya direspons tatapan malas oleh Raina.

Sejak tadi pria itu memang tidak berhenti mengoceh. Meskipun hanya arwah nyatanya Randy tak pernah kehabisan energi. “Sekalian minta belikan lauk kayak ikan, daging atau sea food. Biar badan lo nggak kekurangan gizi. Karena asalkan lo tahu ya, Rain, orang Indonesia ini banyak yang gizi buruk bukan karena lapar tetapi karena makanan yang dimakan nggak ada nutrisinya, kebanyakan karbo doang.”

Masih bergeming, Raina yang sampai rusun langsung membuang gelas kosong di tangannya ke dalam tempat sampah. Beberapa kali dia menyapa warga yang kebetulan huniannya dia lalui, sebagai tanda ramah tamah.

“Besok-besok, gue bilangin, ya, kalau ketemu sama Dion dan Maria, sebisa mungkin lo pesan makanan yang enak. Kasihan gue tiap hari lihat lo makan kalau nggak mi ya nasi goreng. Lama-lama keriting itu usus lo.”

Raina menghentikan langkah tepat di tengah-tengah tangga terakhir sebelum sampai di lantai tempatnya tinggal, menatap Randy yang juga langsung berhenti. “Bisa diam, nggak?”

“Bisa!”

“Ya sudah, diam.”

“Nggak mau.”

“Benar-benar lo ya!” gerutu Raina. “Untung transparan, kalau nggak sudah gue tutup pakai plaster itu mulut. Capek gue dengarnya.” Lantas, dia melanjutkan perjalanan, namun baru beberapa jengkal dia melangkah, kaki Raina kembali terhenti. Bedanya, kali ini bukan karena Randy melainkan akibat melihat seseorang yang sangat dia kenali berjongkok di depan pintu rumah, menunggunya pulang. “Leon?”

Yang dimaksud mengangkat kepala, membuat mata keduanya sontak beradu tatap. “Sayang?”

Seolah seperti scene dalam drama Korea tontonan Maria, detik berikutnya sepasang anak manusia itu saling menghambur satu sama lain. Membuat Randy yang menyaksikannya entah bagaimana merinding sendiri. Kalau saja dia bisa, sudah pasti dia akan langsung memisahkan kedua sejoli itu.

Sebenarnya Randy sendiri sering melakukannya dengan perempuan-perempuan yang dia pacari, bahkan mungkin lebih ekstrem dari ini. Dalam hatinya Randy bertanya-tanya, mungkinkah ini yang dirasakan orang-orang saat melihatnya beradegan mesra dengan para mantan di kamera?

“Kamu ke mana saja?” Raina menyentuh wajah kusam Leon dengan kedua tangannya, erat. “Aku khawatir nyariin kamu.”

Pria muda itu balas mengelus kepala sang kekasih dengan lembut. “Maafin aku ya.”

“Aku pikir kamu nggak akan balik lagi.”

“Nggak, Rain. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu.” Leon menarik tubuh Raina dalam pelukannya. “Apa pun yang terjadi aku akan selalu kembali.”

“Terus kenapa kamu nggak ngasih kabar? Nomormu nggak aktif. Hampir saja aku lapor polisi karena takut kamu kenapa-kenapa.”

Leon melepaskan pelukannya, menatap wajah Raina dengan penuh keteduhan. “Aku kecopetan.”

“Hah?” Mata Raina membulat. “Kok bisa?”

“Beberapa hari belakangan ini aku keliling cari pinjaman ke teman-teman.” Leon merogoh saku jaket dan mengeluarkan amplop cokelat  yang langsung diberikannya kepada Raina. “Tapi karena nggak ada yang bisa bantu uang, akhirnya aku ikut kerja bongkar muat barang di tempatnya om dari temanku. Tapi pas mau ngabarin kamu, aku baru sadar kalau ponselku hilang.”

“Terus kenapa nggak hubungin aku pakai ponsel teman kamu?”

Leon menggaruk-garuk tengkuknya sendiri. “Kamu kan tahu, jangankan nomor kamu, nomorku sendiri saja aku nggak hafal.”

Raina memukul dada Leon pelan. “Kamu ini, bikin aku panik saja. Kamu harusnya nggak usah begini.”

“Nggak apa-apa,” tegas Leon. “Ini terima ya. Memang nggak banyak, tapi paling nggak bisa buat nyicil bunganya dulu.”

“Sayang.” Mata Raina berkaca-kaca.

Melihat sang kekasih hampir menangis, Leon segera mengajaknya masuk. “Jangan nangis di sini. Malu dilihatin orang. Oh iya, kamu masak apa? Aku lapar.” Sambil mengusap-usap perut.

*_*

Randy akui Leon merupakan pria yang bertanggung jawab. Terlepas usianya yang masih sangat muda, Leon agaknya jauh lebih dewasa ketimbang dirinya terutama dalam hal memperlakukan perempuan yang mencintainya.

Saat melihat kebersamaan Leon dan Raina, Randy diam-diam tersenyum. Sebab kedua anak muda itu lebih romantis ketimbang film romansa apa pun yang Randy pernah saksikan sebelumnya. Padahal sebelum ini Randy pikir kisah pasangan miskin nun bahagia hanya ada dalam drama, ternyata kini dia malah melihat sendiri dengan mata kepalanya.

“Bagaimana? Enak nggak nasi gorengnya?” tanya Raina.

Leon mengangguk, dengan suara berkumur-kumur antara bicara dan mengunyah dia menjawab, “Enak tapi masih enakan masakan kamu. Beli di mana? Ini pasti nggak beli di tempat Mang Darsan, kan?”

“Beli di restoran dekat rumah sakit.” Merasa baru saja salah bicara, Raina langsung melanjutkan, “ditraktir teman.”

“Teman? Yang mana?”

“Teman kerja, Sayang.”

“Cowok atau cewek?”

“Cowok dan cewek.”

“Pasangan?”

“Bukan. Kan aku sudah bilang, teman kerja. Kamu cemburu ya?”

Leon mengangguk penuh percaya diri. “Nggak boleh?”

“Apaan sih kamu!” Raina yang malu-malu langsung berdiri, dan menuju meja tempat galon air mineral berada. “Oh iya, Sayang, mulai besok kamu nggak usah jemput ya. Soalnya, aku ambil lemburan.”

“Lembur? Sampai jam berapa?”

“Nggak pasti,” jawab Raina. “Yang jelas setelah pekerjaan selesai aku bakal langsung balik. Banyak temannya kok. Lumayan kan buat tambah-tambah.”

Leon meletakkan sendok makannya ke atas piring, lalu menghela napas panjang. “Maafin aku, Rain. Kamu jadi harus kerja lebih keras gara-gara ulah aku.”

“Ngomong apa sih?” Raina yang sudah memastikan gelas terisi langsung kembali untuk memberikannya pada Leon. “Kalau mau main salah-salahan, yang lebih salah itu aku karena punya bapak kayak Bapak.”

“Benar itu!” Randy menimpali. Yang langsung mendapat pelototan dari Raina. “Apa? Kan gue juga nambahin.”

“Kenapa, Rain?”

“Nggak! Nggak kenapa-kenapa!” Tak mau dianggap gila, Raina segera mengabaikan Randi, lagi. “Kamu lanjutin makannya ya. Habisin biar kenyang.”

Randy yang menurut langsung meraih kembali sendok makannya. “Oh iya, kamu sudah bikin video buat audisi online TNS? Kemarin aku lihat di youtube sudah mulai banyak yang upload tuh.”

“TNS? The New Singer?” Randy kembali menyahut. “Memang lo bisa nyanyi?”

Namun, Raina malah menggeleng. “Kan kita sudah omongin ini.”

“Paling nggak coba dulu,” ujar Leon. “Lagian belum tentu diterima juga, kan? Ya syukur kalau diterima, tapi daripada nggak coba sama sekali? Toh, kalau ngomongin kerjaan nggak akan ada habisnya. Memangnya kamu mau sampai kapan nunda impian?

“Aku nggak mau lho ya kalau sampai kamu menyesal. Masa muda itu nggak bisa diulang. Kalau nggak dicoba sekarang belum tentu ada kesempatan lagi di hari depan.”

*_*

Apa yang dikatakan Leon ada benarnya sebab Raina sendiri punya contoh nyata di mana seseorang kehilangan mimpi hanya karena menunda. Tidak lain dan tidak bukan ialah sang bunda. Dikatakan dulu Rindu bercita-cita menjadi guru, bahkan saking pintarnya Rindu sempat mendapat beasiswa, tetapi karena keraguannya sendiri dia justru tidak melanjutkan pendidikan, dan memutuskan menikahi Siswoyo.

Kesempatan tidak datang dua kali, hidup Rindu hancur karena menunda. Dugaannya bahwa setelah menikah bisa melanjutkan pendidikan nyatanya kandas, tidak pernah terwujud. Malah, Rindu berakhir dalam kubangan penderitaan. Yang kemudian dia wariskan pada anak-anaknya.

“Hust! Hust!”

Raina menoleh, melihat Randy yang kini berdiri di luar jendela kamar memerhatikanya.

Sebenarnya, sudah sedari tadi Raina mengetahui dia ada di sana, tetapi tidak berniat menyuruhnya masuk sama sekali. Padahal biasanya tanpa diundang pun Randy akan nyelonong masuk, tapi kali itu berbeda. Katanya, “Ini kamar perempuan.” Meskipun sebenarnya, Randy sendiri sering datang ke kamar pacar-pacarnya tanpa izin. “Tapi kan lo bukan pacar gue.” Dia membuat alasan.

“Kenapa?” jawab Raina setelah Randy bersiul untuk kesekian kalinya. “Kalau nggak penting jangan ganggu. Gue mau tidur.”

“Lo beneran bisa nyanyi?” Pertanyaan Randy lebih terdengar seperti meremehkan. “Bukan apa-apa, lo nggak kelihatan kayak orang bisa nyanyi. Bukan maksud gue mau ngatain tapi –”

“Iya, iya, cuma lo doang yang bisa nyanyi!” sindir Raina. “Lo kan penyanyi top yang menang banyak penghargaan. Pasti gampanglah buat lo langsung paham mana tampang penyanyi dan bukan dari muka orang, bahkan tanpa pernah mendengar suaranya sekalipun.”

“Ya elah, malah ngambek!”

“Siapa yang ngambek. Gue nggak ngambek. Ngapain ngambek?” cerocos Raina sebelum memonyongkan bibir, cemberut. “Lagian lo kenapa berdiri di situ? Pergi sana! Gue mau istirahat.”

“Ya elah, Rain, ini masih sore kali.” Randy menoleh ke arah jam dinding untuk memastikan, meskipun pada akhirnya harus menelan ludah saat menyaksikan jarum jam telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. “Tapi kalau misalnya lo beneran mau ikutan audisi dan butuh bantuan, gue siap kok ngajarin lo nyanyi. Gini-gini gue baik, lho. Ya hitung-hitung karena lo sudah baik dan mau bantuin gue. Gratis. Nggak perlu bayar, bagaimana?”

Bukannya menjawab, Raina malah menyipitkan mata, menatap Randy ragu.

“Kalau latihannya pas gue sehat ini bayarnya mahal lho, Rain. Bisa puluhan juta, itu pun harus antre dengan peserta lain yang sudah ngisi list duluan.”

“Hehe. Nggak dulu deh. Makasih.” Jawaban Raina singkat, tapi mampu menusuk jantung Randy. Lebih tepatnya, ego yang ada dalam diri pria itu seketika, bagai sengatan listrik.

Randy memegangi dada, lalu menghela napas panjang. “Ya sudah, nggak apa-apa. Siapa tahu nanti lo berubah pikiran. Biasanya orang malu-malu di awal itu wajar. Tapi paling nggak sebelum tidur bantuin gue nyanyi satu lagu dulu.”

“Maksudnya?”

Randy menunjuk gitar berwarna biru yang tersembunyi di balik lemari pakaian Raina. “Gue kangen nyanyi. Tolong mainkan gitar itu untuk mengiringi nyanyian gue.”

“Ogah.”

“Kalau nggak mau, gue akan menganggu lo sampai besok pagi. Biar lo nggak bisa tidur.”

Mata Raina mendelik, menatap Randy layaknya predator yang siap menyerang, namun sebelum itu terjadi gadis itu memutuskan untuk berdiri. Raina baru paham bahwa apa pun yang akan dia lakukan kepada arwah sialan itu akan percuma, mengingat Randy tak mempan di pukul. Dan lebih buruk lagi, Randy juga tak punya urat malu.

“Mau nyanyi lagu apa?” tanya Raina saat sudah memegang gitar di tangan. Dia bahkan membuka jendela supaya bisa memberi Randy ruang.

Randy tersenyum senang, lalu menjawab, “Lagu gue.”

“Yang mana?”

“Semua Tentang Kita.”

“Yang mana itu?”

“Lo nggak tahu?”

Raina menggeleng. “Gue jarang dengar lagu Indo.”

“Astaga naga.” Randy geleng-geleng kepala, tidak percaya. Rasa marah dan kecewa menjalar ke seluruh tubuhnya, menyengat jiwa dan arwahnya untuk kesekian kali. “Bisa-bisanya lo nggak pernah dengar lagu gue? Rain, kalau gue musisi nggak terkenal sih masuk akal, tapi ini gue lho. Randy Bagaskara.”

“Ya kalau nggak tahu mau bagaimana lagi?”

“Yang ini lho,” Randy bersiap mengambil napas, lalu mulai melantunkan lirik dari single populernya tersebut. “Masalahku mulai datang, hidupku di atas remang, kau anggap apa aku? Mungkinkah masa lalu menjadikanku tak berharga? Aku hanya manusia biasa, yang tak pernah luput dari dosa-dosa. Dan kau perintahkan aku untuk kembali, tetapi mengapa kau tak beri aku kesempatan tuk perbaiki?

Suara Randy sejujurnya memang bagus, cocok dengan gelarnya sebagai penyanyi kondang tanah air. Raina mengakuinya.

“Bagaimana? Sudah tahu? Pernah dengar?”

Raina mengangguk. “Beberapa kali lewat di beranda jadi musik latar video Tiktok. Gue baru tahu kalau itu lagu lo.”

“Kok bisa?”

“Ya bisa saja. Lagian,” Raina menjeda kalimatnya, diiringi tatapan ragu yang diarahkan pada Randy dari ujung kaki hingga kepala, “dengan tema dan liriknya, lagu itu kayaknya nggak cocok sama lo.”

Randy menaikkan sebelah alisnya. “Nggak cocok?” Dia mengulang ucapan Raina, lalu tertawa. “Apanya yang nggak cocok? Semua itu sangat cocok dengan gue. Coba deh lo dengerin lagu-lagu gue yang lain. Nggak ada satu pun dari lagu itu yang nggak gue banget. Karena sama seperti seniman lainnya, karya gue adalah ceminan dari diri gue yang sebenarnya.”

Raina menaikkan sebelah alis, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi. Bukan apa, dia merasa lagu-lagu Randy terlalu lembut, penuh kekuatan dan sangat bertolak belakang dengan pria kapitalis satu ini. Terlebih omong-omong cinta, tahu apa pria ini soal cinta? Bukankah baginya semua hanya soal uang dan harta?

Kalau saja Randy paham sedikit saja makna cinta, sudah pasti dia tidak akan menganggap perempuan sebagai permainan.

“Sayang?” Suara ketukan pintu sontak membuat Raina menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka, tempat di mana Leon sekarang berdiri menatapnya kebingungan. “Kamu apain? Kok belum tidur? Ini sudah malam lho.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Phased
6244      1827     8     
Romance
Belva adalah gadis lugu yang mudah jatuh cinta, bukan, bukan karena ia gadis yang bodoh dan baperan. Dia adalah gadis yang menyimpan banyak luka, rahasia, dan tangisan. Dia jatuh cinta bukan juga karena perasaan, tetapi karena ia rindu terhadap sosok Arga, abangnya yang sudah meninggal, hingga berusaha mencari-cari sosok Arga pada laki-laki lain. Obsesi dan trauma telah menutup hatinya, dan mengu...
Secret’s
4286      1369     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Kini Hidup Kembali
80      70     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Fidelia
2157      940     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
PENTAS
1238      723     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Antropolovegi
132      117     0     
Romance
"Ada satu hubungan yang lebih indah dari hubungan sepasang Kekasih Kak, Hubungan itu bernama Kerabat. Tapi kak, boleh aku tetap menaruh hati walau tau akhirnya akan sakit hati?" -Dahayu Jagat Raya. __________________________ Sebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
37      35     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
Monokrom
113      93     1     
Science Fiction
Tergerogoti wabah yang mendekonstruksi tubuh menjadi serpihan tak terpulihkan, Ra hanya ingin menjalani kehidupan rapuh bersama keluarganya tanpa memikirkan masa depan. Namun, saat sosok misterius bertopeng burung muncul dan mengaku mampu menyembuhkan penyakitnya, dunia yang Ra kenal mendadak memudar. Tidak banyak yang Ra tahu tentang sosok di balik kedok berparuh panjang itu, tidak banyak ju...
VampArtis United
1236      750     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
The One
320      213     1     
Romance
Kata Dani, Kiandra Ariani itu alergi lihat orang pacaran. Kata Theo, gadis kurus berkulit putih itu alergi cinta. Namun, faktanya, Kiandra hanya orang waras. Orang waras, ialah mereka yang menganggap cinta sebagai alergen yang sudah semestinya dijauhi. Itu prinsip hidup Kiandra Ariani.