Setiap senyumannya yang indah mampu meluluhkan hati Mina yang beku. Sosok pria yang jauh lebih dewasa dan mandiri itu membuat Mina ingin terus bersamanya sampai akhir. Bahkan niat awal ingin memanfaatkan Hendrik tuk mengetahui sesuatu tentang Albert dan Aldi pun sempat dilupakan karena Mina hanyut terbawa perasaan yang dinamakan cinta.
Sehari setelah meresmikan hubungan, mereka semakin dekat dibanding sebelumnya. Saat pergi kencan pun, Mina memilih pakaian yang cocok hingga berdandan sedikit demi membuat pria itu semakin terpesona.
Mina menggigit bibir bagian bawahnya dengan kuat hingga terluka saking tak menyangka hubungan mereka akan menjadi seperti sekarang ini.
“Aku yang sekarang ingin segera menancapkan sesuatu yang tajam ke lehermu. Melampiaskan amarah dan mempertontonkan mayatmu di hadapan umum. Membiarkan mereka meledek seseorang yang tak tahu malu seperti dirimu.”
“Wah, apa yang barusan itu puisi?” Setelah semua yang terjadi, ekspresi yang tadi tegang telah kembali seperti semula. Hendrik seperti biasanya dia kembali tersenyum.
Mina tahu dirinya tak cukup kuat untuk melawan sekarang. Bahkan jika pria itu ingin, sudah sejak tadi dia membungkam Mina. Pria itu selalu abai terhadap apa pun yang akan dilakukan Mina, termasuk dia yang sekarang telah melarikan diri dari tempat itu.
Sembari menatap punggung Mina yang gemetar kian menjauh, Hendrik menyeringai lebar dan merasa puas karena pada akhirnya dia lah yang yang berada di atas dan mempermainkan Mina seperti boneka tali.
“Mina, aku melepasmu hari ini karena hutang budiku. Anggap saja ini sebagai perpisahan dan saat kita berjumpa lagi, maka itu adalah perpisahanmu dengan dunia ini.”
***
Berlari sepanjang waktu tanpa henti dengan menahan tangis dan mengedepankan amarah yang terus meluap bagai gunung merapi. Ekspresi yang tidak terkontrol membuat Mina nyaris gila, dia kadang tertawa saat sadar dirinya sudah lama dipermainkan.
“Hubungan ini palsu. Aku tahu.”
Mina tidak sadar dirinya sudah terlalu jauh dari jalanan menuju rumah. Mina berhenti berlari ketika sebuah palang menghalanginya. Suara peringatan khusus akan kereta yang lewat membisukan semua suara bising dari para pengendara.
Pusat perhatian mereka termasuk Mina tertuju pada sebuah kereta api melintasi rel dengan kecepatan tinggi. Angin kencang menerpa rambut serta pakaiannya, Mina berdiri tegap dan menatap tajam ke salah satu penumpang yang terlihat familiar.
Seolah waktu melambat, kecepatan kereta pun seperti berhenti di waktu yang tepat dan membuat Mina saling beradu tatap tajam dengan seorang pria berambut pirang.
Mina mengepalkan kedua tangannya sambil mengingat penderitaan yang dia alami semenjak kehilangan keluarganya dalam insiden kejam itu. Tak pernah dia lupa tentang maksud tujuannya mendekati Hendrik, semua perasaan itu pun telah berubah hanya dalam waktu hitungan detik.
“Aldi, Albert Ginnia lalu Hendrik. Aku berniat memanfaatkan Hendrik tapi nyatanya aku juga sedang dimanfaatkan olehnya. Tapi hal yang paling tak terduga adalah paman,” ucap Mina sembari menengok ke belakang.
Seiring berjalannya kereta hingga gerbong terakhir sudah menjauh, begitu palang kembali dibuka, semua pengendara yang sudah lama menunggu pun bergegas pergi meninggalkan jalanan ini.
Mina berbalik, tidak terkejut setelah mendapati keberadaan seorang pria yang berusia jauh lebih tua dibandingkan Hendrik datang kepadanya.
“Apa paman puas setelah mendengar percakapan kami?” tanya Mina yang sebenarnya sedang menyindir. Lalu melemparkan sesuatu yang berada dalam genggaman tangannya.
Dengan cekatan Guntur menangkapnya dan memastikan benda yang sekecil earphone itu masih dalam keadaan baik.
“Kamu menemukannya lagi.” Suara AI yang menggantikan Guntur bicara.
“Bukan aku. Tapi Hendrik.”
Guntur hanya tersenyum.
“Karena tidak ada pilihan lain, paman memanfaatkanku yang sedang menyelidiki mereka diam-diam. Sekarang paman sudah tahu tempat di mana dia tinggal, bukankah sudah waktunya untuk beraksi?” pikir Mina.
“Maafkan aku yang memanfaatkan kamu. Sejujurnya aku memang tidak punya pilihan lain. Karena aku menemukan peluang jika kamu yang mencari tahu dengan cara seperti itu,” jelasnya.
“Semenjak tahu ada alat pelacak, saya juga sengaja membiarkan. Saya tahu itu menjadi peluang tapi siapa sangka saat menghindari kejaran dari pengawas, ponsel saya hancur di jalanan.”
Mina setidaknya sadar kalau hanya sendirian, dia pasti tidak akan selamat. Tapi entah dengan alasan apa yang membuat Hendrik membiarkan Mina pergi setelah mengetahui kebenarannya.
“Untuk saat ini pergilah bersamaku, tinggal di rumah bersama istriku. Jangan beri kabar pada siapa pun, biarkan aku yang mengurusnya.”
"Mungkin karena dia tahu aku tidak bergerak sendirian sehingga Hendrik sengaja membebaskanku," batin Mina.
“Tunggu!” Mina menghentikan langkah Guntur yang hendak pergi. “Paman mau ke mana?” tanya Mina.
“Aku sudah bilang untuk mengajakmu pulang bersama. Ayo.”
Dia masih ragu untuk memberitahunya atau tidak kalau sosok Albert muncul dalam kereta yang barusan lewat. Mina melirik ke belakang dan depan secara berulang, membuatnya bingung dalam mengambil keputusan.
Guntur seketika sadar apa yang membuat anak gadis ini gelisah dan kebingungan. Namun dengan sengaja tidak memberitahu apa yang dia ketahui sebelum pulang ke rumah.
Mina menggenggam outer dengan kuat sembari menundukkan kepala. Kegelisahan itu tak kunjung menghilang karena merasa pembalasan dendamnya akan hancur jika mereka dibiarkan pergi begitu saja.
“Albert pergi. Lalu apakah dia juga akan pergi?” Sebuah pertanyaan yang terlintas dalam benaknya malah terungkap lantang dari mulutnya sendiri.
Guntur menggelengkan kepala dan mencoba mengatakan sesuatu. Dari gerakan bibir paman dapat terbaca bahwa dirinya punya rencana untuk itu.
“Sekarang paman terang-terangan. Apa mungkin aku sudah diperbolehkan ikut menyelidiki?”
Guntur mengerutkan kening sambil menunjuk Mina. Terlihat wajahnya yang marah sudah jelas Mina tetap tidak diperbolehkan melakukan hal itu sesukanya.
“Aku tahu aku cuman gadis biasa yang tidak seharusnya ikut campur tentang urusan yang melibatkan sesuatu di luar urusanku.”
Guntur menganggukkan kepala beberapa kali, dia puas karena Mina sadar diri.
“Tapi kematian pasangan code pada akhirnya tetap membuat anak mereka terlibat. Mereka terutama Hendrik tidak akan melepaskanku begitu saja,” imbuh Mina sembari menatap langit.
Guntur menghela napas, tahu situasinya akan terjadi seperti ini. Dia telah berusaha agar Mina tidak terlibat namun pada akhirnya takdir berjalan tak sesuai dengan kehendak masing-masing.
Adapun Mina, cepat atau lambat merasa kebenaran akan terbongkar di kedua tangannya ini.
“Ya, bagus. Teruskanlah. Balas dendammu belum berakhir, gunakan semua orang menjadi perisai dan senjatamu.” Sosok hitam yang tak memiliki rupa dengan jelas kembali muncul dan berbisik di telinganya.
Sisi gelap telah menenggelamkan sisi cahaya pada dirinya. Meski terkadang hanyut terbawa oleh perasaan namun itu hanya sesaat.