Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anikala
MENU
About Us  

"Kapan ya aku bisa kaya orang-orang?"

"Ke mall sama teman-teman, ketawa bareng, belajar bareng."

Kala menarik nakemudian mengembuskan perlahan. Ia menyilangkan kedua tangan di dada, kemudian menepukkan kedua tangan seperti kepakan sayap kupu-kupu. Lalu, menarik napas perlahan dan menghembuskannya perlahan lagi.

"Kakak, boleh saya minta satu permen di dalam toples itu?" ucap Ara yang sedang duduk menggambar dihadapan Kala.

Kala mengambilkan apa yang Ara inginkan. Ara menerima toples berisi permen dengan senang. Kemudian, usai melahap permen ia kembali melanjutkan aktivitasnya. Begitu pun Kala.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Apa kau ingin permen ini? Ambil lah," kata Ara begitu polos.

Mata Kala membelalak saat Ara mengucapkan kata-kata itu. Pikirannya lagi sedih-sedih nya tapi, Tuhan mengirimkan Ara yang begitu random dalam hidup Kala. Kala melempar tawa sambil geleng-geleng kepala. Entah mengapa bisa Ara berbicara dengan bahasa sangat baku. Apa ia sedang belajar akting drama untuk pentas sekolah? Entah lah.

"Ara.."

"Saya sedang main, jangan ganggu saya dulu."

Kali ini Ara kembali berkata yang membuat Kala menepuk dahi pasrah.

"Baik yang mulia. Kalau begitu saya pamit undur diri." ucap Kala. Mengikuti bahasa Ara.

Kala pun memilih untuk masuk ke dalam kamar untuk melanjutkan kegalauan yang sempat tertunda. Ia memilih berdiri di luar kamar tepatnya di balkon kamarnya.

'Kamu mikirin apa sih Kal? Kamu cuma sekolah belajar aja. Masa gitu aja sakit terus?' ucap Dalisha saat mengantar Kala berobat disebuah klinik.


'Makanya makan yang banyak. Bunda bilang juga apa.'

'Obat tuh diminum. Masa mau disuruh ke psikiater. Emang kamu orang gila?' timpal Aksa yang saat itu juga ikut mengantar Kala.

Harusnya keluarga menjadi tempatnya pulang, tapi malah membuat Kala tidak ingin pulang ke rumah. Hal yang selalu Kala takutkan jika ia sakit adalah orang-orang yang selalu memarahinya seolah ia tidak diperbolehkan untuk sakit. Yang Kala lihat jika orang lain sakit maka sudah dipastikan orang-orang terdekatnya akan memberikan perhatian lebih. Namun, berbeda dari Kala. Ia malah disalahkan karena tidak bisa menjaga diri dengan baik.

Hening.

Kala memilih untuk duduk dilantai sambil bersandar dibalkon kamarnya.

"Kurang ajar!"

"Entak banget lu main comot! Dasar anak dugong!"

"Wey! Ayam gua jangan lu makan kampret!"

Perhatian Kala teralih saat mendengar umpatan-umpatan itu. Yang membuat Kala sangat tidak nyaman mendengarnya. Sebab, di dalam keluarganya umpatan tersebut sangat dilarang. Karena, orang yang sering berkata kamar adalah orang yang tidal sopan dan tidak terdidik. Sehingga sering tidak dinggap dan dihormati orang lain.

Tapi, dibalik semua itu mereka terlihat sangat begitu hangat dan bahagia. Mereka bernyanyi dan beberapa ada yang sibuk membuat makanan untuk dimakan bersama.

Tidak sengaja Kala melihat Banu. Sejak Kala pingsan terkena bola basket dan Banu yang mengantarkan nya pulang. Banu selalu menjadi pusat perhatian Kala, karena ia penasaran dengan Banu.

Saat ini cowok itu mengenakan kaus hitam dengan celana denim. Ia sedang memetik gitar mengiringi teman-teman nya yang asik bernyanyi. Membuat penampilan nya menjadi tambah keren.

Tanpaknya radar Banu begitu kuat ia sadar jika ada seseorang yang memperhatikannya. Yaitu Kala yang sedang asik memperhatikan Banu dari atas balkon kamar. Tanpa canggung Banu pun menyapa Kala dengan melambaikan tangan dari kebun Andra tepat di samping rumah Kala.

Kala tersenyum tipis. Membalas lambaian tangan Banu.

'Happy banget mereka. Pengen deh kaya gitu. Enak kali ya?'

***


"Hacim.."

Kala mengambil tisu untuk mengelap hidungnya.

Hacim..

Uhuk..uhuk..

"Berisik banget lo,"

"Kopid lu ya."

'Berisik lo,' umpat Kala dalam hati. Oke sifat nyebelinnya kambuh

Hacim..

"Nih, buat lo."

Wajah Kala mendadak menjadi sebal pada Aksa. Aksa memberikan sebuah cangkir berisi minuman dari dapur. Setelah itu ia pun duduk di sofa menonton televisi.

"Apaan nih?"

"Kopi sianida.." jawab Aksa. Meski jawabannya terasa menyebalkan. Kala memilih untuk meminumnya.

"Gila panas banget!" umpat Kala usai menyeruput minuman pemberian Aksa yang ternyata adalah jahe.

"Bawel banget lo. Lagi kaga dicek dulu, main minum banyak aja!"

"Ya abang, kira-kira lah kasih air panas."

Aksa menatap Kala tajam. Kala terdiam. Apa kata-katanya terlalu tajam?

Aksa bangkit dari tempat duduk dan berjalan ke arah tangga.

"Abang!"

Kala menaruh cangkir di atas meja. Mengejar Aksa dan menarik lengannya.

"Abang, jangan marah. Kala ga bermaksud."

"Apaan si lo. Lebay." Aksa menoyor kepala Kala.

"Siapa juga yang marah. Orang gua mau ke kamar lanjutin ngerjain tugas."

"Udah awas minggir bocil."

Kala memanyunkan bibir. Ia menyeret tubuh menuju sofa dan berbaring di atas sofa yang empuk sambil menonton televisi.

Tingtong...

Terdengar suara bel rumah berbunyi. Kala terdiam. Tidak lama bel rumah berbunyi kembali.

Tingtong..

Kala mendengus sebab ia sudah bersiap udah tidur di sofa. Karena bel tersebut berbunyi gagal sudah, rasa kantuknya tiba-tiba menghilang. Digantikan rasa pusing sekaligus kepalanya terasa berputar-putar. Kala terdiam sejenak menstabilkan tubuh agar tidak terjatuh akibat darah rendah yang ia derita. Dirasa sudah tidak pusing Kala pun dengan terpaksa membuka pintu rumah.

Kala membuang napas kasar sebelum kembali melangkah untuk membuka pagar rumah. Menghampiri seorang cowok yang sudah berdiri di depan pagar rumahnya.

"Iya, cari siapa?" Cowok itu berbalik badan. Dan ternyata itu adalah Andra.

"Lho? Andra? Ada apa?" ucap Kala sambil menaikkan sebelah alis.

Tanpa menjawab pertanyaan Kala. Andra membuka ransel dan memberikan sebuah map pada Kala.

"Apa ini, Andra?"

"Buka aja."

Alis Kala bertaut. Dengan ragu Kala membuka map pemberian Andra. Terlihat sebuah formulir bertuliskan OLIPS atau olimpiade IPS.

"Ini maksudnya apa, Andra?"

Andra mengangkat kedua bahu. "Gak tau. Bu Loli nyuruh gua pas gua mau pulang buat ngasih itu ke lo."

Kala kembali terdiam sebentar. Mencerna ucapan Andra.

"Ini kamu yakin disuruh kasih ini ke aku? Gak salah orang?"

"Enggak."

"Nama lo Ini kala kan? Dan setau gua nama Anikala ya lo doang."

"Ada lagi yang mau lo tamyain? Kalo engga gua mau balik tidur di rumah."

Andra membalik badannya dan berjalan menjauh dari Kala. Belum beberapa meter Andra menghentikan langkah nya.

"Oh iya. Kata Bu Loli formulirnya besok udah haris dikasih."

"Ya udah gua pamit, Kal. Bye."

***


Kala mondar mandir bingung sambil membawa map berisi formulir pendaftaran olimpiade. Ia ingin bertemu dengan Bu Loli tapi ia terlalu malu untuk masuk ke dalam ruang guru.

"Kala? Kamu daritadi di sini?"

Kala menolehkan kepala saat Bu Loli datang hendak masuk ke dalam ruang guru.

"Ayo masuk, Kal."

Kala mengikuti langkah Bu Loli. Ia dipersilahkan duduk di depan meja Bu loli yang sudah tersedia dua bangku. Bu Loli masuk sibuk memasukkan beberapa buku ke dalam lokernya.

Sementara Kala sibuk memilin roknya. Masih bingung untuk menolak mengikuti olimpiade. Bu Loli yang sudah selesai dengan kegiatannya lantas duduk berhadapan dengan Kala.

"Udah diisi kan, Kal?" Kala menggelengkan kepala.

"Lho kenapa belum?"

"E—anu itu bu. Ibu ga salah milih saya buat ikut olimpiade?"

Bu Loli tersenyum mendengar ucapan Kala. Ia menggenggam tangan Kala yang tengah asik memainkan kuku tangan.

"Engga ibu gak salah pilih kok. Lagi pula ibu lihat nilai geografi kamu selama ulangan dengan nilai rapot cenderung bagus. Banyak nilai rata-rata sembilan puluh."

"Tapi bu.. Saya kan bukan juara kelas, ada Vira yang juara kelas di kelas saya. Dan nilai Vira sepertinya lebih bagus dari saya."

Bu Loli menggelengkan kepala dan ia mengusap punggung tangan Kala.

"Ibu rasa kamu lebih mampu dan ibu percaya kamu bisa."

Kala menatap Bu Loli yang merupakan wali kelasnya juga. Ia sedikit menimang sekaligus mencerna ucapan Bu Loli.

"Ibu mau memberikan kesempatan buat kamu. Karena Ibu tahu kalau, Bunda kamu berharap supaya kamu bisa seperti Aksa."

Kalau dipikir-pikir ucapan Bu Loli yang tergolong guru baru di sekokah nya itu adalah benar. Dan Kala tidak dapat menampik hal itu. Kala menggigit bibir bawahnya.

"Tolong bantu ibu juga ya. Supaya anak IPS juga bisa punya prestasi bukan hanya anak IPA saja."

"Kita berjuang bersama. Ibu berjuang supaya anak-anak IPS punya prestasi. Dan kamu berjuang untuk bisa memenuhi ekspektasi Bunda kamu." Bu Loli menatap Kala penuh harap.

"Permisi bu.."

Kala mengalihkan atensi saat seseorang mengetuk pintu ruang guru. Tampak lah seorang cowok dengan alis tebal bulu mata lentik bola mata coklat. Tidak lupa dengan baju yang sengaja dikeluarkan.

Bu Loli mendelik tajam ke arah baju cowok itu. Ia yang menyadari sorot mata Bu Loli langsung izin keluar sebentar untuk membenarkan pakaiannya.

Beberapa detik berlalu dan cowok itu pun kembali dengan baju yang sudah rapi. Ia pun duduk di samping Kala usai dipersilahkan duduk oleh Bu Loli. Kala menoleh dan ternyata itu Banu. Banu sedikit melempar senyum tipis.

"Ini bu formulir saya." Banu memberikan map berwarna biru tepat di depan Bu Loli. Bu Loli mengecek kelengkapan data Banu.

"Oke.. Udah lengkap ya. Nanti selanjutnya ibu kabarin kapan kita belajar bareng nya. Makasih ya, Nu."

"Sama-sama, Bu."

"Kala. Ibu tunggu nanti pulang sekolah udah diisi formulirnya." Kala hanya tersenyum bingung.

Kala kehabisan kata untuk menolak permintaan Bu Loli. Karena semua yang dikatakan itu adalah benar. Tatapan Kala kini beralih pada Banu yang duduk di sampingnya. Ia terlihat sibuk memainkan ponselnya seperti tidak ingin mencampuri urusan antara Kala dan Bu Loli.

Kring..

Bel berbunyi. Tanda istirahat kedua sudah selesai.

"Ya udah Banu, Kala kalian boleh kembali ke kelas."

Banu memasukkan ponsel nya ke dalam saku celana. Ia memimpin untuk bersalaman dengan Bu Loli sebelum pergi dari ruang guru. Kala mengikuti Banu.

Kala menabrak tubuh Banu yang tiba-tiba berhenti. Kala mendongakkan kepala menaikkan sebelah alis saat Banu menatapnya dengan penuh tanya.

"Kenapa?"

Dia diam. Kala hanya menatap Banu menunggu nya untuk berkata.

"Kenapa, Banu?" ulang Kala.

"Ng.. Engga jadi," ucapnya. Detim kemudian Banu pun buru-buru berjalan masuk ke dalam kelas.

'Kenapa dia? Aneh.'

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Varian Lara Gretha
5466      1684     12     
Romance
Gretha harus mempertahankan persahabatannya dengan Noel. Gretha harus berusaha tidak mengacuUhkan ayahnya yang berselingkuh di belakang ibunya. Gretha harus membantu ibunya di bakery untuk menambah biaya hidup. Semua harus dilakukan oleh Gretha, cewek SMA yang jarang sekali berekspresi, tidak memiliki banyak teman, dan selalu mengubah moodnya tanpa disangka-sangka. Yang memberinya semangat setiap...
Eagle Dust
314      234     0     
Action
Saat usiaku tujuh tahun, aku kehilangan penglihatan karena ulah dua pria yang memperkosa mom. Di usia sebelas tahun, aku kehilangan mom yang hingga sekarang tak kuketahui sebabnya mengapa. Sejak itu, seorang pria berwibawa yang kupanggil Tn. Van Yallen datang dan membantuku menemukan kekuatan yang membuat tiga panca inderaku menajam melebihi batas normal. Aku Eleanor Pohl atau yang sering mereka...
When Flowers Learn to Smile Again
793      586     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...
The First 6, 810 Day
528      374     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
She Is Falling in Love
532      331     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.
The World Between Us
2370      1024     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
Altitude : 2.958 AMSL
719      491     0     
Short Story
Seseorang pernah berkata padanya bahwa ketinggian adalah tempat terbaik untuk jatuh cinta. Namun, berhati-hatilah. Ketinggian juga suka bercanda.
Rekal Rara
12570      3673     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. â–Şâ–Şâ–Ş Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Bifurkasi Rasa
137      117     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
A Man behind the Whistle
1476      655     2     
Action
Apa harga yang harus kau tukarkan untuk sebuah kebenaran? Bagi Hans, kepercayaan merupakan satu-satunya jalan untuk menemukannya. Broadway telah mendidiknya menjadi the great shadow executant, tentu dengan nyanyian merdu nan membisik dari para Whistles. Organisasi sekaligus keluarga yang harus Hans habisi. Ia akan menghentak masa lalu, ia akan menemukan jati dirinya!