Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anikala
MENU
About Us  

Banu menghela napas panjang saat baru saja sampai di rumah. Ia pun segera turun dari motor yang sudah terparkir di garasi. Kemudian Banu melenggang masuk ke dalam rumah. Suasana sepi sudah menjadi makan sehari-hari bagi Banu.
Tanpa suara, tanpa tawa.

Banu pun menaiki tangga menuju lantai dua—tempat kamarnya berada. Baru saja hendak memegang knop pintu kamarnya. Suara kecil memanggil namanya dari bawah. Terdengar langkah kecil seseorang menaiki tangga.

"Abang... Abang. Abang Banu..."

Terlihat lah seorang anak perempuan berusia enam tahun berlari sambil memegang sebuah boneka beruang yang masih dibungkus plastik.

"Iya, kenapa Naya?" tanya Banu seramah mungkin.

"Abang, Naya mau nanya."

"Papa abang, mana?"

Kening Banu berkerut. Ia pun lantas berjalan melihat ke lantai bawah untuk melihat apakah ada Pradipta atau tidak. Pradipta sedang disibukkan oleh beberapa goodie bag yang Banu sangat yakni itu berisi main baru untuk Naya. Kemudian, selepas melihat Pradipta yang berada di ruang tamu. Banu kemudian berjongkok agar sejajar dengan tinggi adik tirinya itu.

"Papa ada di bawah, Naya."

Seketika raut wajah Naya berubah seakan marah. Naya pun mengelengkan kepala kuat. Seolah marah.

"Engga! Itu bukan Papa abang! Itu papa Naya!" kelakar Naya. Dan ia pun lantas menghempas tangan Banu dari lengannya. Dan pergi menuruni tangga.

Banu hanya bisa mengelengkan kepala dan menarik napas dalam. Dan kemudian ia masuk ke dalam kamar. Melangkah menuju jendela kamar. Ditatap langit senja yang sedikit mulai mengelap, karena mendung. Banu suka melihat warna langit ketika senja. Sebab, begitu damai dan menenangkan hati dan pikiran Banu meskipun hanya sebentar.

Banusastra berdecak singkat saat teringat kembali perkataan Naya-adik tirinya. Naya masih terlalu dini untuk bisa mengerti dan memahami maksud dari ucapannya terhadap Banu. Maka dari itu, yang umurnya lebih tua harus bisa memahami.

Usai Naya pergi, Banu terdiam cukup lama. Ia berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Setelah merasa cukup membaik, Banu berdiri dan mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu. Seragam sekolah yang ia pakai sejak pagi belum sempat ia ganti. Bergegas Banu memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri.

Selepas mandi serta menganti pakaian, Banu merebahkan tubuh di tempat tidur. Menatap langit-langit kamar yang sudah meremang, karena lampu kamar sudah ia matikan yang tersisa hanya cahaya lampu tidur.

Sepi dan sunyi suasana rumah Banu. Pradipta-Ayah tiri Banu, Harsana-Mama kandung Banu dan Kanaya atau Naya. Sedang pergi keluar mencari angin malam atau lebih tepatnya jalan-jalan malam. Banu sebenarnya diminta untuk ikut, namun Banu lebih memilih untuk di rumah saja.

Banu sudah tidak bisa lagi untuk berpura-pura terlihat baik-baik saja melihat Harsa bersama Pradipta. Ada luka yang tertoreh begitu dalam di sana yang belum bisa disembuhkan—ketika melihat kebersamaan Pradipta dengan Harsa bahkan Naya.

Perasaan Banu hampa. Kini, hanya dirinya yang ia punya. Meski ia memiliki sahabat yang selalu ada, tetapi Banu tidak ingin apa yang menjadi masalahnya bahkan bebannya ia bagikan kepada teman-temannya. Jadi, ia tidak boleh beban dipundak   mereka dengan berbagi keluh kesahnya. Karena, semua memiliki masalah, dan keluh kesahnya tak perlu dibagi cukup dirinya saja yang mengetahui.

Banu menarik napas dalam, lalu memejamkan mata. Ia rindu Riznan-Ayah kandungnya-yang kini sudah bahagia di surga. Banu meneteskan air mata secara tiba-tiba tanpa bisa ia duga. Beruntungnya ia sedang berada di kamar sendirian bukan ketika bersama teman-temannya.

Hati Banu begitu rapuh. Kini memori-memori indah bersama Riznan pun menyeruak begitu saja. Rasanya terlalu cepat rona kebahagiaan yang ia miliki saat itu. Memiliki keluarga utuh dalam arti keluarga bahagia bagi beberapa orang.

Dalam kesunyian, semesta seolah menamparnya. Ada duka yang terus-menerus tersalurkan ketika Banu dalam keheningan. Di antara harapan hidup yang mengawang. Ia yang ternyata tak pernah benar-benar pergi. Ia datang kembali setiap kali Banu terdiam dalam hening.

Suara-suara tahlil dan yasin kala itu seakan berputar menyeruak ke dalam memori kepedihan.Sejak januari tahun itu. Banu kehilangan tempat dan arah tujuan untuk sekadar berkeluh kesah berbagi kebahagiaan. Dunia kebahagiaan Banu rutuh seketika ketika kehilangan sosok yang menjadi inspirasinya telah pergi untuk selamanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
(L)OVERTONE
2426      855     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
SENJA
564      436     0     
Short Story
Cerita tentang cinta dan persahabatan ,yang berawal dari senja dan berakhir saat senja...
Reality Record
3068      1069     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...
YANG PERNAH HILANG
1771      661     24     
Romance
Naru. Panggilan seorang pangeran yang hidup di jaman modern dengan kehidupannya bak kerajaan yang penuh dengan dilema orang-orang kayak. Bosan dengan hidupnya yang monoton, tentu saja dia ingin ada petualangan. Dia pun diam-diam bersekolah di sekolah untuk orang-orang biasa. Disana dia membentuk geng yang langsung terkenal. Disaat itulah cerita menjadi menarik baginya karena bertemu dengan cewek ...
Samantha
488      353     0     
Short Story
Sesosok perempuan bernama Samantha yang terlalu percaya atas apa yang telah dia lihat di parkiran sekolah, membuatnya mengambil keputusaan untuk menjauhi sosok laki-laki yang dia cintai.
Ketika Sang Mentari Terbenam di Penghujung Samudera
208      175     2     
Short Story
Tentang hubungan seorang ayah dan putranya yang telah lama terpisah jauh
Rumah Tanpa Dede
166      111     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
DUA PULUH MENIT TERAKHIR
444      317     0     
Short Story
Setiap waktu sangat berarti. Selagi ada, jangan terlambat untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena kita tak tahu kapan waktu akan merenggutnya.
Bottle Up
3140      1283     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.