Sepanjang pelajaran Leo terlihat tidak memperhatikan. Isi kepalanya hanya tentang Mireya. Leo merasa harus segera menemukan Mireya namun tidak tahu harus ke mana, bahkan saat sudah waktunya istirahat, nomor Mireya belum juga aktif.
"Sebelumnya lo pernah gak pergi ke suatu tempat sama Mireya?" tanya Willy yang mencoba memberi ide sembari berdiri di samping Leo.
"Ada dua tempat, tapi apa mungkin Mireya ke sana?" Leo menatap Willy dengan ragu.
"Bisa saja, apa lagi kalau tempat itu meninggalkan kesan mendalam. Kebanyakan orang akan pergi ke tempat yang istimewa sebelumnya hanya untuk melepas stres," jelas Willy.
Leo bangkit dan meraih tas yang tergantung di kursinya "Gak ada salahnya dicoba," ucap Leo pada akhirnya.
"Tenang saja, Le. Mireya itu lebih pintar dari aku, jadi dia gak mungkin menyerah begitu saja," kata Audry yang semakin hari semakin terlihat beda. Seperti lebih baik? Seperti luka yang sedang diobati untuk sembuh.
"Lo pasti akan menemukannya," kata Andrea dengan wajah meyakinkan Leo.
Dengan langkah pasti dan harapan yang tinggi, Leo pergi dari sana. Namun, baru beberapa langkah dari pintu masuk Kelas, terdengar suara perempuan yang memanggilnya. Leo pun membalikan tubuh ke arah belakang.
"Ada apa?" tanya Leo pada Kinanti yang sudah berada di hadapannya.
"Aku gak yakin Mireya ada di sana atau nggak, tapi aku rasa Kak Leo perlu tahu ...."
Setelah meletakkan gelas di wastafel, Mireya melangkah keluar. Berjalan ke arah bangku panjang di bawah pohon mangga itu. Mendudukkan diri di sana hanya membuat Mireya mengingat kembali kenangan-kenangan yang bisa ia ingat. Seperti saat ia duduk di bangku kelas 2 SMP di mana ia meletakkan kepalanya di pangkuan Mama-nya, tiduran sejenak di bawah langit sore itu.
Tentu Mireya merindukan saat-saat itu berharap bisa terulang kembali, namun sangat tidak mungkin. Di depan sana dengan jarak yang lumayan jauh, terlihat 2 orang anak kecil perempuan yang bermain lari-lari di halaman Rumah mereka. Mireya menatap mereka penuh perhatian. Rindu saat dirinya masih anak-anak.
Bukankah masa kanak-kanak lebih indah dari masa remaja dan dewasa? Karena semakin kamu tumbuh, kamu akan semakin mengenal luka, semakin rentan untuk lebih tersakiti, bukan?
Bagi Mireya masa kanak-kanak adalah masa terindah dalam hidupnya. Karena di sanalah Mama-nya hidup. Di masa lalu lah Mama-nya tinggal. "Kalau Mama masih ada, saat ini aku gak akan sendirian di sini," gumam Mireya dengan mata berkaca-kaca.
"Mireya, Mireya!" panggil Nenek-nya yang baru tiba dari warung dengan salah satu tangan memegang kantong kresek putih. Mireya menghampirinya.
"Nenek kayak habis memenangkan lotre, wajahnya senang gitu," ucap santai Mireya.
Neneknya mengambil sesuatu dari dalam kantong, memperlihatkan bungkusan ice cream rasa strawberry. "Nenek mendapatkannya setelah membujuk seorang anak kecil buat memberikan ice cream strawberry satu satunya itu sama Nenek," cerita Nenek dengan wajah penuh semangat.
Mireya tersenyum sembari mengambil bungkus ice cream itu dari tangan Nenek-nya. "Terima kasih atas ice creamnya, Nek. Tapi, lain kali Nenek gak perlu sampai membujuk seseorang."
"Nenek cuma ingin selama di sini kamu bahagia seperti saat-saat itu," kata Nenek-nya, lembut.
"Aku akan coba sebahagia hari-hari itu." Dengan wajah berusaha kuat.
"Kalau gitu, Nenek mau masak untuk kita makan."
"Iya."
Mireya kembali duduk di bangku panjang dengan ice cream yang bungkusnya ia buka, lalu dimakannya ice cream. Mireya pun teringat gambar di buku sketchbook. "Sekarang di tempat yang sama, aku sudah sebesar ini, Ma ...." gumam Mireya dengan wajah sendu.
Di tempat lain, Leo terlihat sedang terduduk bingung di salah satu kursi Cafe tempatnya dan Mireya hari itu makan ice cream. Leo tatap ice cream choco mint yang sudah setengah mencair setelah hanya sekali dimakan. Leo sudah ke Skywalk Senayan Park juga, namun tak ditemukannya Mireya. Leo teringat tempat yang sebelumnya Kinanti bilang. "Apa aku coba saja?" tanya Leo pada diri sendiri.
Diambilnya handphone yang ada di meja. Menelepon seseorang. "Hallo, Ma."
"Kenapa, Le?"
"Bisa pesankan tiket pesawat buat aku sekarang?"
"Lho, bukannya kamu lagi di sekolah? Buat apa?" tanya Mama-nya dengan nada bingung.
"Nanti aku ceritakan."
Beberapa jam kemudian...
Hari sudah sore, Mireya sedang menonton suatu acara di tv. Datang Nenek-nya membawa sebuah piring berisi pisang goreng yang ia letakkan di atas meja. "Manusia zaman sekarang semakin banyak yang gak berperilaku layaknya manusia," ujar Nenek-nya sembari menatap layar tv yang memperlihatkan suatu berita kriminal.
Mireya ambil pisang goreng itu yang ia tatap. Pisang goreng yang sama dengan waktu itu. Pisang goreng buatan Mama Leo, di mana Mireya menikmatinya bersama Leo. Apa ya yang lagi dilakukan Kak Leo? Dia gak lagi nyari aku, kan?
Pisang goreng di tangannya yang terasa enak itu dalam sekejap habis dan saat hendak mengambilnya lagi, ketukan pintu terdengar. Mireya menoleh ke arah Nenek-nya yang berdiri dari duduk. Berjalan ke arah pintu, membukanya, dan Mireya tidak bisa melihat siapa yang datang.
"Ada apa perlu apa ya?" tanya Nenek-nya yang terdengar oleh Mireya yang asik menikmati pisang goreng kedua.
"Benar ini Rumah Nenek-nya Mireya?"
Mendengar namanya disebut oleh suara yang tidak asing, Mireya yang sudah menghabiskan pisang goreng kedua, menghampiri Nenek-nya. Sudah berada di belakang Nenek-nya, Mireya mematung. Sedangkan wanita paruh baya dan pemuda yang ditatap Mireya bergantian itu, tersenyum.
"Bagaimana bisa Mama sama Kak Leo di sini!" ucap Mireya dengan wajah tak percaya.
"Kamu kenal sama mereka?" tanya Nenek-nya sembari menatap Mireya yang tak menjawab, masih menatap Mama Leo dan Leo dengan wajah shock.
"Ini Leo, pacarnya Mireya," kata Mama Leo sembari menatap Leo sekali.
"Jadi, Mireya sudah punya pacar," kata Nenek-nya dengan nada lembut.
"Kalau saya Mama-nya Leo." Mama Leo tersenyum hangat yang disambut Nenek Mireya dengan senyuman hangat juga.
Nenek Mireya mempersilakan tamu-nya itu masuk. "Sebaiknya kamu temani mereka, Nenek mau buat minum," bisik Nenek-nya padw Mireya yang masih saja mematung.
Mireya berjalan ke arah Mama Leo dan Leo yang tengah menatapnya. Duduk di samping Mama Leo yang langsung menyentuh salah satu tangan Mireya. "Syukurlah kamu baik-baik saja." Mama Leo terlihat lega.
"Mama tahu dari mana aku di sini?"
"Leo."
Mireya menatap Leo yang tengah menatapnya, dan sedari tadi lelaki itu hanya diam. "Pas Leo bilang kamu pergi dari Rumah, Mama langsung ikut Leo mencari kamu. Mama ingin memastikan langsung kalau kamu baik-baik saja."
"Pergi dari Rumah? Bukannya kamu sudah izin sama Papa kamu?" tanya Nenek-nya sembari meletakkan gelas es teh manis di hadapan Mama Leo dan Leo.