"Bukankah seharusnya aku yang mengatakan hal itu? Aku senang bisa mengenal kamu," kata Leo dengan nada lembut.
"Ke depannya aku gak bisa lagi bertemu Mama." Dengan wajah serius. Seolah perkataannya bukan bercanda atau asal bicara.
"Kenapa? Mama sudah mengecewakan kamu?" Leo bingung.
"Bukan hanya Mama, aku juga gak bisa sedekat ini lagi sama Kak Leo!" ujar Mireya dengan nada tegas.
Leo yang mendengar itu semakin dibuat bingung. Ada apa dengan Mireya? Kenapa dia seperti akan memutus hubungan dengan Leo dan Mama Leo? Leo tentu tidak akan membiarkannya. Leo tidak akan membiarkan Mireya menghilang dari hidupnya!
"Aku gak akan membiarkan kamu pergi dari hidup aku, Mire!" tegas Leo. Seketika Mireya teringat ucapan Audry sebelumnya di mana Leo tidak akan membiarkan Mireya pergi.
"Jangan terlalu terikat sama aku, Kak!" Mireya menahan rasa sakit dan tangisnya mati-matian.
"Kenapa? Apa ada yang menyuruh kamu menjauh dari aku?" tanya Leo dengan nada sedikit tak santai.
"Hidup aku terlalu rumit, aku gak mau menyeret Kak Leo ke dalam hal yang mempersulit hidup Kak Leo. Kita gak cocok bahkan hanya untuk berteman."
Leo menatap dalam Mireya. Tidak ada yang tahu bahwa Leo sudah lama tertarik pada Mireya, dan rasa tertariknya meningkat saat bisa mendekati Mireya hingga akhirnya rasa tertarik itu berujung suka. Leo hampir tahu semua tenang Mireya, tanpa Mireya tahu.
"Sesulit apa? Harus berurusan sama keluarga yang gak benar-benar menerima kehadiran kamu? Atau harus sabar nahan emosi saat ada teman yang meminta tolong tanpa benar-benar membutuhkan pertolongan?"
"Berada di sisi aku hanya akan buat Kak Leo lelah dan bosan. Gak ada yang istimewa dari aku yang hanya tercipta untuk menjadi peran pendukung!"
Leo memasang wajah tidak suka dengan ucapan Mireya yang satu itu. "Untuk apa Tuhan menciptakan manusia dengan masing-masing cerita hidupnya kalau hanya jadi karakter pendukung? Kita adalah karakter utama dalam hidup masing-masing! Kamu bukan karakter pendukung untuk siapa pun, Mireya. Kamu karakter utama dalam hidup kamu sendiri."
Perkataan Leo sedikit menghibur Mireya yang selalu menganggap hidupnya tak terlalu berarti karena terus berada dalam bayang-bayang orang lain, berada di belakang orang lain, tentu seperti karakter pendukung.
Tapi, Mireya pernah merasa seperti karakter utama dari sebuah buku saat hidupnya masih begitu sempurna, saat Mama-nya masih ada dan Papa-nya masih sangat perhatian.
"Karakter utama? Itu hanya sebuah mimpi yang sudah aku tinggal jauh di belakang sana!" Leo bisa melihat kesedihan di mata gadis yang ia suka itu.
"Kamu akan terus seperti ini, mm?"
"Justru itu Kak Leo gak pantas dekat dengan aku!"
"Bukan kamu yang menentukan pantas-nggak nya, Mireya!" balas Leo tegas.
"Kak Audry lebih butuh Kak Leo."
Akhirnya Leo pun tahu apa yang membuat Mireya tiba-tiba bersikap seperti itu. Leo pikir Mireya sudah tahu apa yang terjadi pada Audry. Jadi Audry lebih pantas bahagia dari pada kamu?
"Aku gak bisa terus di samping Audry dan Audry tahu itu."
"Kalau Kak Leo gak bisa melakukannya Kak Leo bisa kehilangan Kak Audry dan mungkin untuk selamanya." Alih-alih mencoba memahami hatinya yang ingin terus bersama Leo, Mireya memilih mengorbankan perasaannya. Terlihat membujuk Leo.
"Pada akhirnya Audry akan menemukan hal yang benar-benar membuatnya bahagia. Kebahagiaan Audry gak terletak di aku, Mire."
Mireya menoleh ke arah lain sesaat sebelum kembali menatap Leo. "Bagaimana bisa kebahagiaan Kak Audry bukan Kak Leo?! Apa Kak Leo saja tahu gimana perasaan Kak Audry sama Kak Leo?" Dengan wajah mulai frustasi. Mireya ingin segera menyelesaikan pembicaran itu.
"Kamu sendiri apa tahu gimana perasaan aku ke kamu?" Leo bertanya balik. Membuat Mireya terdiam. Justru karena Mireya mulai memikirkan sesuatu perihal Leo, makanya ia tidak bisa berbicara.
"Sudah lah, Kak. Aku sudah ngantuk. Terima kasih sudah mengantar pulang." Saat Mireya hendak melangkah, salah satu tangannya digapai Leo.
"Aku akan tetap seperti sekarang, gak peduli kalau kamu mau menjauhi aku." Sembari menatap Mireya yang membelakangi Leo. Kemudian, Leo melepas Mireya yang hanya diam.
Dengan langkah pasti namun terasa berat dan sakit Mireya pergi dari sana. Masuk ke dalam Rumah, setelah menutup pintu, bersandar pada pintu dengan mata berkaca-kaca.
"Kalian habis putus atau salah satu dari kalian ditolak?" tanya Cyntia dengan wajah lebih ke meledek dari pada bertanya serius dan menaruh perhatian yang dalam pada Mireya.
Mireya menegakkan badannya, mencoba untuk kuat. Lebih tepatnya jangan sampai meneteskan air mata di depan Cntia!
"Gak ada apa-apa kok," kata Mireya dengan wajah dibuat datar.
"Teman cowok kamu tampan juga. Apa kamu gak punya perasaan sama dia?"
"Kenapa aku harus punya perasaan sama dia?" tanya Mireya balik.
"Karena dia tampan? Atau sangat baik sama kamu?"
"Bukankah aku harus sadar diri?"
"Sadar diri? Aku kira kamu gak memiliki pemikiran seperti itu."
"Bagaimana mungkin seseorang seperti Leo bersama perempuan yang hidupnya gak hebat kayak Kak Cyntia?"
Cyntia tersenyum, bangga pada dirinya sendiri. "Seharusnya kamu kayak Kakak, biar masa depan kamu cerah. Kamu masih memiliki waktu, Mireya."
"Maaf, Kak. Aku harus segera mandi soalnya tubuh aku rasanya lengket sekali." Mireya tinggalkan Cyntia dengan kesombongannya.
Leo telah sampai di Rumah-nya, mendudukkan diri di sofa panjang dengan wajah kusut. Datang Papa-nya yang memakai baju santai. Mendudukkan diri di sofa single.
"Wajah kenapa begitu? Ada masalah?" tanya Papa-nya dengan menaruh perhatian penuh.
"Dulu, waktu Papa dapetin Mama, mudah gak?"
"Gak mudah sih. Mama kamu gak langsung terima Papa walau tahu Papa suka sama Mama kamu."
"Kenapa gitu?"
"Mama kamu mau fokus sama sekolahnya SMA nya dulu, baru setelah kuliah, Mama kamu nerima cinta Papa."
"Berarti kalau langsung nerima pas kuliah, dari sebelumnya Mama sudah suka ya sama Papa?" tanya Leo yang semakin tertarik dengan kisah cinta Papa dan Mama-nya.
"Papa rasa seperti itu. Waktu SMA sudah ada perasaan cuma ditahan."
"Tapi, kayaknya setelah kuliah pun gak akan mudah buat aku." Leo menghela nafas, berat.
Papa-nya Leo menepuk bahu sang anak dengan sedikit keras. "Kamu tahu hal apa yang patut dibanggakan dari laki-laki?"
"Nggak tahu."
"Sikap berjuangnya! Jangan menyerah dan terus lakukan yang terbaik yang kamu bisa." Dengan wajah semangat 45. Mencoba menyemangati Leo yang butuh semangat.
Leo tersenyum mendengar hal itu. Selain memiliki Mama terbaik, Leo juga memiliki Papa terbaik. Semakin merasa beruntung menjadi anak Papa dan Mama-nya.
Aku gak akan menyerah, Mire. Aku akan tunjukkan sama kamu kalau kamu berhak hidup sesuai dengan apa yang kamu harapkan selama ini. Bahwa kamu pantas untuk bahagia...