Mireya hendak berjalan namun tiba-tiba oleng dan spontan Leo menopang tubuh Mireya. Kinanti di belakang sana, mencoba menahan senyum. "Kamu terlalu memaksakan diri, Mire," kata Leo yang terlihat mengkhawatirkan Mireya.
Mireya menegakkan kembali tubuh. "Kalau aku tetap di kursi roda nanti yang ada kakinya malah kaku dan lama sembuhnya. Lagi pula sudah gak terlalu sakit kok," kata Mireya yang tidak ingin membuat Leo khawatir.
"Bagaimana kalau kamu jatuh lagi?" Dengan wajah serius.
"Tenang saja Kak ada aku," ucap Kinanti yang terlihat tidak ingin melihat suasana yang cukup serius.
"Aku bisa mempercayai kamu, bukan?"
"Tentu saja. Oh ya Kak, hampir lupa. Aku mau tanya hal yang buat aku penasaran. Pagi tadi aku lihat Kak Leo, Kak Willy sama Kak Andrea meninggalkan sekolah, ke mana? Kalian gak mungkin bolos, bukan?" tanya Kinanti yang nampak sudah lebih nyaman dengan Leo.
"Menemui Audry."
"Ohh, Kak Audry gak masuk yaa."
Drrrtt drrrtt drrrtt
Leo dan Mireya sedikit menggeser posisi berdiri karena ada yang mau lewat, setelahnya Leo mengeluarkan handphone dari dalam saku jaket. Menyentuh sekali layar handphone, lalu menempelkan pada telinga.
"Hallo, Ma."
"Pulang nanti bisa bawa Mireya gak?"
"Mireya? Tergantung sih, kalau Mireya nya mau," jawab Leo sembari menatap Mireya yang menatap Leo.
"Kalau gitu, kamu tanyakan."
"Iya."
"Okay, itu saja." Panggilan berakhir dan Leo kembali memasukkan handphone ke dalam saku jaket.
"Mama tanya, aku bisa bawa kamu ke Rumah lagi gak?"
"Tentu saja." Mireya tersenyum lembut. Mireya merasa tak perlu memikirkannya lagi karena ia merasa nyaman di dekat Leo dan keluarganya.
"Kak, gak mau ngajak aku?" tanya Kinanti, asal bicara.
"Lain kali." Leo melangkah pergi dari sana.
"Baiknya cuma sama Mireya," ujar Kinanti yang berpura-pura kesal. Mireya yang melihat itu tersenyum, merasa lucu. Mereka berdua kembali melajutkan langkah kaki.
.
.
"Ma?" panggil Leo sembari memasuki Rumah bersama Mireya.
Mama-nya keluar dari arah belakang dikuti Audry yang memakai baju biasa. Manik mata Audry dan Mireya bertemu. Leo tidak menyangka bahwa ada Audry.
"Ada Audry, ada Mireya juga, rasanya seperti Mama memilki 2 anak perempuan." Dengan wajah nampak bahagia.
Leo menoleh ke arah Mireya yang berada di sampingnya. "Kamu gakpapa kan aku tinggal sendiri? Soalnya aku harus kembali ke sekolah buat latihan." Mireya tersenyum sembari menganggukan kepala.
"Kamu mau kembali ke Sekolah?" tanya Mama-nya.
"Iya, Ma. Pertandingannya 3 hari lagi."
"Mireya bisa pergi ke Dapur sama Audry, bantu Audry buat kue cokelat! Mama ada yang mau dibicarakan sama Leo," kata Mama Leo dengan lembut.
Mireya melangkah pergi dari sana bersama Audry.
Mama-nya berjalan hingga benar-benar di hadapan Leo. "Audry datang saat jam sekolah, ada apa? Apa sesuatu terjadi padanya?" tanya Mama-nya serius.
"Aku gak tahu apa yang terjadi dengannya, tapi mental Audry lagi gak baik, Ma. Kita harus mengawasinya! Audry hampir mau menenggelemkan dirinya di Pantai! Untung saja aku, Willy sama Andrea datang tepat waktu."
Wanita paruh baya itu nampak khawatir. Walau tak ada hubungan darah, Mama Leo sudah menganggap anak dari sahabatnya itu seperti putri-nya sendiri.
"Mama gak mau Audry berakhir seperti Mama-nya."
"Aku juga mau kehilangan Audry."
Tanpa mereka sadari dari balik dinding terdapat Mireya yang mendengar itu semua. Mireya yang ingin mengatakan sesuatu yang singkat pada Leo pun mengurungkan niatnya. Mireya pun tahu sepenting apa Audry dalam hidup Leo dan keluarganya. Mireya kembali menemui Audry.
Mireya berjalan ke arah Audry yang sedang menuangkan adonan bolu cokelat ke dalam loyang. Menatap Audry dengan tatapan berbeda dari biasanya. Mireya mulai kasihan pada Audry?
"Aku boleh tanya, apa arti Kak Leo dalam hidup Kak Audry?" tanya Mireya dengan nada lembut dan tatapan hangat.
Audry letakkan bowl berisi cokelat sebelumnya, lalu menatap Mireya. "Leo? ... seseorang yang gak ingin aku kehilangannya. Seseorang yang harus selalu ada di setiap perjalanan hidup aku." Mireya bisa lihat betapa berartinya Leo dalam hidup Audry melalui matanya.
"Kak Audry suka sama Kak Leo?" Mireya tetap bertanya walau ia sendiri tidak siap mendengar jawabannya.
"Kalau aku suka kenapa? Kamu akan memberikan Leo? Aku tahu Mireya kalau kamu suka sama Leo," kata Audry santai.
"Kalau kehadiran Kak Leo alasan Kak Audry bahagia, aku akan merelakannya," kata Mireya yang terlihat serius dengan ucapannya.
Audry tersenyum, miris. Bahwa semua tak semudah pemikiran Mireya, bukan?
"Leo gak akan pernah membiarkan kamu pergi dari hidupnya."
"Kak Leo harus bersama seseorang yang bisa membuatnya ke depannya gak terlibat masalah." Tatapan tulus itu membuat siapa pun yang melihatnya akan merasa sedih. Bahwa Mireya bisa melepas sesosok yang sudah mampu membuatnya tersenyum bahagia setelah sekian lama tidak memiliki alasan untuk bahagia.
"Sudah lah, kita gak perlu bahas itu lagi!" tegas Audry.
"Kak Audry harus tahu satu hal kalau kehadiran Kak Audry itu berarti untuk Kak Leo dan Mama-nya! Kalau mereka gak mau sesuatu terjadi sama Kak Audry."
"Eh eh eh, ada apa nihh," ujar Mama Leo yang baru datang.
Audry langsung menyalakan oven sementara Mireya menatap Mama Leo sembari tersenyum manis.
"Mireya sebelumnya pernah buat bolu?" tanya Mama Leo yang berdiri di depan meja dapur.
"Belum pernah."
"Kalau gitu, Mama akan mengajarinya!" Lalu, tersenyum.
"Ma, Audry ke Kamar Mandi dulu yaa."
"Iya, anak gadis pertama, Mama." Seraya tersenyum.
Mireya pun tahu bahwa hidup yang selama ini ia jalani tak seberat kisah hidup Audry dan orang lain di luar sana. Walau kerap kali lelah dan bertanya-tanya kapan semuanya akan menjadi lebih indah.
Mereka pun mulai melakukannya, membuat bolu cokelat. Dengan lembut Mama Leo mengajari Mireya. Sedangkan Audry hanya diam, memperhatikan. Bukankah Mama Leo benar-benar seperti memiliki dua putri yang cantik-cantik?
"Kamu tahu gak, Mireya? Kamu itu mirip seseorang yang Mama kenal." Sembari memperhatikan Mireya yang sedang memixer adonan.
"Kalau boleh tahu mirip siapa, Ma?" tanya Mireya sembari menoleh ke arah Mama Leo.
"Seorang perempuan yang Mama kenal dari pameran lukisan."
"Seseorang yang juga suka lukisan?" Mireya kembali menatap adonan.
Mama Leo menggelengkan kepala. "Dia seorang pelukis berbakat dan cukup terkenal di Indonesia."
Sontak Mireya teringat Mama-nya. Tapi, pelukis berbakat dan terkenal bukan hanya Mama-nya. Pasti pelukis lain, bukan?
"Cantik gak, Ma?" Sembari menatap Mama Leo.
"Wajah cantiknya seperti kamu."
"Benarkah, Ma? Padahal aku gak biasa saja loh."
Mama Leo menoleh ke arah Audry. "Mireya cantik kan ya Audry?"
Audry menatap sesaat Mireya, lalu menatap kembali Mama Leo. "Iya, cantik." Dengan wajah datar.
.
.
"Gimana hari ini belajar buat kuenya sama Mama?" tanya Leo di tengah langit yang sudah malam, depan pagar Rumah Mireya.
"Baik, jadi pembelajaran sendiri buat aku." Dengan wajah datar.
"Syukurlah kalau kamu merasa seperti itu."
"Kak, aku bahagia bisa mengenal Kakak dan keluarga Kakak ...."