Loading...
Logo TinLit
Read Story - Main Character
MENU
About Us  

"Gak merepotkan?" tanya Mireya, memastikan bahwa Leo tidak akan menyesal nantinya setelah mengantar pulang.

"Kalau merepotkan aku gak akan menawarkan tumpangan," ucap Leo dengan wajah datar.

"Okay, ayo kita pulang. Tapi, aku ambil tas di Ruang osis dulu."

Jangan kira Mireya akan menolak, karena Mireya bukan gadis dengan karakter dingin yang menjaga jarak. Bukankah lebih baik mengirit uang? Terlepas dari Mireya yang kebutuhannya selalu tercukupi.

Bukannya langsung duduk di belakang Leo yang sudah duduk di atas motor sportnya bahkan sudah memakai helm, Mireya malah menatap lama motor. Seperti memikirkan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Leo heran.

"Sebelumnya aku gak pernah naik motor gede kayak gitu. Nyaman kan?"

"Kalau gak nyaman gak akan aku pakai."

Perlahan Mireya naik, duduk di atas jok yang tinggi itu. "Pegangan! Nanti jatuh," perintah Leo.

Mireya yang bingung pegangan di mana karena rasanya tidak enak menyentuh Leo yang sepertinya tak masalah. Tidak ada pergerakan pada Mireya, Leo pun menarik kedua tangan Mireya, melingkarkan pada pinggangnya. Karena takut jatuh, Mireya pun tak ada pilihan lain. Dengan perasaan terpaksa Mireya pun melakukannya.

Leo jalankan motor dengan kecepatan sedang. Mireya mencoba memperhatikan jalanan di tengah rasa takut yang mulai hilang. Mireya kira akan menakutkan.

Tidak membutuhkan waktu lama motor berhenti tepat di depan pagar Rumah Mireya setelah Mireya mengarahkan Leo. Mireya turun dengan hati-hati. Berdiri menghadap Leo yang menatap Mireya dengan wajah selalu datar dan dingin.

"Terima kasih atas tumpangannya," ucap Mireya lalu tersenyum tipis.

"Sama-sama." Leo menjalankan motornya, meninggalkan Mireya yang masih berdiri di sana menatap kepergian Leo. Mireya baru menyadari, suara motor yang menjauh itu meninggalkan kehangatan yang tak pernah ia duga dari lelaki sekaku Leo.

Baru saja menapakkan kaki di Rumah, keluar Ibu-nya dari arah belakang dengan celemek yang dipakainya. "Kebetulan kamu sudah pulang, bantuin Ibu masak untuk makan malam!"

"Iya, Bu. Mire ganti baju dulu."

Selain teman yang baik Mireya tentu anak perempuan yang baik. Padahal Mireya selelah itu, tapi tak pernah mengatakan "tidak". Mungkin karena wanita itu telah menjadi Ibu sambungnya makanya Mireya tidak enak jika mengatakan "tidak".

Mireya benar-benar menepati janjinya. Sehabis ganti baju, ia langsung menghampiri Ibu-nya yang ada di Dapur. Ibu-nya langsung memberikan tugas pada putri tiri-nya itu membuat perkedel.

"Kamu sudah tahu kalau Kakak-mu itu akan berada di Paris selama seminggu?" tanya Ibu-nya sembari mengaduk-aduk sup ayam yang ada di panci.

"Kak Cyntia gak bilang apa-apa." Sembari mengupas kentang.

"Mungkin pulang nanti dia baru akan kasih tahu kamu ... kamu gak mau kayak Kakak kamu yang suka bolak-balik luar negeri?"

"Mire belum tahu."

"Ibu bangga sekali memiliki anak seperti Cyntia." Dengan nada lebih tepatnya menyindir. Bahwa Cyntia lebih luar biasa dari Mireya.

Mireya yang merasa Ibu tiri-nya itu seperti sedang membanding-bandingkan, memilih untuk tidak peduli. Lagi pula Mireya tidak bisa ikut-ikut orang dalam menentukan hidupnya sendiri.

"Bukankah hidup sempurna yang dimiliki Cyntia idaman semua perempuan? Pekerjaan yang luar biasa, teman banyak dari kalangan atas, dan memiliki kekasih seorang pengusaha ternama," ucap Ibu-nya yang masih membanggakan anak kandungnya.

Ibu-nya itu memang tidak pernah berbicara nada tinggi, melakukan kekerasan pada Mireya tapi seperti (membunuh secara diam-diam).

"Mire juga bangga bisa jadi Adik-nya," kata Mireya yang lebih memilih mengatakan hal seperti itu. Tidak menunjukkan bahwa ia sedikit sedih.

"Apa kamu akan mengikuti jejak Mama kamu itu sebagai pelukis?" Ibu-nya beralih berdiri di samping Mireya, menatap dari samping Mireya.

"Mire benar-benar belum tahu ke depannya mau kayak gimana," jawab Mireya tanpa menatap Ibu-nya.

"Ibu saranin lebih baik kamu gak mengikuti jejak Mama kamu itu karena nanti setelah berkeluarga, kasihan keluarga kamu. Perhatian kamu pasti lebih ke lukisan-lukisan itu, sama seperti Mama kamu. Sampai Papa kamu lebih sering kesepian dari pada bersenang-senang."

Mireya tidak tahu bagaimana Mama-nya di mata orang lain Mireya hanya tahu bahwa Mama-nya adalah Mama terbaik yang pernah ia miliki. "Mama adalah Mama terbaik untuk putri satu-satunya!" Dengan nada tegas dan sorot mata tajam.

Ibu-nya seketika langsung beralih posisi berdiri di depan kompor lagi dan tidak lama datang putri kesayangannya itu dengan langkah kaki sungguh seperti model. "Wahh, lagi masak apa nih?" Cyntia berhenti di samping Mireya, melihat apa yang sedang Mireya lakukan, dan Mireya bersikap biasa, tidak menyambut kepulangan Cyntia.

"Oh ya, Mire. Kakak lupa kasih tahu kamu kalau selama seminggu Kakak akan berada di Paris dan Kakak mau minta tolong sama kamu."

"Minta tolong apa?" tanya Mireya sembari menatap Cyntia.

"2 hari sekali tolong bersihkan Kamar Kakak yaa? Kamu kan tahu sendiri Kakak paling gak bisa ada debu sedikit pun."

"Kan ada bibi yang biasa bersih-bersih," jawab Mireya dengan wajah bingung. Kenapa harus ia?

"Kamu kayak lupa saja kalau Kakak paling gak suka kalau ada yang masuk Kamar Kakak selain keluarga sendiri. Bisa kan, Mire? Kakak gak mungkin suruh Mama."

Mireya benar-benar terlalu baik! Mireya mengiyakan tanpa berpikir lebih dahulu. Membersihkan Kamar memang tidak sesulit itu namun bukankah akan melelahkan? Pekerjaan Mireya di sekolah saja sudah banyak.

Di tempat lain lebih tepatnya di kediaman Leo, nampak lelaki itu sedang duduk di tepi kolam renang dengan kaki yang berada di air, menggunakan kaos hitam dan celana abu-abu bahan, pendek.

"Ternyata anak Mama di sini," kata wanita berambut hitam lurus sebahu yang wajahnya terlihat cantik, bak aktris senior Korea. Duduk di samping Leo yang menoleh sesaat ke arah Mama-nya.

"Apa yang lagi kamu pikirkan?" tanya Mama-nya dengan nada lembut.

"Leo bingung, Ma. Gimana bisa ada orang yang selalu mengiyakan setiap kali ada yang minta bantuan," ujar Leo tanpa menatap Mama-nya.

"Tentu bisa. Itu berarti orang itu memiliki hati yang luar biasa baik."

Leo menatap Mama-nya. "Tapi, Ma ... ada permintaan tolong yang seharusnya dia pikirkan dulu, kayak benar-benar harus dibantu atau nggak. Jatuhnya kayak dia tuh bodoh. Selalu mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri," jelas Leo dengan wajah kecewa.

Kalau aku di posisinya, aku pasti sudah nolak mentah-mentah. Tapi dia? Dia bahkan masih bisa tersenyum.

Mama-nya tersenyum lembut. "Siapa sih orangnya? Melihat kamu sepeduli itu sampai memikirkannya, bukankah dia orang yang kehadirannya berarti untuk anak Mama ini?"

"Ada, salah satu teman Leo." Sembari menoleh ke arah sebelumnya.

"Teman? Benar hanya teman?" tanya Mama-nya dengan nada menggoda.

"Kalau Leo suka sama orang itu, gimana?" Leo kembali menatap Mama-nya namun kali ini tatapannya serius.

"Kamu harus bergerak cepat sebelum diambil orang lain!" Mama-nya tersenyum lebar.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Merayakan Apa Adanya
402      289     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Atraksi Manusia
463      342     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Langit-Langit Patah
25      23     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
629      284     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Me vs Skripsi
1851      764     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Sendiri diantara kita
926      570     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Perjalanan yang Takkan Usai
345      289     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Imajinasi si Anak Tengah
1957      1137     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
32      30     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
Suara yang Tak Pernah Didengar
331      203     9     
Inspirational
Semua berawal dari satu malam yang sunyi—sampai jeritan itu memecahnya. Aku berlari turun, dan menemukan hidupku tak akan pernah sama lagi. Ibu tergeletak bersimbah darah. Ayah mematung, menggenggam palu. Orang-orang menyebutnya tragedi. Tapi bagiku, itu hanya puncak dari luka-luka yang tak pernah kami bicarakan. Tentang kehilangan yang perlahan membunuh jiwa. Tentang rumah yang semakin sunyi. ...