Hari sudah sore, jam setengah lima. Waktu berlalu begitu cepat dan Mireya masih sibuk dengan tugasnya sebagai ketua osis yang siap sedia. Mireya yang tengah duduk di tepi panggung, mengeluarkan handphone dari dalam saku sweater. Mencari kontak dengan nama 'Leo' setelah itu dikirimnya pesan.
Mireya : kamu bisa datang sekarang ke ruang klub drama
Setelah mengirim pesan, Mireya melangkah pergi dari sana. Tidak membutuhkan waktu lama Mireya tiba di sana, di mana ruangan tidak ada satu manusia pun. Duduk di salah satu kursi, menunggu Leo. Mireya sungguh berharap bahwa Leo adalah pilihan yang benar.
Ceklek
Mireya perhatikan pintu yang terbuka menampakkan Leo. "Jadi apa hal pertama yang harus kita lakukan?" tanya Leo sembari berdiri di hadapan Mireya.
Mireya berjalan ke arah meja, mengambil beberapa kertas yang sudah dijadikan satu, menyodorkannya pada Leo yang langsung mengambilnya. Leo lihat kertas itu, lalu menatap Mireya yang masih berdiri, menatapnya.
"Langsung praktekin nih?" tanya Leo.
"Memangnya kamu sudah hafal? Hafalin dulu."
Leo mengambil salah satu kursi yang ia taruh di samping kursi Mireya sebelumnya, duduk di sana, mencoba menghafal baris tiap baris yang akan menjadi dialognya.
.
.
Merasa ada yang jatuh ke atas bahunya sontak Leo menoleh ke arah samping di mana kepala Mireya sudah berada di bahunya dengan mata tertutup. Leo pikir gadis itu kelelahan. Leo pun kembali membaca naskah tanpa berniat membangunkan Mireya.
Ceklek
"Gue car—" ucap teman basket Leo yang sebelumnya sembari melangkah menghampiri Leo yang ucapannya terhenti saat Leo meletakkan jari telunjuk di bibir.
"Ada apa lagi? Latihan sudah selesai," ujar Leo dengan nada sedikit pelan.
"Audry nyariin lo! Katanya handphone lo gak aktif."
"Sekarang dia di mana?"
"Gymnasium sama Andrea."
Sebelum Leo membuka mulut, Mireya terbangun. Tentu langsung mengangkat kepalanya dari bahu Leo saat tahu posisinya itu salah. "Kamu ada urusan?" tanya Mireya pada Leo.
"Teman aku nyariin aku. Aku akan menemuinya sebentar, apa kamu bisa menunggu?"
Mireya melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangan. "Aku masih punya waktu jadi aku akan tunggu."
Leo menganggukkan kepala. "Ngomong-ngomong, kamu tahu kita kelas berapa?" tanya temannya Leo bernama Willy itu.
Mireya menggelengkan kepala, dan Willy memberitahu pada Mireya bahwa ia dan Leo itu berada di kelas 3. Mireya yang mengetahui itu hanya berekspresi datar. Seperti tidak ada efeknya mau mereka kelas 1, 2 atau 3.
"Kalau dilihat-lihat ketua osis kita cantik juga yaa," kata Willy sembari menatap lurus ke depan yang berjalan di samping Leo.
"Kenapa? mulai tertarik?" tanya Leo tanpa menatap Willy.
"Mungkin kalau sedikit lebih mengenalnya gue tertarik," jawab asal Willy.
Mendadak langkah Leo terhenti begitu pun dengan Willy yang menatap heran Leo. "Kenapa? Ada yang salah?" tanya Willy yang mendapat tatapan tajam dari Leo.
"Jangan pernah tertarik sama Mireya!" tegas Leo.
"Mireya? Ohh, si ketua osis. Kenapa? Bukannya semua orang berhak buat tertarik, suka atau mendekatinya?" Willy bingung.
"Kalau lo mau berurusan dengan gue, silakan tertarik dan mendekatinya." Leo kembali melangkahkan kaki meninggalkan Willy dengan kebingungannya. Kenapa Leo bereaksi seperti itu? Willy berjalan cepat menyusul Leo.
Sampainya di Gymnasium Leo lihat Audry yang tengah duduk bersama Andrea di bangku panjang pinggir lapangan, membicarakan sesuatu.
"Ada apa, Dry? Aku dengar dari Willy kamu nyari aku."
"Tentu saja aku akan mencari kamu, ini saatnya kita pulang."
"Maaf, Dry. Tapi, hari ini kamu bisa pulang sendiri kan? Aku masih ada urusan."
Audry berdiri. "Urusan apa? Latihan basket kalian sudah selesai."
"Aku ikut pementasan drama memperingati ulang tahun Sekolah kita."
Audry, Willy, dan Andrean, memasang wajah tak percaya. "Tiba-tiba?" tanya Audry.
"Ini kayak bukan lo, Le," kata Andrea.
"Seorang Leo yang terkenal dingin ikut pementasan drama?!" ucap Willy dengan reaksi berlebihannya.
"Kalau sudah gak ada yang mau dibicarakan lagi gue pergi," kata Leo yang melangkah pergi dari sana sebelum mendengar ucapan mereka lebih dahulu.
"Ada apa sama Leo?!" tanya Audry sembari menatap Willy dan Andrea secara bergantian. Apakah seaneh itu?
Kembalinya Leo ke klub drama ia dapati Mireya yang lagi-lagi tertidur. Namun, kali ini duduk di kursi depan meja. Meletakkan kepala di atas meja dengan kedua tangan menjadi tumpuan. Leo letakkan kertas naskah yang terus ia pegang itu di atas meja, mengangkat kursi dan meletakkan di samping Meriya dengan pelan. Bukannya langsung kembali menghafal, Leo memperhatikan setiap inci wajah Mireya. Seorang gadis yang Leo kenal terlalu mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.
Jam menunjukkan pukul 5.20 di mana hari akan segera memasuki malam. Mireya terbangun dari tidurnya dan melihat Leo yang tengah serius menatap kertas naskah itu yang berada pada salah satu tangan. "Gimana? Sudah hafal? Atau masih butuh waktu?"
"Bisa kamu bantu aku latihannya? Karena aku butuh seseorang untuk memerankan cinderella."
"Tentu saja."
Leo berdiri di suatu tempat, menyuruh Mireya berdiri di hadapannya dengan jarak yang cukup tercipta di antara mereka. Menyerahkan kertas naskah sebelumnnya pada Mireya yang tidak tahu harus berkata apa.
"Kamu bisa baca yang bagian 'aku hanya gadis biasa mungkin kau salah orang' saja."
"Okay."
Wajah Leo mulai serius. Saking seriusnya tiba-tiba sorot mata yang selalu terlihat dingin itu hilang begitu saja.
"Aku tak bisa mengingat wajah siapa pun malam itu … selain wajahmu." Dengan tatapan mata yang terlihat dalam.
"Sejak kamu pergi, aku tak bisa berhenti mencarimu. Tapi sekarang kamu di sini … di depanku … dan aku takut ini cuma mimpi," ucap Leo lagi.
"Aku … aku hanya gadis biasa. Mungkin kamu salah orang," ujar Mireya sembari menatap Leo. Berusaha menjadi karekter cinderella untuk membantu latihan Leo.
Leo mengambil beberapa langkah hingga berada tepat di hadapan Mireya, pelan tapi mantap. "Kalau ini salah … kenapa detak jantungku bilang sebaliknya?" Leo meraih tangan Mireya dengan lembut.
"Beri aku satu alasan untuk tidak percaya bahwa kamulah takdirku."
Mungkin terlalu berusaha memerankan cinderella sesaat itu ada yang salah dengan degup jantung Mireya! Detak jantungnya tidak seperti biasanya. Mireya jatuh dalam pesona Leo. Siapa sangka bahwa akting Leo akan sebagus itu.
Mireya menarik tangannya, lalu tersenyum hangat. "Bagus, aku suka. Aku gak menyangka kalau akting kamu bisa sebagus itu."
Leo turunkan tangan yang sebelumnya menyentuh tangan Mireya. "Sudah aku bilang percaya sama aku. Aku gak akan buat kalian kecewa karena sudah memilih aku."
"Oh ya, Kak. Aku penasaran dengan alasan kamu mau ikut bagian dari pementasan drama? Sebelumnya kan kamu sangat menyebalkan!"
"Hanya iseng."
"Serius?" Mireya pun dibuat tak percaya.
"Iya."
Mireya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. "Sudah waktunya pulang," ujar Mireya sembari menatap Leo.
"Biar aku antar," ujar Leo yang terlihat bersungguh-sungguh.
Akan kah Mireya menerima tawaran itu?