Sepulang sekolah sesuai janjinya pada salah satu anggota osis, Mireya mengambil kostum yang akan digunakan untuk pertunjukkan drama memperingati ulang tahun sekolah dalam beberapa hari. Namun, Mireya membawa kostum itu ke sekolah bukan lantaran ingin menyimpannya di ruang osis, melainkan ada hal yang perlu ia lakukan di Aula. Setelah menaruh kostum di Ruang osis yang tidak ada siapa-siapa, Mireya melangkah menuju Aula.
Sampainya di Aula, sudah ada beberapa orang yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Salah satunya ada yang mengecat proporti yang akan memperkuat drama. Salah seorang anggota osis perempuan, menghampiri. "Mireya, tolong bantuin pasang lampu di panggung dong. Soalnya yang bertugas melakukannya gak tahu ke mana, menghilang gitu saja," ujar siswi berkacamata itu yang nampak kesal.
"Okay," jawab Mireya yang langsung mengiyakan tanpa berpikir lebih dahulu. Seolah hal itu bukan masalah besar.
Mireya berjalan ke arah panggung bersama siswi itu. Perlahan naik ke atas tangga dengan salah satu tangan memegang lampu dan siswi itu yang memegangi tangganya. Selain baik, bukankah Mireya multitalented?
Tiba-tiba ditengah Mireya sedang memasang lampu, siswi itu pergi setelah ada yang memanggilnya. Setelah selesai, Mireya segera turun dengan perlahan, namun siapa yang menduga bahwa Mireya akan salah pijak yang membuatnya kehilangan keseimbangan dan...
Perlahan Mireya membuka matanya dan hal pertama yang ia dapati adalah sepasang mata yang tengah menatapnya dengan jarak cukup dekat. Pantas saja tidak terasa sakit, ada seseorang yang menangkap Mireya. Seorang siswa yang wajahnya tidak asing. Si siswa menyebalkan itu! Mengingat kejadian beberapa jam lalu, Mireya sontak menjauhkan diri. Menciptakan jarak di antara mereka.
"Lihat! Terlalu baik hanya akan membuat kamu terluka," kata siswa itu dengan wajah seperti tidak suka dengan apa yang dilakukan Mireya.
"Buktinya aku gak terluka kan?!" ucap Mireya yang kemarahannya kembali hadir berkat sikap menyebalkan siswa itu. Sikap sok peduli itu bagi Mireya terlalu ikut campur!
"Kalau aku gak datang tepat waktu gimana? Kamu akan berakhir di Rumah Sakit, tahu?"
Saat Mireya hendak membuka mulut siswi berkacata sebelumnya datang dengan wajah mengkhawatirkan sesuatu. "Gawat, Mi!"
"Gawat apa, Sa?" tanya Mireya pada Salsa.
"Tiba-tiba Rifki masuk Rumah Sakit karena usus buntu! Waktu kita cuma tinggal 2 hari untuk cari penggantinya."
Mireya menghela nafas. Seperti itulah hidup, penuh hal tak terduga. Di mana manusia dituntut harus selalu siap akan segala hal. "Seharusnya kita punya cadangan,"kata Mireya yang nampak bingung.
"Siapa yang mau ikutan coba kalau tinggal 2 hari? Masalahnya bukan hanya menghafalkan dialog, tapi juga aktingnya harus bagus."
"Aku juga bingung harus gimana," ucap Mireya.
"Biar aku yang melakukannya," kata siswa menyebalkan itu yang kembali bersuara.
Alih-alih bersyukur, Mireya menatap tak percaya. Bisakah ia mempercayai lelaki itu? Seperti itulah yang bersarang di kepala Mireya detik ini.
"Yakin? Kalau untuk coba-coba lebih baik gak usah. Karena penampilan yang jelek hanya akan memalukan," ujar Salsa dengan nada tegas.
"Bagaimana kalau aku gak akan mengecewakan kalian?" Wajahnya nampak meyakinkan.
Mireya tidak menyukai lelaki itu, tetapi demi penampilan yang sempurna, tidak salahnya dicoba bukan? Tidak ada salahnya mempercayai lelaki itu, kan?
"Gak ada salahnya kita kasih kesempatan," kata Mireya.
"Gimana kalau h-1 ternyata masih kurang maksimal?" tanya Salsa dengan penuh kekhawatiran.
"Kita hanya akan pasrah, benar? Gak semua hal berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan." Mireya mencoba meyakinkan Salsa.
"Leo!"
Sontak siswa itu menoleh ke suatu arah dan datang seorang siswa lainnya berseragam tim basket. "Ternyata lo di sini!" kata siswa yang wajahnya tak kalah tampan dari siswa menyebalkan bernama Leo itu.
"Ada apa?" tanya Leo dengan wajah datar.
"Lo lupa kalau kita ada latihan?"
Seketika wajah Salsa berubah. Seperti meremehkan Leo?
"Bagaimana bisa kamu memperlihatkan pertunjukkan yang sempurna sedangkan kamu saja sibuk sama tim basket?" kata Salsa yang mulai ragu untuk memilih Leo.
Melihat kenyataan yang sebenarnya Mireya pun mulai ragu. "Bisakah kami mempercayai kamu?" tanya Mireya dengan wajah serius.
"Tentu," jawab Leo tanpa ada keraguan sama sekali.
"Sebenarnya ini ada apa sih? Mempercayai apa?" tanya temannya Leo yang nampak penasaran.
"Kapan kita mulai latihannya? Kapan pun aku bisa," ucap Leo sembari menatap Mireya.
Mireya mengambil handphone dari dalam sweater pink softnya itu. Memberikan pada Leo setelah menyentuh layar beberapa kali. "Masukkan nomor kamu, nanti aku kasih tahu waktunya."
Dengan cepat Leo mengetikkan nomor teleponnya, memberikan kembali handphone pada Mireya. Setelah itu, tanpa kata lagi Leo pergi dari sana sembari merangkul teman satu timnya itu yang masih penasaran.
"Kamu yakin, Mi? Kok aku gak yakin ya."
"Kita harus mempercayainya, Sa. Kalau terjadi sesuatu sama penampilan yang jauh berbeda dari bayangan kita, biar aku yang bertanggung jawab." Tentu saja Mireya akan mengambil tanggung jawab karena ia adalah ketua osis yang "terlalu baik".
"Okay. Aku akan ikuti kamu." Salsa pergi meninggalkan Mireya.
Pikiran Mireya yang sudah penuh harus ditambah suatu pemikiran lagi. Bukankah otaknya bisa pecah? Mireya sepusing itu, namun selalu mencoba terlihat baik-baik saja. Seolah apa pun bisa ia lakukan.
Handphone yang masih dipegangnya, disentuh layar handphone lalu menempelkan pada telinga. "Hallo, Kin." Mireya melangkahkan kaki.
"Ada masalah apa sampai kamu telepon aku?" tanya Kinanti di seberang sana.
"Rifki yang akan jadi pemeran utama, tiba-tiba masuk Rumah Sakit dan sekarang aku bingung harus mencari penggantinya. Bukan, lebih tepatnya aku harus mempercayainya, kan?"
"Mempercayai siapa?"
"Cowok menyebalkan yang wajahnya kayak idol Korea itu!"
"Kenapa tiba-tiba kamu harus mempercayainya? Bukannya kamu gak suka sama dia? Aku masih ingat jelas loh Mi wajah kesal kamu."
Di tengah langkah kaki tanpa tujuan itu Mireya menghela nafas panjang. "Tiba-tiba dia menawarkan diri buat menggantikan Rifki."
"Terus, kamu terima?"
"Dalam waktu 2 hari di mana aku bisa menemukan pengganti?"
"Anak drama kan banyak."
"Mereka semua sudah mendapat peran masing-masing, dan lagi pula seenggaknya mereka butuh waktu 5 hari buat memerankannya agar nantinya terlihat sempurna," jelas Mireya.
"Hidup penuh hal gak terduga ya?"
"Namanya juga hidup."
"Jadi kamu lagi mencoba mempercayainya? Kalau bisa saja dia sesuai dengan apa yang kamu harapkan."
"Mm ... rasanya kayak gak ada pilihan lain."
Prakk
Tiba-tiba ada seorang siswi yang menyenggol Mireya dengan cukup keras hingga handphone jatuh ke lantai. Mireya ambil handphone itu yang masih terhubung dengan Kinanti. "Hallo, Kin. Nanti aku telepon lagi."
"Okay."
Setelah panggilan berakhir Mireya menoleh ke arah belakang di mana siswi yang wajahnya yang sempat Mireya lihat itu sudah jauh. Siswi yang beberapa jam lalu hampir menangis karena pernyataan cintanya ditolak oleh Leo.