Nampak sebuah mobil sport putih yang berhenti tepat di depan gerbang Sekolah SMA pelita harapan satu yang mengundang banyak mata, menatapnya kagum. Keluar dari dalam seorang siswi berambut panjang sedada sedikit bergelombang, berwajah kecil. Berjalan masuk dengan murid lainnya yang baru datang.
Gadis dengan senyum hangat bernama Mireya itu bertegur sapa dengan beberapa siswi. Seorang Mireya yang terkenal begitu baik hati bukan hanya sebagai Ketua OSIS, melainkan sebagai teman. Bahkan Mireya terkenal memiliki keluarga yang sempurna terlepas dari status Ibu dan Kakak perempuannya yaitu tiri. Siapa yang tidak ingin memiliki kehidupan macam Mireya dengan Ibu tiri sebagai presenter berita ternama, Kakak perempuan tiri seorang model internasional, dan Ayah yang sibuk menjadi Direktur bank?
Seorang siswi dengan bando pink yang dipakainya, menghampiri Mireya. "Oh ya, Mi. Kostum belum diambil. Pulang Sekolah ambilin, yaa?"
"Itu bukannya tanggung jawab kamu?" Dengan wajah sedikit bingung. Kenapa siswi di hadapannya itu menyuruhnya?
"Pulang Sekolah aku ada urusan keluarga jadi gak bisa mampir-mampir."
Bukankah mengambil kostum tidak memakan waktu sampai setengah jam? Padahal jika dipikir-pikir lagi seharusnya siswi itu menyempatkan waktu untuk menyelesaikan tugasnya yang sebentar itu. Namun, karena Mireya "terlalu" baik, Mireya mengiyakan.
"Masih di tempat sebelumnya, kan?" tanya Mireya.
"Yaps. Kalau gitu, aku duluan yaa." Siswi dengan bando pink itu berlalu tanpa mengucapkan terima kasih.
Mireya kembali melanjutkan langkah kaki dengan wajah yang masih baik-baik saja, walau ia harus direpotkan seseorang. Direpotkan oleh hal yang bukan menjadi tanggung jawabnya.
"Biar aku yang ambil kostumnya," kata siswi berambut hitam lurus sebahu yang dibiarkan terurai.
"Gakpapa, aku saja," kata Mireya sembari menatap siswi yang berjalan di sampingnya yang bernama Kinanti.
Saat Mireya kembali menatap lurus ke depan kinanti menghela nafas. "Kamu gak lelah Mi terus terlihat baik-baik saja? Belum nanti pas ke Aula, pasti ada saja yang minta bantuan kamu."
"Aku gakpapa, Kin." Tanpa menatap Kinanti.
Kinanti hanya bisa menggelengkan kepala. Entah sampai kapan sahabatnya dari SMP itu terus bersikap terlalu baik. Entah Mireya suka menolong atau memang bodoh?
Baru saja meletakkan ransel di atas meja, datang salah satu teman sekelas menghampiri Mireya yang duduk bersebelahan dengan Kinanti.
"Mireya, aku lupa bawa buku kamu! Gimana dong? pr-nya dikumpulkan hari ini," kata siswi berambut hitam panjang bergelombang yang saat itu diikat satu, dengan raut wajah bukan merasa bersalah, lebih tepatnya takut Mireya tidak meminjamkannya buku lagi lain waktu saat dia tidak masuk. Kenapa tidak pinjam pada yang lain? Karena tentu sekalian melihat jawabannya, bukan? Mireya adalah siswi dengan peringkat satu di kelas.
"Sudah dikasih pinjam, bisa-bisanya lupa!" ucap Kinanti dengan nada tegas dan tatapan mata tajam.
"Gakpapa. Masa ada waktu, aku bisa mengerjakannya sekarang."
"Gitu ya? Sekali lagi maaf ya, Mi."
"Iya, gakpapa." Mireya tersenyum. Senyum yang membuat Kinanti menatap tak percaya Mireya. Bagaimana bisa Mireya tersenyum?! Jika Kinanti yang jadi Mireya, Kinanti tentu akan meluapkan emosinya karena gara-gara orang itu harus mengerjakan pr lagi dalam kurun waktu singkat.
Setelah siswi itu pergi Mireya langsung duduk, mengeluarkan buku dari dalam tas dengan Kinanti yang terus memperhatikan sembari berdiri. Raut wajah yang tidak suka dengan sikap Mireya yang sejak dahulu selalu terlihat "baik-baik saja".
.
.
Ketika mapel pertama selesai, Mireya disuruh guru perempuan yang mengajar biologi itu untuk menaruh beberapa buku di Ruang Guru, karena guru perempuan itu akan langsung pergi ke Ruang kepala sekolah. Mireya yang terkenal "penurut" tentu menjalankan tugasnya. Meninggalkan Kelas sesaat dengan 3 buah buku berukuran sedikit tebal yang dibawanya.
Turun ke lantai dua dari lantai empat menggunakan tangga, Mireya berhenti di depan pintu yang bertuliskan teacher's room. Diketuknya pintu, lalu membukanya. Terlihat hanya ada satu guru perempuan yang berada di meja-nya. Guru dengan kerudung abu-abu. "Maaf, Bu. Saya mau taruh bukunya bu Laras."
"Oh ya, silakan."
Berjalan ke salah satu meja, Mireya taruh buku di atas meja, lalu melangkah pergi dari sana. Saat Mireya berjalan di lorong yang sebelumnya tidak ada orang, terdapat seorang siswi dan siswa yang sedang berbicara. Entah apa yang dibicarakan sampai terlihat wajah serius dari si siswi.
"Maaf, tapi aku gak bisa. Aku sudah punya pacar," kata siswa yang parasnya tampan seperti idol Korea. Bahkan bukan hanya wajah yang terlihat bagus, proporsi tubuhnya nampak okay.
Mireya yang melewati kedua orang itu, pura-pura tidak dengar. Walau sejujurnya terdengar sangat jelas, mereka pun pasti bisa tahu hal itu. Tiba-tiba salah satu tangan Mireya ditarik hingga membuat Mireya terkejut. Mireya menatap tak percaya siswa berparas idol Korea itu yang tengah memegang tangannya.
"Ini pacar saya," kata siswa itu dengan nada santai.
Hah? Pacar?! Sejak kapan aku punya pacar??
Siapa yang tidak terkejut jika dalam satu hari tiba-tiba memiliki kekasih? Seorang lelaki yang sebelumnya tidak ada dalam rencana. Mireya hendak berkata, namun ucapannya tertahan lantaran melihat siswi itu seperti akan menangis, terlihat dari mata yang berkaca-kaca.
"Ini gak—" Mireya mencoba menjelaskan yang sebenarnya, namun siswi itu sudah keburu pergi.
Mireya melepas kasar tangan siswa itu yang masih memegang tangannya. "Aku tahu alasan kamu melakukan itu karena gak mau sama dia, tapi gak seperti ini juga caranya!" Mireya marah.
"Kenapa kamu gak bisa bantu aku? Bukankah seorang Mireya terkenal dengan kebaikannya?"
Mireya semakin dibuat tak percaya dengan lelaki di hadapannya itu. Entah dari mana lelaki itu mengenalnya, atau memang Mireya seterkenal itu. "Aku hanya membantu mereka yang membutuhkan bantuan!" ucap Mireya tegas.
"Oh ya? Bukankah kamu membantu tanpa berpikir dulu? Mereka benar-benar harus dibantu atau nggak."
Wajah sih tampan, enak dipandang, namun sikapnya sungguh membuat Mireya ingin meninju wajah itu. Sangat menyebalkan! Perkataan itu seperti sedang menghina sikap baik Mireya.
"Yang lebih tahu aku!"
"Benar. Lagi pula gak ada urusannya sama aku," kata siswa itu yang menjadi kalimata terakhir sebelum melangkah meninggalkan Mireya yang menatap penuh kekesalan.
Sampainya di Kelas di mana belum ada guru, Mireya duduk dengan wajah masih kesal, hingga membuat Kinanti bertanya-tanya. "Kamu kenapa, Mi?" tanya Kinanti.
"Kamu kenal cowok di Sekolah kita yang badanya tinggi terus wajahnya kayak idol Korea itu gak?"
"Siapa sih yang lagi kamu bicarakan?" Kinanti nampak bingung.
"Tadi aku ketemu salah satu siswa yang sangat sangat menyebalkan!"
"Semenyebalkan apa sih? Belum pernah aku lihat kamu sekesal ini."
"Kamu kalau di posisi aku pasti ingin melakukan hal yang sama juga, meninju wajahnya!"
Kinanti tersenyum, merasa lucu dengan wajah kesal Mireya yang jarang sekali terlihat.