ena Konser “Sinar Ganda: Polaris United vs VampArtis”
Lampu LED menyala. Panggung berbentuk dua sisi: satu terang penuh lampu putih-biru ala Polaris, satu lagi dramatis dan teatrikal ala VampArtis. Penonton dibagi, media ramai. Ini bukan sekadar konser—ini pertarungan persepsi.
MC membuka acara. Polaris tampil dulu.
Mereka menampilkan drama musikal penuh koreografi futuristik. Noa jadi sorotan utama—tampan, energik, dan penuh karisma.
Vidi di backstage, melihat layar monitor.
Vidi (ke Shin):
“Panggung mereka dingin. Sekarang saatnya kita kasih yang hidup.”
---
VampArtis Tampil
Pertunjukan mereka dimulai dengan video montage—cuplikan keseharian absurd dan jujur dari reality show: Jenni gagal masak, Vidi pingsan facial, Rai ngambek, Shin nangis pas drama.
Penonton tertawa.
Lalu lagu pertama dimulai. Shin membuka dengan balada emosional.
Vidi rap pendek dengan iringan violin, mengejutkan semua orang.
Kai muncul lewat proyeksi hologram dari island-nya, menyanyi dari jauh.
Puncaknya: Rai tampil solo, membawakan lagu orisinil berjudul “Pulang”—lagu tentang seseorang yang akhirnya ingin berhenti lari dan kembali ke orang yang membuatnya merasa hidup.
Saat Rai bernyanyi, kamera panggung menyorot Jenni yang menonton dari sisi tirai.
---
Lirik Kutipan “Pulang”
(cuplikan chorus)
> Aku pernah jadi asing di kota tempat kau berdiri
Terlalu lama takut jatuh, padahal kau tak pernah mundur
Hari ini aku pulang... kalau kau masih mau buka pintu
---
Setelah Konser, di Belakang Panggung
Sorak sorai belum sepenuhnya reda, tapi Rai sudah berjalan cepat mencari Jenni.
Ia menemukannya duduk di ruang kostum, masih mengenakan headset crew.
Rai (dengan suara berat):
“Jen.”
Jenni menoleh. Matanya merah. Tapi tidak sedang marah.
Rai (berdiri tegak, tapi suaranya pelan):
“Maaf. Aku terlalu lama ragu. Terlalu takut ngakuin apa yang aku rasakan. Dan... terlalu sering nyakitin kamu demi jaga image sendiri.”
Jenni (diam, lalu menatap mata Rai):
“Kamu manggung bagus.”
Rai (tersenyum lelah):
“Bukan soal panggung. Aku pengen kita lanjut. Bukan lagi dua orang yang pura-pura gak peduli.”
Jenni (menghela napas):
“Kamu yakin?”
Rai:
“Untuk pertama kalinya, iya. Aku gak minta semuanya sekarang. Aku cuma minta kamu tahu... aku siap kalau kamu siap.”
Jenni berdiri. Mereka berdiri sangat dekat.
Jenni:
“Kalau aku minta kita jalan pelan-pelan, tanpa drama, tanpa kamera?”
Rai:
“Selama itu sama kamu... aku bisa pelan. Bahkan merangkak.”
Jenni tertawa kecil.
Rai mengangkat tangan, menyentuh pipinya.
Kemudian mereka berciuman
Jenni (bisik):
“Kamu lupa masih pakai mic wireless, vampir drama.”
Rai (menunduk, canggung):
“Biarkan dunia tahu. Sekali ini aja... Aku milik kamu.”
---
Kamera backstage menunjukkan Noa, berdiri tak jauh. Ia melihat mereka berdua.
Tidak marah. Tidak patah.
Hanya diam.
Lalu tersenyum sendiri—seolah ia tahu dari awal, ending ini sudah tertulis.
Permintaan Maaf yang Tayang Live
Undangan Tiba-tiba
Suatu pagi, semua anggota VampArtis mendapat undangan elektronik:
> “LIVE PRESS CONFERENCE – Polaris Entertainment”
Tema: Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Lokasi: Hotel bintang lima, Ballroom A
Jam: 19.00
Dresscode: Smart casual
Vidi (membaca undangan di dapur):
“Ini undangan atau jebakan Batman?”
Shin (mengangkat alis):
“Kalau jebakan, niat banget sih pakai dresscode.”
Jenni (pelan):
“Mereka minta maaf?”
Rai (dingin):
“Kita lihat dulu, maafnya pakai niat atau cuma kosmetik.”
---
Konferensi Pers Polaris
Lampu ruangan lembut. Kamera media berkedip. Semua orang menunggu.
CEO Polaris — Pak Hando — naik ke podium, membawa berkas.
Pak Han (suara berat):
“Kami di Polaris mengakui bahwa dalam persaingan, kami telah melampaui batas. Tindakan yang menyerang pribadi anggota VampArtis... tidak bisa dibenarkan.”
Gambar-gambar ditampilkan di layar LED besar: potongan video deepfake, bukti manipulasi data, dan kutipan palsu dari dokumenter.
Pak Han melanjutkan:
“Semua itu dilakukan tanpa persetujuan penuh dari manajemen pusat. Sebagian merupakan aksi berlebihan dari pihak produksi yang ingin hasil instan. Kami, sebagai pemimpin, lalai. Dan atas nama Polaris—kami meminta maaf.”
Wartawan:
“Apakah ini artinya Polaris mundur dari industri?”
Pak Han:
“Tidak. Tapi kami akan restrukturisasi. Polaris akan rebranding. Dan yang terpenting... kami akan membuka jalur damai dengan VampArtis.”
---
Reaksi VampArtis
Konferensi itu tayang live. Warganet terbelah.
Komentar netizen:
“Ini beneran? Polaris... minta maaf? 😮”
“Polaris capek diserang netizen tiap hari kali ya.”
“Ada udang di balik maaf, sih.”
Di kantor VampArtis, suasana hening.
Vidi:
“Jadi... kita maafin?”
Jenni (menghela napas):
“Kita bukan penjual dendam. Tapi mereka harus buktiin maafnya nyata, bukan demi citra.”
Rai:
“Dan kalau mereka nyentuh kamu lagi... aku yang turun tangan.”
Vidi:
“Loh, vampir. Emang gak turun tangan dari awal?”
Rai (senyum datar):
“Saatnya berubah, kayak Polaris katanya.”
---
Surat Pribadi untuk Jenni
Beberapa hari kemudian, Jenni mendapat surat tulisan tangan.
Dikirimkan langsung dari salah satu direktur lama Polaris yang ternyata mantan kolega seniornya saat jadi manajer pemula.
> “Aku tahu kamu kuat, Jenni. Tapi Polaris terlalu sering menyerang ketahananmu hanya karena kamu perempuan yang bersuara. Jika kamu bersedia, aku ingin membantumu dari dalam—membersihkan sistem busuk yang masih tertinggal di perusahaan kami.”
Jenni menggenggam surat itu. Tak ada senyum. Tapi matanya teduh.
---
Di rooftop kantor
Jenni:
“Kamu percaya permintaan maaf mereka?”
Rai:
“Gak sepenuhnya. Tapi aku percaya kamu tahu apa yang harus dilakukan.”
Jenni (menatap langit):
“Kalau mereka tulus... aku akan bantu mereka berubah.”
Rai:
“Kalau nggak?”
Jenni (senyum tipis):
“VampArtis siap comeback lebih gila.”